Pelintasan Sebidang di Tanjung Priok Rawan Timbulkan Kecelakaan
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah menutup 14 pelintasan sebidang di sejumlah wilayah di Jakarta. Namun, masih ada pelintasan sebidang yang masih dibiarkan terbuka dan berbagai pelanggaran terjadi. Salah satunya pelintasan sebidang di kawasan Stasiun Tanjung Priok, Jakarta Utara.
Sesuai pengamatan Kompas, masih banyak pengendara yang menerobos palang kereta api hingga munculnya permukiman di ruang jalur kereta api. Hal itu menimbulkan potensi bahaya di sekitar pelintasan sebidang. Sejumlah pengendara sepeda motor dan mobil buru-buru mengemudikan kendaraan melewati pelintasan sebidang saat sirine berbunyi, Sabtu (28/7/2018). Saat palang kereta perlahan menutup, sejumlah pengendara sepeda motor nekat menerobos palang sebelum kereta melintas.
Menurut Penjaga Jalan Lintasan (PJL) 11E, Rusli (37), pelanggaran seperti itu sudah biasa terjadi. Para pengendara dinilai tidak sabar menunggu hingga palang kembali dibuka. Oleh sebab itu, banyak pengendara yang menerobos palang kereta. Bahkan, di PJL 11F sejumlah pengendara motor mengangkat palang yang sudah menutup untuk melintas.
”Biasanya mereka tidak sabar menunggu kereta lewat. Saat kereta melintas, palang ditutup sekitar lima menit. Saat palang ditutup, saya sering diomeli orang-orang karena menunggu lama,” kata Rusli.
Berdasarkan pengamatan Kompas, hanya ada satu penjaga yang bertugas di setiap pos. Setelah palang ditutup, petugas harus berjaga di depan palang dengan bendera merah untuk mencegah pengendara menerobos. Petugas juga mengecek kereta yang perlu perhatian khusus, seperti kereta yang membawa rangkaian rusak dan harus ditangani.
Rusli mengatakan, palang kereta baru diadakan sekitar dua tahun lalu. Sebelum palang itu ada, ia harus menjaga pelintasan sebidang dengan berdiri di pinggir rel dan memberhentikan kendaraan dengan bendera merah. Dengan seorang petugas di setiap pos, potensi bahaya masih ada.
Menurut data yang dikutip dari laman resmi Kementerian Perhubungan, terdapat 4.302 pelintasan sebidang di Pulau Jawa. Sebanyak 969 pelintasan merupakan pelintasan sebidang dijaga, 2.923 pelintasan sebidang tidak dijaga, dan 410 pelintasan sebidang yang merupakan pelintasan liar.
Sejumlah kecelakaan pernah terjadi di kawasan pelintasan sebidang Tanjung Priok. Menurut Rusli, sempat terjadi kecelakaan antara pengendara motor dan kereta api tak jauh dari pos yang ia jaga, Rabu (25/7/2018). Tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan itu. Selain itu, pada 2000 seorang anak laki-laki dilaporkan pernah menjadi korban di pelintasan sebidang Tanjung Priok saat kereta sedang menyortir rangkaian yang rusak.
Hal senada dikatakan warga sekitar pelintasan sebidang Tanjung Priok, Nur Adi (27). Nur memiliki kios telepon seluler yang menghadap langsung ke pelintasan itu. Ia mengatakan, kecelakaan antara mobil dan kereta sudah sering ia saksikan sejak 2005.
”Dulu sering sekali ada kecelakaan di sini. Pada 2012, kios saya bahkan pernah ditabrak saat ada kecelakaan antara truk dan kereta,” kata Nur.
Potensi bahaya juga terjadi di sekitar rel kereta yang dibangun permukiman. Hanya ada jarak sekitar 1,5 meter antara rel kereta api dan permukiman yang sebagian besar berupa bangunan semipermanen. Padahal, menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian, lebar minimal ruang milik jalur kereta api adalah enam meter, sedangkan lebar minimal ruang pengawasan jalur kereta api adalah sembilan meter.
Kepala Stasiun Tanjung Priok Erwin Andriadi mengatakan, pengawasan dan pengamanan di pelintasan sebidang KA sudah sesuai prosedur. Para petugas juga dibekali pelatihan untuk mengamankan palang. Selain itu, tindakan preventif terhadap kecelakaan juga dilakukan, salah satunya dengan pemberitahuan mengenai jadwal keberangkatan dan kedatangan kereta.
”Secara perhitungan, jumlah penjaga sudah sesuai. Masing-masing pos ada satu penjaga dengan jam kerja delapan jam. Jadi, ada tiga shift dalam satu hari,” kata Erwin.
Erwin menambahkan, pelintasan sebidang idealnya tidak dibuat. Hal ini mengacu pada UU Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian. Idealnya, dibangun underpass atau flyover untuk mengantisipasi dibangunnya pelintasan sebidang.
”Sudah ada titik yang membuat underpass untuk jalur lalu lintas umum. Titik itu ada di jalur antara Stasiun Kemayoran dan Stasiun Pasar Senen,” kata Erwin. (SEKAR GANDHAWANGI)