Pemerintah Kaji Sistem Zonasi untuk Sekolah Swasta
Oleh
Haris Firdaus
·3 menit baca
YOGYAKARTA, KOMPAS — Setelah memberlakukan sistem zonasi dalam penerimaan peserta didik baru di sekolah negeri, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan berencana menerapkan sistem zonasi untuk penerimaan siswa baru di sekolah swasta. Namun, penerapan sistem zonasi di sekolah swasta itu tidak bersifat wajib.
”Untuk sekolah swasta, apakah dalam penerimaan siswa baru akan mengikuti aturan zonasi atau tidak, itu hak mereka,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy seusai menghadiri seminar bertema ”Harmoni dalam Keberagaman” yang digelar Paguyuban Alumni SMA Kolese de Britto, Kamis (26/7/2018) di Yogyakarta.
Muhadjir menjelaskan, pemberlakuan sistem zonasi di sekolah swasta bertujuan untuk melindungi sekolah-sekolah swasta yang kerap kekurangan siswa. Dengan mengikuti aturan zonasi dalam penerimaan peserta didik baru (PPDB), diharapkan tidak ada lagi sekolah swasta yang kekurangan murid.
Pemberlakuan sistem zonasi di sekolah swasta bertujuan untuk melindungi sekolah-sekolah swasta yang kerap kekurangan siswa.
”Ini untuk menampung aspirasi dari sekolah-sekolah swasta yang masih membutuhkan proteksi dari pemerintah, terutama dalam hal penerimaan siswa baru,” ujar Muhadjir.
Ia menyatakan, ke depan sekolah swasta yang khawatir kekurangan siswa bisa mengikuti sistem zonasi dalam PPDB. Adapun sekolah-sekolah swasta yang sudah mapan dan memiliki banyak peminat diperkenankan tidak mengikuti sistem zonasi dalam PPDB.
”Untuk sekolah swasta yang khawatir tidak kebagian siswa, itu harus kita masukkan (ke sistem zonasi) agar jangan sampai mereka tidak bisa survival (bertahan hidup),” ungkapnya.
Mulai tahun depan
Menurut Muhadjir, saat ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemdikbud) masih mengkaji rencana penerapan sistem zonasi dalam PPDB di sekolah swasta. Dia menyebut, penerapan sistem zonasi untuk sekolah swasta diharapkan bisa dimulai tahun depan.
Penerapan sistem zonasi untuk sekolah swasta diharapkan bisa dimulai tahun depan.
”Sekarang masih dalam penggodokan. Mudah-mudahan tahun depan sudah bisa kita terapkan secara bertahap,” katanya.
Muhadjir mengatakan, penerapan sistem zonasi dalam PPDB bertujuan untuk mempercepat pemerataan pendidikan yang berkualitas di Indonesia. Dia menambahkan, hasil kajian Kemdikbud sebenarnya sudah lama menyimpulkan bahwa sistem PPDB yang dilakukan hanya berdasarkan nilai akademis siswa ternyata menimbulkan dampak negatif.
”Salah satu hal yang sangat memprihatinkan kita adalah terjadinya apa yang disebut kastanisasi sekolah. Jadi, sekolah-sekolah di Indonesia sudah ada kasta-kastanya,” ujar Muhadjir.
Dia mengatakan, kastanisasi sekolah itu menyebabkan munculnya sekolah-sekolah favorit yang berisi siswa-siswi pintar dan biasanya berasal dari keluarga kaya. Di sisi lain, juga muncul sekolah-sekolah berisi murid-murid yang pretasinya rendah dan berasal dari keluarga miskin.
”Sistem lama itulah yang membuat kita tidak mungkin melakukan pemerataan pendidikan yang berkualitas,” ujarnya.
Ia juga menyatakan, dengan memberlakukan sistem zonasi, pemerintah ingin memberikan kesempatan kepada anak-anak dari keluarga miskin untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
Dengan memberlakukan sistem zonasi, pemerintah ingin memberikan kesempatan kepada anak-anak dari keluarga miskin untuk mendapatkan pendidikan yang lebih baik.
”Prinsipnya, dengan sistem zonasi ini, kita ingin berpihak kepada mereka yang terpental, teralienasi, dan mengalami segregasi dari proses pendidikan yang dibikin negara,” katanya.
Tenaga kependidikan
Secara terpisah, Wakil Ketua Bidang Akademik Dewan Pendidikan Daerah Istimewa Yogyakarta Buchory mengatakan, penerapan sistem zonasi dalam PPDB memang bisa mendorong terjadinya pemerataan pendidikan yang berkualitas. Namun, Buchory mengingatkan agar pemerataan itu bisa tercapai, penerapan sistem zonasi harus diikuti dengan peningkatan kualitas tenaga kependidikan serta sarana dan prasarana di setiap sekolah.
Penerapan sistem zonasi harus diikuti dengan peningkatan kualitas tenaga kependidikan serta sarana dan prasarana di setiap sekolah.
Selain itu, Buchory juga menyebut, penerapan sistem zonasi harus memperhatikan sebaran penduduk dan sebaran sekolah yang ada. Hal ini agar penerapan sistem zonasi tidak menimbulkan persoalan baru.
Kepala SMA Kolese de Britto, Yogyakarta, Prih Adiartanto mengatakan, SMA Kolose de Britto kemungkinan tidak akan menerapkan sistem zonasi dalam PPDB. Hal ini karena selama ini banyak siswa SMA Kolese de Britto yang justru berasal dari Yogyakarta. Bahkan, meski secara administratif berada di Kabupaten Sleman, DIY, hanya sekitar 7 persen siswanya yang berasal dari Sleman.
”Jumlah siswa SMA Kolese de Britto tahun ini adalah 714 siswa yang berasal dari 95 kabupaten/kota di 23 provinsi di Indonesia. Hampir 43 persen dari siswa SMA Kolese de Britto berasal dari luar DIY,” ujar Prih.