JAMBI, KOMPAS — Trauma masih dirasakan WA (15), korban pemerkosaan yang divonis hukuman 6 bulan penjara oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Jambi. Gadis remaja itu mendekam satu sel dengan ibu kandungnya yang juga ditahan karena membantu anaknya menggugurkan kandungan.
Kepala Bidang Pemberdayaan Perempuan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak Provinsi Jambi Rika Oktavia mengatakan, pihaknya mendapati korban dalam kondisi sehat fisik di Lembaga Pembinaan Khusus Anak Muara Bulian. Namun, masih tampak jelas trauma yang dirasakannya. Korban hampir selalu diam dan menunduk. ”Ia pun tampak menutup diri,” katanya, Jumat (27/7/2018).
Pihaknya mendorong pengacara untuk menyatakan banding atas putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Muara Bulian. ”Kami akan terus berjuang sampai korban benar-benar dibebaskan dari tuntutan hukum,” katanya.
Selama proses naik banding, pihaknya berupaya menyiapkan sejumlah bentuk perlindungan bagi korban, di antaranya pendampingan dan pemulihan dari trauma.
WA kini mendekam satu sel bersama ibunya. Sang ibu ikut ditahan karena membantu anaknya menggugurkan kandungan.
Kasus pemerkosaan terhadap WA terkuak setelah adanya temuan jasad bayi di sebuah kebun sawit di Desa Pulau, Kecamatan Muara Bulian, Kabupaten Batanghari, Juni 2018.
Abang kandungnya, AR (18), mengaku memerkosanya berulang kali. Perbuatan itu pun tak sepengetahuan ibunya. Belakangan WA dijerat undang-undang perlindungan anak karena aborsi. Di persidangan, ia divonis hukuman penjara 6 bulan. Sementara abangnya divonis 2 tahun karena memerkosa.
Listyo Arif Budiman dari Humas Pengadilan Negeri Muara Bulian mengatakan, dari sisi hukum, korban pemerkosaan dapat melakukan aborsi sampai dengan usia kandungan 40 hari. Lebih lama dari itu, kandungannya dianggap telah bernyawa bayi.
Adapun alasan penetapan vonis pidana bagi WA karena dirinya menggugurkan bayinya saat usia kandungan di atas 5 bulan. Atas perbuatannya, WA dinyatakan terbukti melanggar Undang-Undang Perlindungan Anak Pasal 77 a Ayat 1 dengan ancaman hukuman hingga 10 tahun. Namun, majelis hakim tidak mengenakan vonis maksimal kepadanya.