ORI: Perbaiki Sistem Zonasi Penerimaan Siswa Baru
Penerapan sistem zonasi memberi peluang terciptanya rasa keadilan di masyarakat. Namun, masih ada sejumlah masalah terkait koordinasi lintas instansi, juga ada penyimpangan.
JAKARTA, KOMPAS – Penerapan sistem zonasi sekolah selama dua tahun ini membuka fakta bahwa implementasi kebijakan ini tidak hanya mencakup urusan pendidikan. Keberhasilan sistem zonasi sekolah untuk mendekatkan layanan pendidikan kepada siswa juga butuh beragam perubahan yang memerlukan koordinasi lintas kementerian/lembaga.
Hal tersebut disampaikan Komisioner Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Ahmad Suaedy dan Ahmad Alamsyah Saragih dalam pertemuan ORI dengan kementerian Pendidikan dan kebudayaan serta Kementerian Agama soal Hasil Pantauan ORI Terhadap Pelaksanaan Ujian Nasional 2018 dan Pendaftaran Peserta Didik Baru 2018 di Jakarta, Kamis (26/7/2018). Hadir pula dalam pertemuan ini Sekretaris Jenderal Kemdikbud Didik Suhardi dan Direktur Jenderal Pendidikan Islam, Kementerian Agama, Kamaruddin Amin
Ahmad mengatakan, ORI menyambut baik semangat menerapkan zonasi sekolah karena mempermudah anak-anak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang lebih dekat dengan rumah tinggal mereka.
ORI menyambut baik semangat menerapkan zonasi sekolah karena mempermudah anak-anak untuk mendapatkan layanan pendidikan yang lebih dekat dengan rumah tinggal mereka.
"Namun, ada dua permasalahan penting yang harus dicermati yakni soal sinkronisasi aturan dan persebaran sekolah negeri yang tidak merata. Penyelesaiannya tidak cukup hanya dengan pendekatan pendidikan," ujar Ahmad.
Dia mengatakan, persebaran sekolah juga terkait dengan urusan kebijakan pembangunan dan tata ruang daerah. Sebab, ada daerah yang memiliki kebijakan pembangunan yang memusatkan suatu kawasan, termasuk kawasan pendidikan di suatu wilayah tertentu. Sementara zonasi menginginkan agar sekolah-sekolah tersebar ke daerah permukiman secara merata.
Faktanya, persebaran sekolah negeri tidak merata. Di suatu kecamatan dengan jumlah anak sekolah yang berkisar ribuan hingga belasan ribu, tidak tersedia satu pun sekolah negeri. Ini antara lain ditemukan di Kota Medan, Sumatera Utara, maupun di Jawa Timur dan Jawa Barat.
Pendataan anak usia sekolah juga penting, termasuk pula untuk memastikan jumlah anak usia sekolah dari keluarga miskin agar mereka terlayani pendidikannya di sekolah pemerintah.
Dari sisi sinkronisasi aturan, kata Alamsyah, ditemukan banyak daerah yang belum menyesuaikan aturan. Hal ini bukan semata-mata kesalahan pemda. Kemdikbud membuat Peraturan Mendikbud soal Penerimaan peserta Didik Baru (PPBD) dengan sistem zonasi sebulan sebelum PPDB sehingga daerah kebingungan. Karena itu, ORI meminta perbaikan soal penerbitan aturan oleh Kemdikbud, minimal empat bulan sebelum diterapkan.
ORI meminta perbaikan soal penerbitan aturan oleh Kemdikbud, minimal empat bulan sebelum diterapkan.
Temuan ORI, aturan zonasi tidak sepenuhnya diikuti. Tetap ada beragam jalur masuk yang tidak mengutamakan zonasi. Selain itu, ada intervensi dari pejabat dalam PPDB sehingga ada yang diistimewakan.
Tim koodinasi
Menurut Alamsyah, untuk menyukseskan zonasi sekolah ini perlu tim koordinasi lintas institusi yang solid. Cara kerjanya bisa meniru seperti Tim Lebaran dengan menetapkan target bersama. "Target bersama untuk PPDB zonasi pada 2019 bisa saja ditetapkan tidak lagi ada kekisruhan dalam implementasinya yang bisa mengorbankan anak-anak," ujar Alamsyah.
Kemendikbud, ujar Alamsyah, harus bisa melibatkan sejumlah pihak terkait. Kementerian Informasi dan Komunikasi perlu dilibatkan untuk mendukung penyiapan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi agar PPDB dari bisa berlangsung dengan baik, termasuk di daerah pelosok.
Demikian pula Kementerian Dalam Negeri punya peran penting untuk bisa membantu dalam mengakses data kependudukan dan mengkoordinasi pemerintah daerah untuk melaksanakan perbaikan dalam sistem zonasi di daerah, seperti pemenuhan standar pelayanan dalam pendidikan.
Keterlibatan Kementerian Sosial juga dibutuhkan untuk membantu verifikasi data masyarakat miskin sehingga pemalsuan surat keterangan tidak mampu bisa diantisipasi. Kementerian Perhubungan juga bisa diajak untuk membantu soal transportasi di daerah yang sulit untuk mendukung berjalannya pendidikan.
Didik menyambut baik masukan dari ORI untuk mendukung perbaikan dalam implementasi sistem zonasi sekolah. "Soal aturan yang terlambat, kami akan perbaiki. Untuk persiapan PPDB 2019 sudah harus disiapkan akhir tahun ini atau awal tahun depan. Pemda juga diminta untuk bisa memetakan daerahnya sehingga tahu jika ada kebutuhan spesifik yang harus diputuskan di tingkat daerah," kata Didik.
Sementara itu, Kamaruddin mengatakan pendidikan madrasah di bawah Kemenag tidak menerapkan zonasi. Sebab, jumlah madrasah negeri terbatas, berkisar lima persen. Sebagian besar yakni 95 persen dimiliki masyarakat.
"Kami berkomitmen untuk meningkatkan mutu agar kesenjangan mutu, utamanya di madrasah swasta bisa terus diperbaiki. Kami ingin menunjukkan pendidikan di madrasah pun mampu menghasilkan banyak prestasi seperti di sekolah umum," ujar Kamaruddin.