JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah petani tebu khawatir harga jual gula kian menjauhi biaya produksi akibat adanya kelebihan suplai di pasar. Oleh karena itu, adanya neraca gula secara menyeluruh dan transparansi dibutuhkan.
Sepanjang 2016-2018, rata-rata produksi gula petani berkontribusi 1,1-1,2 juta ton per tahun dari produksi total 2,1-2,3 juta. Sementara Andalan Petani Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) memperkirakan kebutuhan gula konsumsi 2,7-2,8 juta ton per tahun.
Akan tetapi, Sekretaris Jenderal Andalan Petani Tebu Republik Indonesia (APTRI) M Nur Khabsyin mencatat ada kelebihan suplai gula 3,7 juta ton pada 2018, 2,7 juta ton pada 2017, dan 2 juta ton pada 2016. Akibatnya, suplai gula berlebih di pasar dan harga beli gula petani semakin menurun.
Pada 2016, Nur mengatakan, petani tebu dapat menjual gula Rp 11.500 per kilogram kepada pedagang. Namun, pada 2017 harganya menjadi Rp 9.700 per kg dan pada 2018 diprediksi menjadi Rp 9.400 per kg. ”Padahal, produksi kami stabil dari tahun ke tahun. Harga yang jatuh membuat kami merugi karena selisih dengan biaya produksinya semakin tinggi, yakni Rp 1.500- Rp 2.000 per kg,” tuturnya di Jakarta, Jumat (27/7/2018).
Dalam audiensi antara APTRI dan Ombudsman RI, Wakil Ketua Ombudsman RI Lely Pelitasari Soebekty menilai, saat ini terjadi kelebihan suplai gula tebu di pasar. Kelebihan ini dampak dari tidak adanya neraca gula yang seragam dan transparan.
Gula yang berada di pasar nasional terdiri atas gula konsumsi dan gula industri. Gula konsumsi dapat berasal dari petani ataupun impor gula kristal putih.
Gula industri cenderung didapatkan dari impor gula mentah (raw sugar) dan gula rafinasi. ”Pemerintah seharusnya menunjuk otoritas yang memublikasikan neraca berisi data impor, produksi, dan penggunaan keempat jenis gula tersebut agar kebijakan gula tepat sasaran," kata Lely.
Menanggapi laporan kelebihan suplai dari APTRI, anggota Ombudsman RI Bidang Pangan, Ahmad Alamsyah Saragih, mengatakan, pihaknya akan mengkaji dampak dan latar belakang kebijakan-kebijakan gula yang ada. Kajian ini dilaksanakan secara paralel dengan pemantauan saran Ombudsman RI tentang kebijakan lelang impor gula rafinasi kepada Kementerian Perdagangan.
Selain kelebihan suplai, Ketua Umum APTRI Soemitro Samadikoen juga meminta lelang gula konsumsi dikembalikan. Menurut dia, harga gula harus diserahkan pada mekanisme pasar agar lebih adil dan mengikuti dinamika harga pada umumnya.