Tanah Adat Suku Mause Ane Diincar Perusahaan

KOMPAS/FRANS PATI HERIN

Staf Dinas Kehutanan Provinsi Maluku menunjukkan peta lokasi yang didiami warga komunitas adat terpencil Mause Ane di Desa Maneo Rendah, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, Senin (30/7/2018). Lokasi itu kini diincar salah satu perusahaan untuk dijadikan hutan tanaman industri.

AMBON, KOMPAS — Tanah yang didiami komunitas adat terpencil Mause Ane di Desa Maneo Rendah, Kecamatan Seram Utara Timur Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku, diincar sebuah perusahaan untuk dijadikan hutan tanaman industri. Komisi Nasional Hak Asasi Manusia Provinsi Maluku menduga wacana relokasi masyarakat adat yang terkesan mendadak itu berlatar belakang kepentingan tertentu.

Berdasarkan data yang dihimpun Kompas dari Dinas Kehutanan Provinsi Maluku, Senin (30/7/2018), perusahaan dimaksud sudah mendapatkan rekomendasi dari Pemerintah Kabupaten Maluku Tengah dan Pemerintah Provinsi Maluku. ”Sekarang sedang berproses di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan. Pemberian izin ada di tangan kementerian,” ujar Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Maluku Sadli Ie.

Menurut rekomendasi, luas areal yang diajukan perusahaan itu sekitar 64.000 hektar yang di dalamnya mencakup tanah ulayat komunitas adat terpencil (KAT) Mause Ane yang sudah didiami sejak turun temurun. Saat ini, warga adat itu oleh Pemkab Maluku Tengah dilaporkan mengalami kelaparan lantaran kekurangan pangan. Empat orang dilaporkan meninggal akibat kelaparan tersebut.

Setelah laporan itu, muncul wacana dari pemerintah kabupaten dan provinsi untuk melakukan relokasi. Dari kabupaten, wacana itu disampaikan oleh Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Maluku Tengah Mori Latuconsina, sedangkan dari provinsi diutarakan langsung oleh Gubernur Maluku Said Assagaff.

Namun, belakangan Mori Latuconsina menyatakan tidak akan memaksakan relokasi itu dan memilih program pendampingan melekat melalui sukarelawan untuk masyarakat adat Mause Ane (Kompas, 28/7/2018).

Selain pemerintah daerah, Kodam XVI/Pattimura juga mendorong dilakukan relokasi. Dari keterangan pers yang dikeluarkan Penerangan Kodam Pattimura pada 27 Juli lalu, Satgas Penanganan Bencana Suku Mause Ane yang dibentuk Kodam Pattimura telah berhasil membujuk 113 orang dari 170 warga KAT Mause Ane. Satgas mengklaim, kemungkinan jumlah mereka yang ingin direlokasi terus bertambah.

Alasan Satgas bahwa warga KAT Mause Ane akan hidup lebih baik dan mendapatkan banyak akses pembangunan, seperti pendidikan dan kesehatan. Warga KAT Mause Ane belum bisa berbahasa Indonesia dan Melayu Ambon. Untuk berkomunikasi dengan mereka, diperlukan penerjemah. Satgas juga menemukan informasi bahwa warga KAT Mause Ane menolak meninggalkan tanah mereka karena khawatir akan diambil alih oleh pihak lain.

ARSIP PRIBADI

Ketua Komnas Ham Provinsi Maluku Benediktus Sarkol

Secara terpisah, Ketua Komnas HAM Provinsi Maluku Benediktus Sarkol menduga ada kepentingan tertentu di balik relokasi tersebut. ”Wacana relokasi muncul beberapa hari setelah laporan kelaparan mencuat ke publik. Ada indikasi bahwa relokasi ini ada kepentingan di baliknya,” ujar Benediktus yang berencana menyurati pemerintah daerah serta pimpinan TNI dan Polri di Maluku.

Komnas HAM telah membentuk tim untuk melakukan investigasi terkait laporan bencana kelaparan serta rencana relokasi tersebut. Benediktus mengatakan, masyarakat adat jangan dipengaruhi untuk direlokasi. Relokasi bukanlah solusi untuk menangani persoalan mereka. Yang diperlukan masyarakat adat adalah pendampingan yang melekat.

Program relokasi ke permukiman yang modern akan mubazir dan menghamburkan uang negara. Masyarakat adat terpencil, yang hingga kini masih menutup diri dari orang luar, itu tidak akan menempatinya. Mereka akan kembali ke hutan.

Rumah yang nyaman dalam persepsi masyarakat adat terpencil bukan beratap seng dan berdinding tembok, tetapi hutan lebat, udara sejuk, tanah subur, air jernih, dan binatang buruan yang melimpah.

DOKUMENTASI BPBD MALUKU TENGAH

Kondisi warga komunitas adat terpencil Mause Ane di Desa Maneo Rendah, Kecamatan Seram Utara Timu Kobi, Kabupaten Maluku Tengah, Maluku. Kelaparan selama 14 hari terakhir menyebabkan empat orang meninggal.