Memburu Ruang di Ajang Pameran
Pameran masih jadi pilihan untuk mengenalkan produk dan mengembangkan pasar. Namun, tak semua pelaku usaha mikro kecil dan menengah bisa mengaksesnya. Kualitas dan inovasi produk jadi kunci melewati proses kurasi.
Wahyudi, pemilik usaha kerajinan tembaga asal Boyolali, Jawa Tengah, merasakan betul keuntungan mengikuti pameran.
Dalam dua hari keikutsertaannya di pameran usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) "Karya Kreatif Indonesia 2018" yang digelar Bank Indonesia (BI) di Jakarta Convention Center (JCC), Jakarta Pusat, Jumat-Sabtu (20-21/7/2018), pemilik produk merek "Yudi Brass" itu meraup omzet Rp 150 juta. Capaian itu seperlima dari rata-rata omzet bulanan di luar pameran yang biasanya mencapai Rp 750 juta.
Wahyudi membawa sekitar 60 contoh barang kerajinan tembaga, antara lain hiasan lampu, bingkai kaca, pajangan kaligrafi, hingga alat penyajian kopi. Ikut serta di pameran tetap dinilai perlu meski 80 persen produknya selama ini diekspor ke pasar Asia, Eropa, dan Amerika.
Kelompok usaha kerajinan rotan "Duta Dare" dari Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah, juga merasakan keuntungan pameran. Di hari pertama, kelompok ini berhasil menjual 189 tas dari 398 tas yang mereka bawa. Omzet sehari itu Rp 24 juta. Relatif tinggi dibandingkan omzet bulanannya yang berkisar Rp 15-30 juta.
Bagi Cicilya Susanti (28), salah satu peserta pameran Bridestory Market yang digelar di ICE BSD Tangerang, Banten, Kamis-Minggu (19-22/7/2018), pameran menjadi ajang mengenalkan produk baru.
"Kami di sini tidak hard selling. Tujuan kami lebih memperkenalkan produk. Setelah orang kenal, tentu akan datang," katanya yang bertindak sebagai pemasar gaun pengantin.
Sejumlah peserta pameran waralaba "International Franchise License and Business Concept Expo and Conference (IFRA) 2018" di JCC, Jakarta, yang ditemui Sabtu (21/7/2018), pun senada. Pameran dinilai perlu meski teknologi informasi berkembang dan memungkinkan cara-cara baru pemasaran secara daring.
Selektif
Sebagian ajang pameran memang tidak menjanjikan pasar dan penjualan, antara lain karena publikasi terbatas atau lokasi penyelenggaraan yang kurang strategis. Namun, sejumlah pameran jadi rebutan, syaratnya tak sekadar membayar biaya sewa stan.
Bagaimana cara pengusaha UMKM mendapatkan tempat di pameran-pameran bergengsi? Salah satu kuncinya adalah kualitas produk. Deputi Gubernur BI, Rosmaya Hadi menyatakan, selain mutu produk, UMKM yang konsisten produksinya dan inovatif jadi kriteria pemilihan.
Sebanyak 75 stan pameran kain dan kerajinan digelar di pameran "Karya Kreatif Indonesia 2018". Namun, total UMKM yang dibina mencapai 500 unit. Oleh karena itu, 46 kantor BI menyeleksinya untuk memilih peserta pameran.
Duta Dare, misalnya, terpilih untuk tampil pertama kalinya di pameran tersebut karena dinilai mampu menjaga kualitas produk dan mau berinovasi.
"Dari lima kelompok usaha pengrajin rotan yang kami bina di Kalimantan Tengah, Duta Dare kami pilih karena hasil akhirnya baik, kemudian modelnya lebih modern karena pengrajinnya ahli dalam memodifikasi tas," kata M Irfan Octama, Asisten Manajer Pengembangan UMKM BI Kalimantan Tengah.
Pembina Duta Dare, Emeksie Limin mengaku konsisten menjalani usaha kerajinan tas rotan sejak 1997. Sejauh ini, sudah 20 masyarakat perajin dari Kuala Kapuas yang ikut bekerja untuk memproduksi produk ekonomi kreatif tersebut.
Kepala proyek Bridestory Market, Ayunda Wardhani menambahkan, tidak ada syarat khusus bagi vendor untuk bisa mengikuti pameran, tetapi kredibilitas dan kualitas produk dinilai penting. "Sebelum pameran, kami melakukan kurasi terlebih dulu. Kami membuat daftar vendor yang punya reputasi baik, lalu kami undang untuk bergabung," ujarnya.
Pameran kebutuhan pernikahan itu diikuti oleh sekitar 750 vendor dengan 26 kategori yang meliputi pakaian pengantin, undangan, katering, perhiasan, suvenir, kue pernikahan, dan sebagainya. Selain jadi tempat bagi calon pengantin untuk mencari perlengkapan pernikahan, pameran ini jadi kesempatan bagi para vendor untuk memperluas pasarnya.
Proses kurasi calon peserta pameran terkadang melibatkan pihak luar. Asisten Public Relation Manager Dyandra Promosindo, Dhania Chairunnisa mengatakan, pihaknya bekerja sama dengan Kementerian Perdagangan, Kementerian Koperasi dan UKM, serta Asosiasi Franchise Indonesia dalam proses kurasi calon peserta.
Demi memudahkan proses pendataan peserta, pihaknya mengkategorikan bisnis waralaba, antara lain, makanan dan minuman, farmasi, otomotif, ritel mini market, kafe dan restoran, teknologi finansial, serta rumah dan dekorasi.
Tak hanya di ajang pameran, proses selsksi juga dilakukan untuk pengisian ruang pajang permanen bagi UMKM, seperti di gedung Smesco Jakarta. Sekretaris Kementerian Koperasi dan UKM, Meliadi Sembiring menyatakan, Smesco ibarat taman mininya koperasi dan UKM yang menampilkan produk unggulan dari tiap daerah.
Teknologi
Pemasaran kini berkembang dengan memanfaatkan teknologi informasi. Kementerian Perindustrian, misalnya, memiliki program untuk membantu pelaku industri kecil menengah memanfaatkan teknologi untuk mendukung produksi dan promosi. Upaya ini ditempuh melalui program e-Smart IKM (Industri Kecil Menengah).
E-Smart IKM merupakan sistem database IKM yang tersaji dalam profil industri, sentra, dan produk yang diintegrasikan dengan marketplace. Direktur Jenderal IKM Kementerian Perindustrian, Gati Wibawaningsih menyatakan, melalui sistem dalam jaringan (online), program e-Smart IKM dapat memberi kemudahan dan perluasan akses pasar bagi IKM.
Lokakarya e-Smart IKM juga berpotensi menjadi ajang peserta belajar berbisnis melalui sarana e-dagang; strategi pemasaran dalam jaringan; pengembangan produk seperti desain, kualitas dan teknologi; hingga aplikasi pencatatan keuangan.
Kementerian Perindustrian mencatat 696.000 unit lebih industri kerajinan di Indonesia yang mempekerjakan 1,32 juta orang tenaga kerja. Nilai ekspor produk kerajinan periode Januari-November 2017 sebesar 776 juta dollar AS, naik 3,8 persen dibanding periode sama tahun 2016 yang sekitar 747 juta dollar AS. (E04/E02/E14)