Pertanian Terpadu Tekan Penggunaan Pupuk Kimia
JAKARTA, KOMPAS — Pemakaian pupuk urea dalam waktu lama menyebabkan tanah pertanian tandus karena matinya mikroba pengurai unsur hara pada tanah. Teknik pertanian terpadu, yaitu dengan menerapkan varietas unggul baru dan pupuk hayati, dapat menekan penggunaan pupuk kimia lebih dari 50 persen.
Dalam seminar yang diadakan di Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan Kementerian Pertanian di Bogor, Jawa Barat, Kamis (26/7/2018), Ikhwani dari pusat riset ini memaparkan, penerapan pupuk hayati dengan formulasi mikroba tertentu dipadukan dengan varietas unggul baru padi gogo Inpago 10 dan budidaya jarak tanam ”largo super” dapat meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman.
Peningkatan hasil dan kualitas padi memerlukan unsur hara dalam jumlah banyak, di antaranya nitrogen (N), fosfat (P), kalium (K), dan belerang (S). Tanaman yang dipupuk urea berlebihan tumbuhnya subur, daunnya hijau, jumlah anakan banyak, tetapi jumlah malai sedikit, mudah roboh, dan pemasakan bulirnya lambat. Dalam waktu lama, pemberian pupuk kimia ini akan mematikan mikroba di tanah.
Karena itu, perlu diintroduksi pemberikan pupuk hayati yang telah memiliki formula mikroba tertentu di dalamnya. Pemberian pupuk hayati bio-trico antara lain dapat mengurangi 50 persen kebutuhan pupuk NPK (nitrogen, fosfor, dan kalium) atau pupuk urea dengan 5,33 ton gabah kering giling (GKG) per hektar. Jumlah ini tidak berbeda jauh dengan pemberian 100 persen NPK sebanyak 5,75 ton GKG per hektar. Hasil yang berimbang juga ditunjukkan pada uji coba pupuk hayati lainnya, yaitu Gliokompost 5,28 ton dan Agrofit 4,90 ton.
Ikhwani mengatakan, BIOPF adalah perpaduan fungisida hayati dan pupuk hayati yang efektif dapat mengendalikan penyakit. Pupuk ini berbahan aktif bakteri Pseudomonas fluorescens yang ditambah bakteri penambat N (Azotobacter sp dan Azosprillium) dapat digunakan untuk berbagai jenis tanaman sayuran dan buah. BIOPF tidak meninggalkan sisa-sisa racun, seperti kimia, karena terdiri atas mikroba hidup.
Adapun Gliocompost merupakan pupuk hayati yang didalamnya terdapat bakteri Azotobacter sp, Azospirillium sp, dan Bacillius sp. Selain itu, juga berfungsi sebagai biofungisida dekomposer di mana di dalamnya mengandung cendawan Gliocladium sp.
Padi gogo
Menurut Ikhwani, dengan teknik pertanian terpadu ini memungkinkan budidaya di lahan kering menggunakan padi gogo. Saat ini sumbangan produktivitas padi gogo terhadap produksi padi nasional baru mencapai 3,33 ton per hektar. Luas areal pertanian padi gogo masih relatif kecil dan sangat terbatas di berbagai pulau di Indonesia.
Sementara ini produksi padi nasional rata-rata selama lima tahun terakhir mencapai 74,992 juta ton dengan tingkat produktivitas padi sawah 5,45 ton per hektar. Inbrida (nonhibrida) padi gogo 10 yang dilepas tahun 2014 sebenarnya potensi hasilnya dapat mencapai 7,3 ton per hektar GKG dengan rata-rata hasil 4,0 ton per hektar. Umur tanaman 115 hari dan tahan penyakit blas dan agak toleran kekeringan.
Saat ini banyak kendala dihadapi petani dalam budidaya padi gogo di lahan kering, yaitu cekaman biotik ataupun abiotik. Cekaman abiotik yaitu kesuburan tanahnya rendah dan peka erosi, tingkat kemasaman tinggi, fiksasi fosfat tinggi dan miskin akan bahan organik, efisiensi serapan fosfor dari pupuk sangat rendah. Sementara cekaman biotik berupa penyakit blas akibat jamur patogen Pyricularia grisae hingga menurunkan produktivitas padi gogo mencapai 50 persen.
Pemanfaatan pupuk hayati yang sesuai dengan kondisi tanah, lingkungan dan tanaman selain merupakan alternatif yang murah untuk meningkatkan kesuburan tanah juga dapat meningkatkan efisiensi pemupukan dan produktivitas tanaman.
”Keunggulan pupuk hayati ditentukan oleh karakter unggul mikroba dan kecocokan dengan tanaman dan faktor tanah dan lingkungan,” ujar Ikhwani.
Sementara itu, pengembangan varietas baru padi yang efisien dalam mengonsumsi nitrogen dilakukan Angelita Puji Lestari dan timnya dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. Penelitian sejak tahun 2010 telah menghasilkan generasi ke-8 hasil persilangan padi lokal Gampai asal Sumatera Utara dan Progol dari Lampung dengan padi IR 77674.
Padi lokal tersebut dipilih karena dapat tumbuh dengan kondisi minim pupuk, marginal atau suboptimum. Produktivitasnya hanya berkisar 2 ton hingga 2,5 ton per hektar. Melalui persilangan dengan padi dari IRI Filipina itu dapat meningkat menjadi 4 ton.
”Varietas ini masih perlu pengembangan lebih lanjut hingga dua tahun lagi untuk melihat ketahanannya terhadap penyakit dan uji multilokasi,” papar Angelita.
Galur harapan padi efisien N ini mutu berasnya beragam yang dapat disesuaikan dengan kebutuhan konsumen. Pemilihan galur ini dipilih berdasarkan hasil yang lebih tinggi dibandingkan varietas Ciherang. Selain hasil yang lebih tinggi, galur-galur ini memiliki mutu beras yang baik.
Varietas baru padi ini, menurut dia, memiliki prospek pengembangan di sejumlah lokasi. Karena kondisi lahan kurang nitrogen umum terjadi di semua daerah akibat volatilisasi, denitrifikasi, waktu pemberian dan penempatan pupuk yang salah. Praktik pertanian selama ini menyebabkan pencucian unsur nitrogen pada tanah akibat aliran permukaan, dan diserap oleh tanaman, atau terangkut oleh hasil panen. Unsur N yang hilang berkisar 32-114 kilogram per hektar.
Sebagian besar pupuk N yang menguap ke atmosfer atau tercuci ke air tanah, danau, dan sungai menyebabkan polusi yang semakin parah pada lingkungan. Selain itu, keterbatasan petani, kelangkaan atau kenaikan harga pupuk N anorganik menyebabkan petani bermodal rendah tidak dapat memenuhi kebutuhan pupuk sehingga pupuk yang diberikan tidak cukup bagi pertumbuhan tanaman yang menyebabkan turunnya hasil gabah.
Penggunaan pupuk N di dunia telah meningkat tujuh kali lipat dalam empat dekade terakhir. Penggunaan yang berlebihan tersebut ditujukan untuk meningkatkan hasil. Namun, dampaknya sangat merugikan lingkungan dan berbahaya bagi kesehatan makhluk hidup jika pupuk tersebut larut dan terbawa air sungai.
”Karena itu, dibutuhkan varietas padi yang efisien dalam menggunakan N agar tidak lagi diperlukan pemberian pupuk N berlebih,” kata Angelita.