JAKARTA, KOMPAS — Menjelang pelaksanaan Asian Games 2018, kualitas udara di Jakarta dinilai masih buruk. Ini mengacu pada data yang dikeluarkan Greenpeace Indonesia, Rabu (25/7/2018), yang menyebutkan bahwa udara di Jakarta menempati peringkat I terburuk dibandingkan dengan kota besar lain di dunia.
Data tersebut diunggah di akun Twitter Greenpeace Indonesia, Rabu. Jika dibandingkan dengan negara-negara lain di dunia, seperti Krasnoyarsk, Rusia; Lahore, Pakistan; Vladivostok, Rusia; dan Kabul, Afghanistan, Indonesia menempati peringkat I dalam hal polusi udara. Fakta ini tentu saja sangat kontradiktif mengingat kualitas udara sangat menentukan kesehatan dan performa atlet saat berlaga di Asian Games.
Juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, mengatakan, data yang dikeluarkan di Twitter itu berasal dari olahan data airvisual.com. Airvisual adalah sistem aplikasi yang menempatkan beberapa alat dan mengambil data dari beberapa lokasi di Jakarta dan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Parameternya adalah dengan melihat kadar debu partikulat (PM 2,5). Kadar PM 2,5 dilihat dalam periode harian, setiap jam, sehingga dapat didapatkan data Jakarta berada di peringkat berapa dibandingkan dengan negara lain.
”Itu hasil rata-rata setiap jam atau real time berdasarkan aplikasi airvisual.com. Tadi pukul 12.00-13.00 angkanya sangat tinggi jadi kita langsung peringkat nomor satu di dunia,” ujar Bondan saat dikonfirmasi, Rabu.
Greenpeace Indonesia sengaja memublikasikan data tersebut sebagai peringatan bagi warga Jakarta. Greenpeace ingin menginformasikan bahwa dalam kondisi udara buruk seperti itu, warga Jakarta harus menggunakan masker. Bahkan, kondisi udara buruk itu terpantau pada pagi-siang hari ketika harapan warga kualitas udara seharusnya masih baik. Ternyata, angkanya merah dan sangat berbahaya bagi kesehatan warga Ibu Kota.
Menurut Bondan, standar kadar debu partikulat (PM 2,5) sesuai WHO adalah 25 mikogram per meter kubik. Adapun rata-rata di kota besar di Indonesia sudah mencapai 65 mikrogram per meter kubik. Sementara itu, di Jakarta kadar PM 2,5 sudah sangat melebihi ambang batas standar WHO, yaitu 117,4 mikrogram per kubik. Kondisi udara ini dinilai dapat meningkatkan risiko penyakit jantung, paru-paru, hingga berefek pada pernapasan.
Berdasarkan pantauan Greenpeace, akhir-akhir ini kualitas udara Jakarta pun masih terpantau buruk. Jakarta sering masuk peringkat lima besar terburuk dibandingkan dengan kota-kota besar lain di dunia.
Beda parameter
Wakil Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta Ali Maulana Hakim mempertanyakan parameter yang digunakan Greenpeace untuk mengukur kualitas udara di Jakarta. Pasalnya, beberapa waktu lalu DLH bersama KLHK pernah menguji alat ukur yang digunakan oleh Greenpeace. Ternyata, alat ukur dalam ruangan berbeda jika digunakan dengan dengan alat ukur luar ruangan. Selain itu, alat juga harus digunakan minimal 24 jam di lokasi pemantauan yang sama. Jika berpindah-pindah lokasi, alat tidak bisa digunakan untuk menggeneralisasi kondisi umum di Jakarta.
”Dulu Greenpeace juga pernah memublikasikan informasi serupa. Ternyata alat ukur dan parameter yang digunakan itu memang berbeda. Jadi, kami tidak bisa membandingkan,” ujar Ali.
Ali menambahkan, saat ini DKI Jakarta memiliki alat pemantauan berupa stasiun pemantau kualitas udara di lima lokasi untuk melihat Indeks Standar Pencemaran Udara (ISPU). Parameter ISPU terdiri dari debu partikulat (PM 10), karbon dioksida (CO), sulfur dioksida (SO2), nitrogen dioksida (NO2), dan Ozon (O3).
”Jakarta baru punya alat untuk memantau PM 10. Tahun ini baru mau beli alat untuk mengukur PM 2,5,” kata Ali.
Sementara itu, berdasarkan data dari stasiun pemantau kualitas udara di Jakarta, Rabu siang, kualitas udara di Bundaran HI dilaporkan sedang, Kelapa Gading sedang, Jagakarsa tidak sehat, Lubang Buaya sedang, dan Kebon Jeruk tidak sehat. Ali mengakui, kondisi ini masih jauh dari standar yang ditetapkan. Saat pelaksanaan Asian Games, seluruh lokasi minimal harus memiliki kualitas udara sedang.
”Kami memang berupaya untuk terus mencapai target tersebut. Salah satunya adalah dengan perluasan ganjil-genap dan uji emisi yang dilakukan di beberapa wilayah di Jakarta,” kata Ali.
Menurut Ali, saat ini sudah ada lebih dari 4.800 kendaraan roda empat yang sudah mengikuti uji emisi. Nanti, Pemprov DKI juga akan mengeluarkan aplikasi yang bisa dipakai untuk memantau kendaraan yang masih mengaspal tetapi tidak lolos uji emisi. Kendaraan itu bisa ditilang dan masa berlaku STNK terancam tidak bisa diperpanjang. Razia akan dilakukan bekerja sama dengan Dirlantas Polda Metro Jaya.
”Menurut rencana, peluncuran aplikasi ini akan dilaksanakan sebelum Asian Games. Nota dinas sedang kami buatkan dan sedang kami ajukan ke gubernur DKI,” ujar Ali.
Sebelumnya, Dinas LH mengklaim ada penurunan konsentrasi gas karbon monoksida (CO), nitrogen monoksida (NO), dan hidrokarbon (HC) selama penerapan perluasan sistem ganjil-genap. Kualitas udara di sekitar Bundaran Hotel Indonesia, Jakarta Pusat, mengalami penurunan konsentrasi CO sebesar 1,7 persen, konsentrasi NO 14,7 persen, dan konsentrasi HC sebesar 1,37 persen. Sementara di kawasan Kelapa Gading, Jakarta Utara, terpantau penurunan konsentrasi CO sebesar 1,15 persen, NO 7,03 persen, dan nitrogen dioksida (NO2) turun sebesar 2,01 persen. Adapun di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur, terpantau penurunan konsentrasi CO sebesar 1,12 persen dan NO sebesar 7,46 persen. Hal ini salah satunya adalah pengaruh pembatasan penggunaan mobil pribadi dengan sistem ganjil-genap.
Selain dengan kebijakan perluasan pembatasan ganjil-genap, Dinas LH juga sudah mendatangi beberapa pabrik di Jakarta Barat dan Jakarta Utara untuk mengganti mesin penyaring limbah udara sesuai standar. Jika tidak mengganti alat penyaring sesuai standar, izin usaha dapat dibekukan hingga dicabut.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menambahkan, jumlah penumpang transjakarta setelah kebijakan ganjil-genap diterapkan meningkat sekitar 9,86 persen atau 9,9 persen. Hal ini diharapkan dapat membantu mewujudkan lalu lintas Jakarta dan kualitas udara yang semakin baik.
Sebagai perbandingan, belajar dari Olimpiade 2008 di Beijing, pemerintah setempat mulai melarang kendaraan bermotor tua masuk ke Beijing tiga bulan sebelum penyelenggaraan. Selain itu, pemerintah setempat juga mulai melakukan pengadaan kendaraan pengumpan ramah lingkungan ke wilayah kota dari kantong parkir.