Lembaga Penyiaran Didorong Menghasilkan Konten Berkualitas
Oleh
Evy Rachmawati
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS—Tayangan televisi memengaruhi pembentukan karakter masyarakat. Untuk itu, lembaga penyiaran perlu menghasilkan konten bermutu dengan tak hanya mengedepankan unsur hiburan, tetapi juga mengandung unsur informasi dan edukasi.
Ketua Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) Pusat Yuliandre Darwis, dalam acara pemaparan hasil survei indeks kualitas penyiaran televisi, Rabu (25/7/ 2018), di Jakarta, mengatakan, banyak lembaga penyiaran televisi mengutamakan rating atau peringkat daripada mutu tayangan. Seharusnya tayangan televisi memasukkan nilai-nilai Pancasila, termasuk ajaran menghormati keberagaman dan menaati aturan perundang-undangan.
Berdasarkan hasil survei indeks kualitas program siaran televisi periode satu tahun 2018, ada empat program siaran yang memenuhi standar mutu KPI dengan indeks di atas 3, yakni wisata budaya, religi, anak, dan unjuk bincang.
Sementara program siaran belum memenuhi standar mutu KPI dengan indeks di bawah 3, antara lain berita, sinetron, dan informasi hiburan. Survei itu adalah hasil kerja sama KPI dengan 12 perguruan tinggi.
Delapan program televisi yang disurvei memiliki catatan. Namun, KPI memberi catatan khusus pada program berita, yakni faktualitas, keadilan, dan ketidakberpihakan. Indeks penilaian indikator itu rendah, yakni faktualitas 2,92, keadilan 2,93, dan tak berpihak 2,94. ”Ini jadi catatan serius mengingat negara ini masuk tahun politik,” ujarnya.
Ini jadi catatan serius mengingat negara ini masuk tahun politik.
Evaluasi
Catatan penting program lain selain berita adalah aspek kepekaan sosial pada variety show, aspek kekerasan pada sinetron, dan menghormati kehidupan pribadi pada program informasi hiburan. Tiga program itu mendapat rating penonton tinggi. Hasil survei itu bisa menjadi acuan lembaga penyiaran mengevaluasi dan membenahi program.
Pada program dengan indeks berkualitas tetap perlu ada evaluasi. Contohnya, program wisata budaya diharapkan memberi informasi akurat sesuai kearifan lokal untuk edukasi dan menjunjung keberagaman.
Ketua Umum Asosiasi Televisi Swasta Indonesia Ishadi S K mengatakan, pembenahan mutu program televisi perlu melibatkan pihak lain selain KPI dan lembaga penyiaran, yakni lembaga sensor dan pemasang iklan. Lembaga sensor jadi perlindungan agar program layak tonton. Pemasang iklan perlu memasang iklan pada tayangan bermutu, bukan peringkat tinggi.
Sementara Sekretaris Jenderal Majelis Ulama Indonesia Anwar Abbas menyatakan, tontonan televisi menjadi kebutuhan masyarakat. Akibatnya, masyarakat mudah terpengaruh tayangan televisi, khususnya anak-anak. Contohnya, anak mudah menirukan adegan kekerasan verbal dan fisik di televisi.
Selain itu, program televisi juga perlu memperhatikan etika dan ranah privasi. ”Dunia pertelevisian diusahakan tak hanya memberi tontonan, tetapi juga tuntunan," ujarnya. (DIONISIA GUSDA PRIMADITA PUTRI)