Kali Besar memisahkan Batavia Timur dan Batavia Barat. Batavia Timur (kini Jalan Kali Besar Timur) dibangun sebagai kawasan permukiman, perkantoran, dan gudang rempah milik orang Eropa, terutama Belanda, yang tergabung dalam kongsi dagang Belanda (VOC/Vereenigde Oostindische Compagnie). Juga menjadi kantor pemerintahan Hindia Belanda. Sekarang, kantor pemerintahan berada di kawasan Taman Fatahillah.
Batavia Barat menjadi permukiman, kantor, serta pergudangan rempah orang Eropa, terutama Inggris, yang tergabung dalam kongsi dagang Inggris (East India Company/EIC). Juga bagi para saudagar, kapitan, dan mayor China, serta elite Portugis. Meski demikian, di Batavia Barat, Gubernur Jenderal Gustaaf Willem Baron van Imhoff (1743-1750) juga mendirikan rumah mewah di lahan seluas 2.471 meter persegi yang kini disebut Toko Merah.
EIC membangun wilayah perdagangan rempahnya di Kalkuta, India, sejak tahun 1600. Setelah membangun dua kawasan perdagangan rempah di India lainnya, yaitu Madras dan Bombay (Mumbai), EIC mengembangkan sayapnya ke Asia Tenggara, termasuk Indonesia. Tahun 1811, Thomas Stamford Raffles merebut seluruh wilayah kekuasaan Belanda di Nusantara. Namun, tahun 1815, Inggris, sesuai Perjanjian London, mengembalikan Nusantara ke tangan Belanda.
Tiga kanal
Sejarawan Jakarta, Candrian Attahiyat, menjelaskan, rancangan saluran air di Oud Batavia (Kota Tua Batavia) hanya mengandalkan tiga kanal utama, yaitu Kali Besar, Kali Semut, dan Kali Ji La Keng atau Kali Perniagaan. ”Semua aliran air kali dan saluran-saluran penghubung dialirkan ke ketiga kanal ini,” tuturnya, Minggu (29/7/2018).
Namanya dulu Kali Krukut karena memang bagian dari Krukut. Setelah Simon Stevius merancang kota kembar Batavia seluas 105 hektar, tahun 1650, ruas Kali Krukut di lingkungan kota kembar itu dinamakan Groote Rivier atau Kali Besar.
”JP Coen (Gubernur Jenderal VOC yang membangun kota kembar berdasarkan rancangan Simon Stevius atau Steven) sangat keras dan teliti mengikuti proses pembangunan Oud Batavia. Transportasi, taman kota, saluran air, hingga kawasan pedestrian dia ikuti proses pembangunannya,” ujar Candrian.
Tak heran bila kawasan nan cantik ini kemudian populer disebut ”Ratu dari Timur” atau ”Permata dari Asia”. Untuk menjaga kebersihan kali, JP Coen melarang membuang sampah dan kotoran rumah tangga ke kali. Yang melanggar dikenakan denda 6 rijksdaalder, uang yang cukup besar untuk masa itu.
Tahun 1661, arsitek air Phoa Beng Ham membangun kanal baru yang menghubungkan Kali Ciliwung dengan Kali Besar. Kali yang diapit Jalan Gajah Mada (dulu Molenvliet Oost) dan Jalan Hayam Wuruk (Molenvliet West) itu dinamai Molenvliet yang artinya kincir air kecil untuk usaha penggergajian kayu.
Tahun 1810, Gubernur Jenderal Hindia Belanda Herman Willem Daendels memindahkan pusat pemerintahan ke kawasan Weltevreden (Lapangan Banteng). Kantor gubernur jenderal pun dibangun di sebelah timur lapangan (kini menjadi gedung Kementerian Keuangan). Meski demikian, Oud Batavia tidak diabaikan sebab tahun 1905, pemerintah Hindia Belanda merenovasi kota tua ini dengan struktur bangunan art deco.
”Kali Besar diluruskan dan dibangun kembali sehingga kapal berukuran sedang bisa kembali merapat sampai tepian Kali Besar,” tutur Chandrian.
Sebelumnya, tahun 1630-an, Gubernur Jenderal Jacques Specx (1629-1632) pertama kali meluruskan Kali Besar dan Kali Ciliwung sehingga kapal-kapal barang bisa bongkar muat lebih dekat dengan kompleks pergudangan rempah.
Banjir 2013
Tahun 2013, tepatnya Kamis (17/1), air di Kali Besar meluap karena luapan Waduk Pluit di Jakarta Utara. Permukaan air tinggal 20 sentimeter lagi mencapai Jembatan Jungkat Kota Intan (1630). Kali Besar dan dua jalan yang mengapitnya, tampak disatukan luapan air Waduk Pluit sejak Kamis dini hari.
Genangan air tertinggi terjadi di Jalan Kunir yang berbatasan dengan Jakarta Utara. Tinggi genangan mencapai 80 cm. Genangan air dari Waduk Pluit itu pun tumpah ke Kali Ji La Keng dan membuat Pasar Asemka, Pasar Pagi, dan Pancoran, Glodok, Jakarta Barat, yang berada di Kota Tua, ikut banjir.
Inilah untuk pertama kalinya setelah 370 tahun sejak Kota Tua dibangun JP Coen terjadi banjir besar. Air genangan mencapai sekitar 80 cm.
”Tahun 1930, kawasan ini dan sejumlah tempat di Jakarta pernah dilanda banjir, tetapi tidak semerata dan separah tahun 2013,” tutur Candrian. Dari koleksi foto lama, katanya, pada tahun 1930, tinggi permukaan genangan tidak lebih dari 30 cm.
Kali Krukut
Awal Juli 2018, Icomos (International Council on Monuments and Sites)–organisasi pemberi rekomendasi ke UNESCO tentang cagar budaya warisan dunia–menyampaikan, Kota Tua belum layak menjadi warisan dunia UNESCO. Salah satu penyebabnya adalah pengalihfungsian Kali Besar menjadi ”kolam” bernama taman dan jalan apung. Yang menyedihkan, demi keindahan dan kejernihan Kali Besar, Kali Krukut menjadi ”tempat sampah”.
”Kali Besar diubah fungsinya jadi kolam. Lalu, aliran air Kali Krukut mau dikemanakan? Kan, seharusnya ada kerja sama antara dinas SDA dan si arsitek yang merancang perubahan fungsi Kali Besar. Ini, kok, jalan sendiri-sendiri, ya,” ujar Wali Kota Jakarta Barat Rustam Effendi, Senin (23/7/2018).
Menurut Rustam, seharusnya proyek Kali Besar memiliki keterpaduan dengan Kali Krukut. ”Ini, kok, Kali Besar diperindah, Kali Krukut jadi ’tempat sampah’ instalasi penjernih air Kalibesar,” kata Rustam lagi.
Menanggapi hal itu, Kepala Suku Dinas Sumber Daya Air Jakarta Barat Imron mengatakan, Kali Krukut adalah aset pemerintah pusat. Oleh karena itu, revitalisasi harus dilakukan pemerintah pusat, bukan provinsi. Menurut Imron, dalam waktu dekat, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat akan mengeruk dan merapikan Kali Krukut.
Melihat hal itu, Ketua Tim Sidang Pemugaran Bambang Eryudhawan mengusulkan agar proyek revitalisasi ditarik ke pusat. Sebab, Kota Tua bukan hanya ikon Jakarta, tetapi juga bagian dari sejarah Indonesia.
Menurut Candrian, seharusnya membersihkan Kali Besar tidak bisa dipisahkan dengan upaya membersihkan seluruh ruas Kali Krukut. ”Memenggal” Kali Krukut dari Kali Besar sama saja memenggal kota kembar Batavia dan mengingkari arti penting perjalanan sejarah Jakarta, ibu kota Indonesia.