Data Otopsi yang Menguak Kebrutalan Pilot Belanda
Hari Bakti TNI AU diperingati untuk mengenang serangan para kadet penerbang Indonesia ke Salatiga, Ambarawa, dan Semarang serta pengorbanan Adi Sucipto, Abdulrahman Saleh, Adi Sumarmo dan kawan-kawan yang gugur dalam pesawat misi kemanusiaan yang ditembak Belanda pada hari Selasa tanggal 29 Juli 1947. Penembakan pesawat Dakota beregistrasi VT–CLA yang ditumpangi Agustinus Adi Sucipto dan kawan-kawan menimbulkan kemarahan publik internasional.
Pemerintah Australia yang kehilangan warganya, yakni pilot Dakota VT-CLA, Noel Constantine, membuat laporan kasus dan data otopsi yang menggambarkan menit-menit terakhir pesawat Dakota yang mengangkut bantuan Palang Merah Malaya menjelang Selasa petang tanggal 29 Juli 1947.
Kompas beberapa waktu lalu mendapat salinan data yang diberikan Ketua Bagian Pendidikan Asosiasi Persahabatan Indonesia – New South Wales, Michael Kramer. Dalam berkas-berkas dokumen itu terungkap Kementerian Luar Negeri Australia membuat laporan menyeluruh tanggal 8 September 1947 bernomor IC. 47/113/52
Surat tersebut dibuka dengan perkataan:
Tuan Yang Terhormat,
Saya membalas surat anda tanggal 27 Agustus 1947 tentang meninggalnya Komandan Wing A.N, Constantine.
Saya melampirkan informasi berisi keterangan resmi tentang fakta-fakta seputar hancurnya pesawat terbang (VT–CLA) yang dipiloti dia, sejauh diketahui kantor kami hingga saat ini. Keterangan ini disiapkan berdasar laporan tertulis dan kawat telegram yang diterima kantor Kemlu melalui perwakilan di Singapura, dan Malaya. Saya menggarisbawahi, bahwa belum ada catatan resmi mengenai insiden ini datang dari sumber-sumber Belanda.
Saya juga menyertakan laporan medis (otopsi) kondisi tubuh Komandan Wing Constantine dan istrinya yang dilakukan tiga dokter Indonesia.
Laporan kantor berita Reuters tentang pemakaman para korban menyatakan, atas permintaan Konsul Jenderal Inggris di Batavia, para korban dari Inggris dimakamkan di Yogyakarta dengan tata cara kristiani, karena tidak dimungkinkan mengangkut jenazah mereka ke Batavia.
Saya melampirkan transkrip dari laporan yang ditayangkan Letnan Kolonel Ratcliffe atas kejadian itu (penembakan VT–CLA).
Saya sudah mengirimkan telegram kepada perwakilan kita di Batavia dan Singapura sehubungan permintaan-permintaan Anda dan mengingatkan Letnan Kolonel Ratcliffe dan secara umum meminta pandangan mereka cara terbaik untuk membantu Anda. Saya akan terus menginformasikan hasil dari penyelidikan-penyelidikan yang dilakukan. Saya juga mengingatkan Anda, komunikasi dengan Yogjakarta saat ini sulit dilakukan.
Kementerian belum memutuskan apakah tuntutan akan diajukan kepada Pemerintah Belanda. Kami sudah meminta Perwakilan Diplomatik Belanda (di Canberra) laporan terkait peristiwa tersebut, keputusan belum diambil hingga keterangan resmi didapat dari mereka.
Hormat Kami
Menteri Luar Negeri
Otopsi di Jogjakarta
Dalam dokumen tersebut juga terungkap, laporan otopsi tim medis terhadap para korban Dakota VT–CLA disampaikan oleh Profesor Patologi dan Kedokteran Forensik Universitas Indonesia di Jakarta, Soetomo Tjokronegoro; Perwira Medis Angkatan Udara Indonesia (AURI), Soehardi Hardjoloekito yang pernah menjadi asisten pengajar Patologi dan Kedokteran Forensik UI (namanya kini diabadikan menjadi nama Rumah Sakit TNI AU di Lanud Adi Sucipto, Yogyakarta), dan juru bedah Rumah Sakit Pusat Yogyakarta (kini RSUP Dr Sardjito) J.O. Picauly.
Laporan tersebut berisi keterangan bahwa pada hari Selasa tanggal 29 Juli 1947, pukul 21.30 – 22.30 waktu setempat, tim medis mengadakan pemeriksaan luka pada delapan jenazah dengan identitas sebagai berikut: Alexander Noel Constantine, Beryl Constantine, Roy H Hazlehurst, Bidaram, Dokter Abdulrachman Saleh, Adisoetjipto Roewidodarmo, Adisoemarmo Wirjokoesoemo, dan Zainoel Arifin.
Sebanyak delapan orang tersebut tewas pada tanggal 29 Juli 1947 pukul 18.00 ketika pesawat angkut Dakota yang mereka tumpangi dari Singapura, ditembak oleh sepasang pesawat pemburu Belanda dan jatuh di dekat Yogyakarta. Belakangan diketahui dua pesawat tersebut adalah Curtis P-40 Kittyhawk, pesawat tempur andalan Angkatan Udara Belanda waktu itu.
Hasil dari pemeriksaan jenazah secara umum, para awak dan penumpang pesawat Dakota VT–CLA ditemukan dalam keadaan menyedihkan karena luka sobek, luka tembakan, luka bakar, dan sebagian besar luka patah tulang hingga rongga dada hancur.
Data otopsi yang dijadikan laporan bersama pihak Indonesia dan Australia tersebut membuat Belanda tersudut. Semula Belanda sempat mengelak telah menembak pesawat tersebut dan mengaku hanya melepaskan tembakan peringatan. Namun hasil otopsi ini dan keterangan sejumlah saksi membuktikan bahwa pilot-pilot AU Belanda waktu itu dengan sengaja melepas tembakan ke Dakota VT-CLA.
Kelak di kemudian hari, Belanda memberikan ganti rugi kepada pemilik pesawat, yakni Biju Patnaik.
Catatan koresponden perang
Selanjutnya laporan resmi Letnan Kolonel Ratcliffe sebagai wartawan perang sekaligus perwakilan militer Australia yang bertugas di Yogyakarta saat itu menyatakan:
Pada sekitar pukul 17.30 saya mendengar sirene serangan udara dan bergegas keluar ruangan untuk melihat apa yang terjadi. Saya tidak memahami ketika melihat ada Dakota mendekat dari arah barat Jogjakarta dan memutari lapangan udara (Maguwo).
Segera saya menyadari itu adalah pesawat Indonesia atau pesawat yang diharapkan datang membawa bantuan obat dari Singapura. Pesawat itu kembali ke arah saya berada dengan ketinggian rendah dan menurunkan roda pendarat sebagai persiapan mendarat.
Pada saat tersebut, saya melihat dari arah timur, mendekat dua pesawat tempur modern dengan cepat melaju yang tentunya itu pesawat tempur Belanda. Saat mendekati Dakota, empat rentetan tembakan terdengar dan kemudian senyap, lalu terdengar suara jelas pesawat (Dakota) jatuh. Saya belum memahami apa yang terjadi sehingga kembali ke kantor dan menunggu informasi.
Di Rumah Sakit (Bethesda, yang kala itu disebut Petronella Zieken Huis) saya melihat di ruang jenazah, delapan tubuh manusia, termasuk mantan Komandan Wing Constantine dan Nyonya Constantine, yang tewas akibat peluru menembus pipi kiri, Ex Komandan Skuadron Hazelhurst (Co Pilot), para perwira Indonesia, dan teknisi India. Perdana Menteri Indonesia (Amir Sjarifoeddin) dan para menteri juga hadir di rumah sakit. Mereka dan saya sama-sama tidak paham bagaimana peristiwa itu bisa terjadi.
Tanpa perlu dipertanyakan, ini adalah tindakan kebodohan pengecut dan brutal yang saya pernah lihat atau terpikir akan pernah saya saksikan.
Dalam korespondensi Perdana Menteri Republik Indonesia tertanggal 11 Agustus 1947 kepada Mr. Ballard, Konsul Jenderal Pemerintah Persemakmuran Australia di Jakarta disebutkan:
Tuan Yang Terhormat,
Kami bersama ini mengirimkan keterangan resmi dan tiga keping foto terkait jatuhnya Dakota VT–CLA sesuai permintaan pemerintah Anda beberapa waktu lalu.
Sebagai tambahan, kami menyatakan bahwa kami juga menyimpan sebagai berikut:
- Paspor Inggris nomor 1090 dikeluarkan oleh Pemerintah Singapura tanggal 25 Juli 1947, atas nama Tuan Alexander Noel Constantine.
- Paspor Inggris nomor 584 dikeluarkan pemerintah Hongkong tanggal 15 Oktober 1947, atas nama Tuan Roy Lance Comben Hazlehurst, dan
- Sertifikat Pilot dan Ijin Terbang dikeluarkan Pemerintah Hongkong tanggal 29 Januari 1947, atas nama Tuan Roy Lance Hazlehurst
Dengan Hormat
Tertanda
Dr. Amir Sjarifoeddin
Perdana Menteri
Pemerintah Republik Indonesia
Kantor Perdana Menteri Indonesia juga menyertakan lampiran berbagai laporan, antara lain Laporan Teknis dari Markas Besar TNI Angkatan Udara di Yogyakarta; berita Kantor Berita Aneta (pro Belanda) yang dikeluarkan tanggal 30 Juli 1947 pukul 19.00; laporan medis singkat (otopsi) atas jenazah delapan korban; laporan saksi mata Peter Ratcliffe; dan beberapa helai foto.
Laporan resmi
Selanjutnya Perwira Operasi AURI, Halim Perdanakoesoema, pada tanggal 2 Agustus 1947 menyampaikan Laporan Teknis Jatuhnya Dakota VT–CLA. Dlaam laporan itu, Halim Perdanakoesoema menerangkan pesawat Dakota VT–CLA tinggal landas dari Singapura pukul 13.00 waktu setempat (pukul 12.00 waktu Yogyakarta) dengan ketinggian jelajah 12.000 kaki (3.600 meter). Saat terbang di atas Pulau Bangka, sepasang pesawat pemburu Belanda mencegatnya sebentar lalu meninggalkan pesawat Dakota tanpa pesan atau peringatan.
Ditambahkan, berdasarkan keterangan para saksi mata, ketika roda pendarat pesawat diturunkan dan Dakota memutari Yogyakarta memulai pendekatan akhir pendaratan (final approach) di ketinggian 4.000 kaki (1.200 meter) pada pukul 17.45 waktu setempat, tiba-tiba muncul sepasang pesawat P-40 Kittyhawk milik Belanda.
Dua pesawat tempur itu diterbangkan Letnan Reusink dan Sersan Mayor W.E. Erkelens. Mereka terbang rendah mendekati Dakota dan membuka tembakan dengan dua rentetan tembakan senapan mesin.
Halim Perdanakoesoma dalam laporannya menulis kalimat dengan huruf kapital: “SERANGAN DILAKUKAN TANPA MEMBERIKAN PERINGATAN TERLEBIH DAHULU”... dan tembakan tersebut bukanlah tembakan peringatan seperti yang disampaikan pihak Belanda sebagai dalih.
Lubang-lubang peluru senapan mesin menembus kompartemen juru radio (Adisoemarmo), bagian ekor, dan sambungan sayap utama ke badan pesawat (fuselage). Selepas rentetan tembakan kedua, Dakota terbakar di mesin kiri (mesin nomor 1) dan badan pesawat di sekitar tanki bahan bakar. Pesawat pun langsung kehilangan ketinggian karena mesin mati sebelah.
Halim melanjutkan: “KEDUA PILOT TIDAK PANIK dan terlihat berusaha mengendalikan pesawat dan berusaha mengangkat hidung pesawat untuk mengupayakan pendaratan di Maguwo. Meski demikian, dalam kondisi menukik, PESAWAT DAPAT MENABRAK PEPOHONAN KAPAN SAJA. Dalam kondisi tersebut, pesawat berbelok tajam ke kiri, sayap kiri dan mesin kiri menghantam pucuk pepohonan sehingga mencerabut baling-baling dan ujung sayap kiri hancur.
Jatuhnya VT-CLA
Halim melanjutkan catatannya, setelah menghantam pucuk pohon, Dakota tidak dapat dikendalikan dan terjungkal ke kiri sehingga berbalik arah 180 derajat yang berakibat bagian muka pesawat langsung menghantam pepohonan.
Bagian ekor pesawat terlebih dulu menghantam bumi di tebing sungai setinggi delapan setengah meter. Pesawat terbelah dua, dengan bagian ekor berada di tebing sungai. Sisa badan pesawat jatuh ke arah kiri, sayap kiri pesawat dan mesin kiri hancur tercerai-berai.
Penumpang yang selamat (Abdul Gani) segera meninggalkan pesawat dan menyeret Arifin (penumpang lain). Rentetan tembakan senapan mesin pesawat Belanda masih terdengar ketika Dakota sudah jatuh dan terbakar. Selanjutnya sepasang pesawat Belanda meninggalkan lokasi setelah dua menit Dakota jatuh.
Halim mencatat kondisi awak dan penumpang yang menjadi korban Dakota VT-CLA dalam laporan singkat. Operator radio Adisoemarmo Wirjokoesoemo (dalam laporan disebut sebagai Wirjokoesoemo) tertembak di bagian perut dan kaki kanan. Penumpang bernama Arifin tertembak di bagian punggung.
Demikian pula di pipi kiri Nyonya Constantine luka terkena tembakan. Tubuh para korban ditemukan dalam keadaan menyedihkan namun wajah mereka masih dapat dikenali.
Laporan ditutup dengan keterangan: Jakarta, 2 Agustus 1947, dengan nama pelapor: H. Perdanakoesoema sebagai Perwira Operasi Angkatan Udara Indonesia.
Sanggahan Belanda
Adapun kantor berita pro-Belanda, Aneta, dalam laporan hari Rabu tanggal 30 Juli 1947 pukul 19.00, sehari sesudah penembakan VT–CLA, menyatakan, sepasang pesawat tempur Belanda tersebut tidak mungkin menembak mengenai pesawat.
Dakota VT–CLA disebut jatuh karena menabrak pepohonan atau penghalang lainnya. Letnan Satu B.J. Reusink dan Sersan Mayor W.E. Erkelens dalam jumpa pers mengatakan, mereka tidak pernah mendekati Dakota lebih dekat dari jarak 600 meter.
Mereka mengaku melihat pesawat Dakota terbang ke arah barat di ketinggian 5.000 kaki. Mereka berusaha mengetahui pesawat apa yang terlihat di kejauhan tersebut, sehingga mereka menukik dan mengejar dengan kecepatan 350 mil per jam.
Letnan Satu Reusink mengaku diperintahkan tidak menembak tapi terbang berdampingan dengan sasaran dan berusaha memaksa pesawat yang mencurigakan untuk mendarat di pangkalan yang dikuasai Belanda. Dia mengaku pesawat Dakota itu terbang sangat cepat dan dia pun melepaskan rentetan tembakan peringatan.
Pendampingnya, Sersan Mayor Erkelens juga melepaskan rentetan tembakan. Mereka mengaku tembakan mereka hanya mengenai pepohonan. Sedangkan pesawat Dakota jatuh dan meledak karena diduga membawa amunisi dan dipersenjatai.
Mereka mengaku tidak melihat bangkai pesawat yang jatuh dan segera terbang kembali ke pangkalan mereka di Kalibanteng, Semarang, karena mesin mereka panas.
Reusink menambahkan keterangan : “Saya positif itu pesawat bomber Jepang yang terbang melaju”. Demikian Aneta melaporkan peristiwa penembakan Dakota VT – CLA.
Dalam upacara Hari Bakti TNI AU tanggal 28 – 29 Juli 2017, hadir Geoffrey Constantine, keponakan langsung Pilot Noel Constantine sekaligus penerus keluarga Constantine yang merupakan keturunan orang Yunani yang hijrah ke Inggris lalu bermukim di Australia hingga kini.
Geoffrey Constantine ditemani Michael Kramer dan para pejabat Kedutaan Australia hadir dan bertemu dengan keluarga besar Ignatius Adi Sucipto mengenang pengorbanan para pilot dan awak Dakota VT–CLA, 72 tahun silam.