JAMBI, KOMPAS—Perdagangan liar burung kian marak belakangan telah mengancam kelestarian populasinya. Dalam sebulan terakhir, digagalkan di Jambi sekitar 3.000 ekor burung korban perdagangan ilegal.
Rabu (25/7/2018) pagi, tim aparat Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Jambi menyetop sebuah bus malam antar kota antar provinsi yang tengah melewati Jalan Lingkar Kota Jambi. Saat diperiksa isi bagasi bus tersebut, tim mendapati 1.080 ekor kolibri. Satwa dilindungi tersebut tersembunyi dalam kotak-kotak penyimpanan.
Selain itu, didapati pula 100 ekor burung gelatik. “Seluruh satwa itu langsung kami sita untuk diselamatkan,” ujar Rahmad Saleh Simbolon, Kepala BKSDA Provinsi Jambi.
Tim lalu memeriksa sopir dan kernet bus. Keduanya mengakui bahwa burung-burung itu diangkut dari Riau untuk dibawa menuju Lampung. Saat dimintai surat izin pengiriman burung-burung tersebut, mereka tidak dapat menunjukkan. Dalam resi pengiriman pun tidak ada nama maupun alamat pengirim dan penerima. Sehingga, tim masih perlu menelusuri kepemilikan burung-burung itu.
Menurut Rahmad, seluruh burung langsung disita dan secepatnya dilepasliarkan kembali ke habitat asli.
Sebelumnya, BKSDA juga telah menggagalkan upaya pengiriman illegal 1.300 ekor burung kolibri dari Riau ke Lampung. Burung-burung itu juga ditemukan dalam sebuah bus yang melintasi wilayah Kabupaten Merangin. Selain itu, telah digagalkan perdagangan serupa dalam jumlah lebih kecil.
Menurut Rahmad, kolibri menjadi target terbesar perdagangan burung untuk saat ini. Kolibri diminati kalangan penghobi burung kicau. Burung berukuran kecil ini dimanfaatkan untuk memancing murai batu berkicau.
Praktik perburuan burung berstatus dilindungi dilarang. Tujuannya agar populasinya dapat terus berkembang di habitat aslinya.
Hanya burung-burung hasil usaha penangkaran yang dapat diperdagangkan, namun dalam jumlah terbatas. Perdagangan itu pun hanya boleh dilakukan oleh pemegang izin. Setiap tahun, BKSDA mengeluarkan izin dengan kuota tertentu atas praktik penjualan satwa di penangkaran.
Aktivis konservasi satwa dari lembaga Zoological Society of London, Yoan Dinata, mengatakan p perdagangan satwa dilindungi semakin mengkhawatirkan belakangan ini. Bertambah maraknya tren penghobi burung memicu perburuannya. Tidak hanya burung, praktik serupa pada satwa-satwa kunci seperti harimau sumatera dan gajah sumatera. Perburuan juga sangat terkait dengan konflik satwa dan manusia. Pemburu liar seringkali muncul ketika konflik memanas. Mereka memasang banyak jebakan. Akibatnya, konflik kerap kali berujung pada kematian satwa. Dalam hal ini keberlangsungan satwa-satwa dilindungi kian terancam. (ITA)