Menebak Teka-teki, Siapa Cawapres Jokowi?
Pendaftaran calon presiden dan wakil presiden bakal dibuka 4 Agustus 2018. Namun, hingga satu pekan menjelang pendaftaran, masih belum dipastikan siapa saja yang bakal bertarung pada Pemilu 2019. Bahkan, sosok cawapres yang bakal mendampingi Joko Widodo—yang bakal maju sebagai capres untuk periode kedua—juga masih menjadi teka-teki.
Teka-teki itu kini menjadi salah satu obrolan paling hangat di panggung politik nasional. Tiada hari tanpa pemberitaan seputar ini. Nama-nama sejumlah tokoh beredar. Kegiatan-kegiatan pertemuan di antara mereka dan partai politik disorot. Hanya saja, semuanya masih berujung pada spekulasi.
Obrolan itu juga berlangsung di media sosial. Twitter, Instagram, dan Facebook dipenuhi perbincangan warga internet (warganet) soal siapa saja sosok-sosok yang berpeluang menjadi pasangan Jokowi dalam Pemilu Presiden 2019. Berbagai tebakan dan analisis berseliweran, ditanggapi, dimentahkan, atau dibenturkan satu sama lain.
Berdasarkan penelurusan Departemen Media Sosial Harian Kompas di Twitter, ada ribuan tweet terkait dengan isu cawapres Jokowi setiap hari. Obrolan itu cukup merata di wilayah Indonesia, mulai dari Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Banten, Papua, Sulawesi Selatan, sampai Riau.
Siapa saja nama yang beredar itu? Ada banyak nama yang disebut-sebut, tetapi kemudian mengerucut pada beberapa tokoh. Nama-nama itu semakin terang setelah Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP) M Romahurmuziy membocorkan 10 nama yang dikantongi Jokowi. Bocoran nama-nama itu diungkapkan akun @MRomahurmuziy di Twitter, 17 Juli 2018.
”Insyaallah tidak akan keluar dari 10 nama ini. KH. Ma\'ruf Amin, @ChairulTanjung1, Sri Mulyani, @cakimiNOW @MRomahurmuziy @Dr_Moeldoko @OpiniDin @airlangga_hrt @mohmahfudmd @susipudjiastuti #CawapresJokowi”, cuitnya sambil menyertakan gambar 10 sosok yang disebutnya, termasuk dirinya sendiri.
Tentu saja, di luar daftar 10 tokoh itu, masih ada beberapa nama lain yang kerap dikaitkan sebagai cawapres Jokowi di jagat media sosial. Sebut saja, antara lain, TGB Zainul Majdi dan Agus Harimurti Yudhoyono.
Bagaimana peluang mereka untuk mendampingi Jokowi untuk bertarung pada Pemilu Presiden 2019? Coba kita jajaki beberapa kemungkinannya.
Mahfud MD
Mahfud MD sangat santer dibicarakan. Tokoh ini dianggap cocok, bahkan dianggap berpeluang besar mendampingi Jokowi. Simak saja cuitan peneliti politik senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Syamsuddin Haris, di akun Twitter-nya, @sy_haris, Selasa (10/8/2018).
”Feeling saya cawapres nonparpol yg potensial dipilih sebagai pendamping Jokowi adalah Prof @mohmahfudmd dan Sri Mulyani Indrawati. Kenapa? Menurut saya dua orang figur tsb masing2 memiliki kompetensi di bidangnya, relatif bersih, serta memiliki integritas dan rekam jejak yg baik”.
Cuitan itu selaras dengan catatan Sekretaris Jenderal Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Raja Juli Antoni. Katanya, ”Pak Mahfud Salah Seorang Cawapres Pak Jokowi yang Paling Potensial”.
Kenapa Mahfud potensial? Dia sosok yang berpengalaman dalam pemerintahan: pernah menjadi anggota DPR, menteri pertahanan era Presiden KH Abdurrahman Wahid, ketua Mahkamah Konstitusi, dan saat ini juga dipercaya menjadi anggota Dewan Pengarah Badan Pembinaan Ideologi Pancasila.
Politisi berlatar belakang Nahdlatul Ulama (NU) itu juga dinilai memiliki jaringan kuat di kalangan Nahdliyin. Modal ini diperlukan untuk menangkal serangan kelompok-kelompok yang tak henti menyudutkan Jokowi dengan cap anti-Islam. Terlebih lagi, Mahfud juga fasih menjelaskan gagasan Islam yang moderat, menerima Negara Kesatuan Republik Indonesia, demokrasi, dan Pancasila.
Namun, ada juga tantangannya. Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) tampak belum rela begitu saja menyerahkan peluang cawapres kepada Mahfud. Soalnya, partai kaum Nahdliyin ini jauh-jauh hari sudah menggadang-gadang Ketua Umum PKB A Muhaimin Iskandar untuk ditawarkan ke posisi itu. Catatan lain, Mahfud pernah menjadi ketua tim kampanye nasional pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa pada Pilpres 2014, melawan Jokowi-Jusuf Kalla.
Chairul Tanjung
Nama lain, Chairul Tanjung. Meski tak terlalu heboh, pengusaha ini juga kian muncul dalam obrolan. Chairul sukses membangun grup bisnisnya, termasuk industri media online dan televisi. Dia juga berpengalaman dalam birokrasi dengan menjadi menteri koordinator perekonomian di Kabinet Indonesia Bersatu II tahun 2014 di bawah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Jaringannya luas dan hubungannya baik dengan berbagai kalangan, termasuk kelompok Islam. Ketika partai-partai koalisi pendukung Jokowi mendesakkan nama ketua umum masing-masing, Chairul Tanjung bisa menjadi semacam jalan tengah.
Mohammad Guntur Romli, aktivis Partai Solidaritas Indonesia, jauh-jauh hari menyingung Chairul Tanjung meski dengan nada bertanya. ”Nama Chairul Tanjung mulai disebut-sebut sebagai cawapres Jokowi, bagaimana membacanya?” catatnya lewat akun @GunRomli di Twitter.
Bahkan, ada warga internet yang demikian yakin bahwa Chairul Tanjung yang bakal dipilih Jokowi sebagai cawapresnya sehingga berani taruhan. ”Taruhan yuk, cawapresnya Jokowi pasti Chairul Tanjung”, kata akun @rizkiramdan di Twitter.
TGB Zainul Majdi
Tuan Guru Bajang (TGB) Zainul Majdi juga patut dipertimbangkan. Gubernur Nusa Tenggara Barat itu kian santer diusung sebagai cawapres Jokowi, terutama setelah menyatakan secara terbuka bahwa Jokowi patut diberi kesempatan untuk menjadi presiden dua periode. Ini ulama yang disegani dan berakar kuat di Indonesia timur, khususnya jaringan Nahdlatul Wathan. Jika menjadi pendamping Jokowi, dia berpotensi memberikan nilai tambah yang lumayan.
”Dri bahasa bu mega ini cawapresnya dri indonesia bgian timur....brarti bisa jdi @tgbID .... Allahumma Amin....” cuit akun @AndiHabibi.
Hanya saja, selama ini, TGB lebih populer di kalangan kelompok oposisi terhadap pemerintah. Alih-alih bisa mendorong mereka mengalihkan dukungan kepada Jokowi, begitu melontarkan dukungan kepada presiden, dia serta-merta digugat, dikritik, bahkan tampak ”dipinggirkan” oleh sebagian pendukung oposisi. Terlebih lagi, dia juga pernah menjadi ketua tim pemenangan Prabowo-Hatta pada Pilpres 2014. Dia juga pernah aktif sebagai anggota Majelis Tinggi Partai Demokrat (yang tengah menawarkan Agus Harimurti Yudhoyono sebagai cawapres). Belakangan, gubernur itu memilih mundur dari posisi di partai tersebut.
KH Ma’ruf Amin
Nama KH Ma’ruf Amin tiba-tiba mencuat akhir-akhir ini. Karakternya cenderung diterima semua kalangan. Sebagai Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan Rais \'Aam Pengurus Besar NU saat ini, dia memiliki akar kokoh di dunia santri dan organisasi-organisasi Islam. Jangan juga sepelekan kemampuan politiknya karena dia pernah menjadi anggota DPR dan anggota Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres). Bagi kalangan nasionalis, kiai ini juga dihargai karena pandangannya yang moderat, menerima NKRI dan Pancasila, dan mendorong praktik Islam yang selaras dengan demokrasi.
Partai-partai koalisi pendukung Jokowi tampak tidak berkeberatan dengan Ma\'ruf. Saat ini, dia bukanlah orang partai, melainkan salah satu ulama yang disegani, termasuk di mata kelompok-kelompok yang selama ini kontra terhadap Jokowi. Apalagi, sebagaimana diberitakan beberapa media, Ma’ruf menyatakan, jika dibutuhkan, dia bersedia untuk mengabdi kepada bangsa dan negara.
Jusuf Kalla
Jusuf Kalla tentu tak bisa dikesampingkan, bahkan selalu disebut dalam jajaran yang berpeluang menjadi cawapres Jokowi. Selain sekarang masih berduet dengan Jokowi memimpin negeri, sosok ini berpotensi mengulang sukses Pilpres 2014 untuk 2019. Dia memenuhi hampir semua syarat, bahkan sosoknya kian relevan untuk menjawab tantangan kompetisi politik terkini. Jusuf Kalla berpengalaman, sudah dua kali menjadi wapres, berjejaring kukuh ke Partai Golkar, punya modal finansial besar, dan berhubungan kuat dengan kelompok-kelompok Islam.
Hanya saja, pencalonan Jusuf Kalla sebagai cawapres terkendala konstitusi. Dia sudah dua kali menjadi wakil presiden, yaitu untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (2004-2009) dan Jokowi (2014-2019). Padahal, Pasal 7 Undang-Undang Dasar 1945 menyebutkan, ”Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan”.
Partai Perindo lantas mengajukan uji materi (judicial review) atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Kalla kemudian mengajukan diri sebagai pihak terkait dalam uji materi itu. Jadi, peluang Kalla dapat terwujud jika pengajuan atas aturan itu di MK dikabulkan.
Namun, keterlibatan Kalla sebagai pihak terkait dalam uji materi itu memicu pro dan kontra. Sebagian kalangan mempertanyakan motif sesungguhnya di balik langkah tersebut, apakah demi mengabdi kepada bangsa atau menuruti hasrat kekuasaan saja?
”Mbok Sabar”
Sebenarnya siapa yang diinginkan Jokowi menjadi cawapresnya? Hingga kini, jawabnya masih samar. Presiden hanya memberikan penanda bahwa dia sudah mengantongi beberapa nama. Itu pun, saat didesak, dia malah bilang, kantongnya ada beberapa.
Di media sosial, bahkan sempat beredar guyonan bahwa cawapres Jokowi nanti seorang perempuan, yaitu \'Mbok Sabar\'. Kok bisa? Ya, karena Jokowi sempat meminta wartawan untuk bersabar (\'mbok sabar\') saat didesak mengutarakan siapa sebenarnya cawapres pilihannya.
Meski masih diliputi misteri, cawapres Jokowi kian mengerucut hanya pada beberapa nama. Setidaknya itu tersirat dari hasil pertemuan presiden dengan enam ketua umum partai politik pendukungnya di Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Senin (23/7/2018) malam. Mereka ialah Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Megawati Soekarnoputri, Ketua Umum Partai Nasdem Surya Paloh, Ketua Umum Partai Golkar Airlangga Hartarto, Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Romahurmuziy, Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa Muhaimin Iskandar, dan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang.
”Koalisi menyepakati secara bulat satu nama cawapres warga terbaik Indonesia untuk mendampingi Jokowi,” kata Ketua Umum PPP Romahurmuziy, Selasa pagi (Kompas, 24 Juli 2018).
Baca: Cawapres Jokowi Disepakati
Kembali ke teori lama, politik sejatinya adalah seni mengolah berbagai kemungkinan. Karena itu, berbagai peluang masih terbuka. Berkaca pada pengalaman pemilu-pemilu presiden sebelumnya, parta-partai lazim mendaftarkan pasangan capres-cawapres menjelang akhir masa pendaftaran alias injury time. Jadi, kita tunggu saja.
(BONDAN WIBISONO)