Petani Melawan Kekeringan, Pemerintah Yakin Produksi Padi Aman
INDRAMAYU, KOMPAS - Sentra-sentra pangan nasional didera kekeringan dan gagal panen. Meskipun begitu, Kementerian Pertanian yakin bahwa produksi pangan akan aman. Luas kekeringan diprediksi tidak lebih dari 100.000 hektar, jauh lebih kecil dibanding luas tanam yang disebut 8 juta hektar.
Di Kabupaten Indramayu, sentra pangan Jawa Barat, petani menyelesaikan sendiri masalah kekeringan. Mereka mengeluarkan biaya demi air, berkompetisi menyedot air tersisa, hingga putar otak mencari sumber penghasilan lain saat sawahnya puso.
Kondisi itu setiap kemarau tiba. Hingga Jumat (27/7/2018), sedikitnya 2.000 hektar sawah di Kecamatan Kandanghaur dan Kecamatan Losarang puso, dari total 116.000 hektar di Kabupaten Indramayu.
Produksi beras Juli-Desember 2018 mencapai 20,68 juta ton. Adapun kebutuhan beras nasional selama kurun itu ditaksir 15 juta ton.
Gagal panen akibat kekeringan terpantau antara lain di Desa Karangmulya dan Warikanan di Kandanghaur serta Desa Losarang, Ranjeng, dan Muntur di Kecamatan Losarang. Sebagian besar sawah menganggur.
“Dari 7.000 meter persegi, mungkin hanya selamat 1.400 meter persegi. Itupun kalau air lancar 20 hari ke depan. Selebihnya, puso,” ujar Wardilah (55), petani di Karangmulya.
Tanaman padi berusia 60-75 hari, kering kecoklatan. Bulir padi kehitaman bahkan putih dan hampa. Tanah retak dan terbelah. Ketika diangkat, akar padi tak lagi menyatu dengan tanah. Jaringan irigasi dangkal mengering, menyisakan banyak sampah plastik.
Upaya dilakukan petani untuk bertahan. Mesin pompa petani berlomba menyedot air yang tak seberapa. Petani mengais tanah agar air tetap mengalir.
Setiap hari, Wardilah mengeluarkan Rp 70.000 untuk membeli bahan bakar solar agar mesin pompanya aktif. Itu belum termasuk biaya tanam dan pengolahan lahan hingga Rp 4 juta.
Di Losarang, petani juga membeli air dalam jeriken untuk sawah. “Setiap hari beli 10 jeriken air seharga Rp 25.000. Kalau tidak begini, pasti gagal panen semua,” ujar Abdul Hanan (52), yang memikul jeriken ke sawah 200 meter. Lahannya 1,4 ha.
Wakil Ketua Bidang Pengadaan Sarana dan Prasarana Kontak Tani Nelayan Andalan Indramayu Waryono mengatakan, 1.000 ha sawah di Kandanghaur dipastikan puso. “Itu bisa bertambah,” ujar Waryono yang juga petani di Kandanghaur.
Data Unit Pelayanan Teknis Daerah Badan Penyuluh Pertanian Losarang, dari 4.651 ha sawah, 2.393 ha belum terairi sepekan terakhir. Losarang dan Kandanghaur daerah yang dapatkan pasokan air terakhir dari Saluran Induk (SI) Cipelang.
Dengan lahan 116.000 ha, Indramayu mampu menghasilkan hingga 1,7 juta ton GKG per tahun. Bahkan, Jabar menjadi penyumbang 17 persen kebutuhan beras nasional. Dengan 2.000 Ha sawah yang puso, maka Indramayu kehilangan 12.000 ton GKG jika produksi rata-rata 6 ton GKG per ha.
Sekretaris Dinas Pertanian Indramayu Takmid menampik anggapan itu. Dia mengatakan sudah menyiapkan langkah antisipasi seperti berkoordinasi dengan Balai Besar Wilayah Sungai Cimanuk-Cisanggarung untuk menyalurkan air ke sentra pertanian. “Ada lahan yang puso tapi jumlahnya tidak mencapai ribuan hektar,” ujarnya.
Di Jawa Tengah, tanaman padi seluas 2.185 ha juga terdampak kekeringan. Dari luasan itu, 164 ha gagal panen, dan lebih dari 2.000 ha lainnya mengalami penurunan produktivitas.
Kekeringan merata di semua areal tanaman padi di seluruh Jateng. Areal terdampak kemarau paling luas, lebih dari 100 ha, ada di Kabupaten Purworejo.
Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo mengatakan, kekeringan rutin setiap kemarau dan tidak mungkin dihindari. “Akibat pengaruh cuaca, kekeringan pada tanaman menjadi sesuatu yang tidak bisa diantisipasi atau dicegah,” ujarnya di sela-sela Gelar Promosi Agribisnis Soropadan di Terminal Agribisnis Soropadan di Kabupaten Temanggung.
Adapun Kepala Balai Perlindungan Tanaman Pangan, Hortikultura, dan Perkebunan Jawa Tengah Catur Wahyudi mengatakan, kondisi musim kemarau seperti sekarang, memang menjadi masa yang sulit bagi petani untuk melakukan aktivitas tanam. “Pada Juli ini, seluas 150 hektar tanaman palawija yaitu jagung dan kedelai, juga mengalami kekeringan dan mengalami penurunan produksi 15-20 persen,” katanya.
Oleh karena tidak bisa membantu untuk mengantisipasi, lanjut Catur, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah biasanya akan memberikan ganti rugi dengan memberi bantuan benih pada petani yang gagal panen. Bantuan benih padi yang akan diberikan di musim penghujan itu biasanya berkisar 20-25 kilogram per hektar.
Kepala Dinas Pertanian dan Perkebunan Jawa Tengah, Yuni Astuti, mengatakan, dampak berupa kekeringan dan gagal panen, seringkali juga terjadi karena petani kerap memaksakan diri untuk menanami lahannya.
Klaim aman
Di Jakarta, Kementerian Pertanian mengklaim produksi padi tahun ini aman. Sekretaris Jenderal Kementan Syukur Iwantoro mengatakan, pihaknya mengirim tim khusus mengatasi potensi gagal panen.
"Tim mengecek sawah dan menentukan saluran air yang dapat dimanfaatkan," ujarnya.
Badan Ketahanan Pangan (BKP) memperkirakan, produksi beras Juli-Desember 2018 mencapai 20,68 juta ton. Adapun kebutuhan beras nasional selama kurun itu ditaksir 15 juta ton. Artinya, surplus 5,68 juta ton.
Kepala BKP Agung Hendriadi menambahkan, luas persawahan terdampak kekeringan sekitar 50.000 ha dan diperkirakan kurang dari 100.000 ha. Adapun luas tanam saat ini 8 juta hektar. Namun demikian, pemerintah berupaya mengatasi dampak kekeringan.
Di Indramayu sejumlah petani sudah dilada kekeringan. “Pemerintah pusat dan daerah terlambat mengantisipasi kekeringan air. Kami sudah laporkan gejala kekeringan sejak bulan lalu,” ujar Waryono, petani Kandanghaur. Tahun 2015, Indramayu mengalami puso hingga 17.094 ha (Kompas, 19/9/2015).