Lugano
Danau, danau, danau. Swiss memang tepat disebut ”Negeri Danau”. Air bening menghampar luas dalam gradasi biru cerah hingga biru pekat laksana lautan. Tak jarang ditemui pula sisi danau berwarna bening kehijauan segar. Sejak pertama menjejakkan kaki di Swiss hingga sepekan kemudian, danau adalah jantung trip wisata ini. Salah satu yang tak terlupakan adalah perjalanan di hari ketiga dan keempat di Lugano. pukul 11.00
Rombongan jurnalis dan bloger dari sembilan negara yang beruntung menjadi bagian dari ”Savours of Switzerland, Part II” tiba di Lugano setelah menempuh perjalanan dengan minibus dari Ascano, kota pertama yang disinggahi dalam tur wisata ini.
Lugano adalah nama kota sekaligus danau besar di kota tersebut. Lugano diyakini sudah dihuni manusia sejak zaman batu. Hal ini diperkuat dengan bukti arkeologis temuan artefak zaman batu. Kini, Lugano berkembang menjadi pusat keuangan ketiga di Swiss sekaligus sebagai destinasi wisata andalan. Lugano merupakan bagian dari Kanton Ticino di Swiss selatan yang mayoritas penduduknya berbahasa Italia. Danau Lugano dikelilingi Lugano Praelps, pegunungan yang memanjang di Swiss dan Italia.
Turun dari minibus, rombongan berada di tengah kota tua di tepian Danau Lugano. Di beberapa bagian tepi danau itu, barisan pohon zaitun menjadi peneduh trotoar. Salah satu cara paling pas untuk menikmati Lugano adalah dengan menyatu dengan danau itu menggunakan kapal wisata.
Dari atas kapal, pandangan leluasa menjelajahi perbukitan di sekeliling danau yang menjadi kekhasan kota ini. Bukit-bukit itu, meski rimbun hijau, telah menjadi kawasan terbangun. Uniknya, bangunan warna-warni itu didirikan mengikuti kontur perbukitan yang menanjak. Beberapa bangunan, terutama hotel dan restoran, memiliki fasilitas sandar kapal sendiri serta menggantungkan akses utama ke dunia luar hanya dengan kapal.
Pukul 12.00
Grotto Descanso
Tengah hari, kapal merapat di dermaga kecil di salah satu restoran yang bernama Grotto Descanso, Cantine di Gandria. Panas terik di atas kapal ditebus rindang dan segarnya persinggahan ini. Grotto adalah penyebutan untuk ruang batu di pegunungan tepi danau yang mengembuskan angin segar, sejuk, dan bersih. Di masa lampau, grotto menjadi ”kulkas” tempat menyimpan dan mengawetkan makanan.
Di Descanso, rombongan melepas penat, mengudap berbagai penganan enak dari roti, keju, daging, dan sayuran serta menyesap anggur. Selanjutnya, sebagai menu utama, grup tur ini dipandu untuk memasak sendiri risotto, nasi yang dimasak dalam kaldu dan anggur serta sederet bumbu khas Italia yang juga khas Ticino.
Pukul 14.00
Pusat Kota Lugano
Di sela-sela menunggu kapal datang bersandar, sempatkan berpose di tiang dan penanda perbatasan Swiss dan Italia. Jika beruntung, bisa ditemukan pintu kawat yang menjadi pembatas tak terkunci. Wisatawan pun bisa merasakan sedikit sensasi menembus perbatasan dua negara hanya dalam satu langkah.
Tiba di pelabuhan utama di Lugano, lagi-lagi semua bergegas. Kali ini mengejar furnicular, kereta khusus untuk mendaki dan menuruni perbukitan Lugano. Jalur furnicular ada di tengah pusat perbelanjaan, pertokoan, sangat mudah diakses. Setelah sejenak menikmati furnicular, segera kami bergegas menuju halte bus
Pukul 16.00
Kurhaus Cademario
Bus yang dinanti datang tepat waktu. Semua orang mencari tempat duduk untuk sedikit bersantai. Bus membawa rombongan ke Kurhaus Cademario, hotel bintang empat di salah satu puncak bukit. Bus bongsor ini gesit meniti bukit, meliuk, dan menembus jalanan sempit. Terkadang penggunaan jalan harus bergantian dengan pengendara lain agar salah satunya tak terdesak dan tergelincir ke jurang. Asiknya, semua jalanan mulus, rambu komplet, dan perilaku pengemudi tak ada yang ugal-ugalan main klakson. Tidak ada sumbatan lalu lintas meskipun sore itu arus kendaraan ke arah puncak dan turun bukit cukup padat.
Hotel Kurhaus Cademario telah berusia puluhan tahun. Dulu, hotel ini menjadi tempat untuk melewatkan musim panas sambil berpetualang di alam bebas. Bisa juga sekadar berendam air hangat atau air dingin yang diyakini dapat menyembuhkan sakit dan kelelahan fisik ataupun mental.
Hotel ini memiliki teras berukuran amat lega yang menawarkan pemandangan aduhai: Danau Lugano yang dikelilingi Lugano Prealps, khususnya Monte (pegunungan) San Salvatore dan Monte Bre.
Pukul 05.00
Melihat matahari terbit dari teras kamar yang terbuka tentu bukan agenda wajib, tetapi sayang dilewatkan. Udara dingin, tetapi tidak menggigit, mendukung untuk menikmati setiap menit perubahan pemandangan kawasan itu dari gelap berangsur terang hingga pagi benar-benar merekah.
Begitu matahari telah terbangun penuh, tibalah saat menikmati sarapan di teras terbuka restoran hotel itu. Di luar berbagai menu lezat yang ditawarkan, jangan lewatkan coldbrew tea. Dingin dan segar dengan rasa teh yang mantap. Apalagi sambil memandang danau dan rumah-rumah warga yang berhalaman ekstra-luas, lengkap dengan kuda-kuda di kandang terbuka, domba, juga sapi.
Pukul 08.00
Meninggalkan hotel, pemandu lokal Patricia Carminati membawa rombongan untuk menyegarkan diri di Taman Kota Parco Civico-Villa Ciani. Inilah paru-paru Lugano, taman kota seluas 63.000 meter persegi. Pohonnya tinggi-tinggi, beberapa di antaranya berusia ratusan tahun. Tepat di bibir Lugano ada yang berenang, sekadar duduk-duduk, atau joging. Mereka adalah orang-orang yang merindukan matahari. Saat musim panas tiba, sinar surya pun dipanen sebanyak mungkin.
Di salah satu sudut taman ada pohon magnolia berusia lebih dari 100 tahun. Pohon setinggi 20 meter-25 meter itu begitu rimbun dengan bunga menawan dan wangi.
Pukul 09.00
Inilah Gabbani, toko bahan pangan tradisional, baik yang siap olah maupun siap santap. Gabbani telah melejit menjadi ikon toko makanan bersejarah. Di toko yang dibuka pada tahun 1937 ini tersedia anggur, aneka keju lokal, hasil laut segar, hingga sayuran dan buah segar. Tak ketinggalan berbagai olahan daging, termasuk babi dan sapi, secara tradisional khas Italia, yang juga khas Lugano.
Oh, ya, agar rasa lezat Gabbani melekat lama, sebaiknya memesan dan membungkus menu untuk makan siang di sini. Ada beragam roti lapis dengan berbagai isian. Roti lapis berukuran jumbo ini sangat mengenyangkan dan pasti puas.
Gabbani juga menjadi pembuka tur keliling kawasan kota tua Lugano, Piazza Cioccaro. Di Cioccaro, bangunan-bangunan lama kokoh berdiri menawan. Namun, di sana-sini muncul pula bangunan modern yang khas dengan pilihan kaca-kaca lebar, praktis, sekaligus mentereng. Namun, entah bagaimana dua karakter itu tampak berpadu serasi.
Usai sudah satu malam di Lugano, terasa serba mendesak dan bergegas. Namun, setiap persinggahan indah, penuh kejutan, dan tak terlupakan. Terlebih saat Patricia memeluk dan memberi tiga kecupan. Tiga kecupan itu wujud keramahtamahan khas budaya setempat.