MINAHASA UTARA, KOMPAS - Masyarakat adat Kinangkoan, Desa Kawangkoan, Kecamatan Kalawat, Minahasa Utara, Sulawesi Utara menyesalkan pemindahan puluhan kubur batu berumur ratusan tahun, waruga, situs budaya Minahasa. Pemindahan itu untuk pembangunan Waduk Kuwil.
Sejumlah orang menyesalkan pemindahan yang dinilai serampangan itu. “Waruga ini kebanggaan kami, tempat leluhur Minahasa bersemayam, kenapa dirusak,” ujar Michale Taroreh (54), warga adat Minahasa di tanah adat Kawangkoan, Rabu (25/7/2018).
Di lahan itu, puluhan kubur batu jaman megalitikum terpisah dari batu induknya, berikut benda dan tulang belulang yang diduga isi waruga. Michael dan sejumlah anak muda penyelamat situs budaya Minahasa menyusun batu-batu yang terpisah.
Kemarin, keping-keping menyerupai pecahan piring isi waruga berukuran 5-10 centimeter juga dikumpulkan untuk dimasukan dalam waruga kosong.
Masyarakat Minahasa sangat menghargai leluhur di dalam waruga.
“Kami terpanggil menyelamatkan situs ini tanpa dibayar. Siapa lagi yang memelihara waruga,” katanya. Belasan pemuda bekerja di sana.
Novi Ilat, Kepala Satuan Kerja Proyek Bendungan Kuwil dari Balai Sungai Sulawesi Utara mengatakan, 35 waruga di tanah adat Pinandean harus dipindahkan untuk kelanjutan pembangunan bendungan Kuwil senilai Rp 1,4 triliun atas biaya APBN.
Lokasi tanah adat Pinandean, ujar Ilat, ada dalam wilayah pembangunan waduk Kuwil. Pemindahan sempat tertunda setahun akibat pro kontra di masyarakat. Pelaksana pemindahan dilakukan Dinas Pariwisata Kabupaten Minahasa Utara.
“Kami hanya menyediakan fasilitas pengangkutan maupun alat berat. Yang memindahkan pemerintah kabupaten Minahasa utara melalui ritual adat Minahasa. Dari asalnya waruga telah rusak,” kata Ilat.
Tak terawat
Menurut Ilat sebelum memindahkan waruga, pihaknya mengambil gambar seluruh waruga yang akan dipindahkan. Kondisinya rusak tak terawat. Sejumlah waruga diangkat menggunakan alat berat disebabkan telah tertahan akar pohon.
Pemerhati sejarah Minahasa Bode Talumewo mengatakan, kerusakan waruga disebabkan pemindahan yang melibatkan alat berat. Di beberapa tempat di Minahasa, pemindahan waruga dilakukan masyarakat adat secara mapalus (gotong royong) dengan memikul. Proses pemindahan pun dilakukan hati-hati.
“Masyarakat Minahasa sangat menghargai leluhur di dalam waruga. Dotu (nenek moyang) dalam waruga ini yang menjaga tanah Minahasa dari intervensi orang luar,” katanya.
Di Minahasa ada lebih dari 1.000 lokasi waruga di sejumlah kabupaten, yakni Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Minahasa Induk, Kota Tomohon, dan Manado. Sebelum meninggal, orang-orang dulu membuat waruganya sendiri.