Zakat Akan Diarahkan untuk Pembangunan Berkelanjutan
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Pemberian zakat akan diarahkan untuk memenuhi program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (Sustainable Development Goals/SDGs). Sebanyak 12 program dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan ini sesuai dengan ajaran Islam.
Ketua Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Bambang Sudibyo, dalam peluncuran buku Fikih Zakat on SDGs di Jakarta, Senin (30/7/2018), mengatakan, pengelola zakat di daerah tidak perlu ragu lagi untuk mendistribusikan dana zakat ke dalam program Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. “Secara kontekstual, fikih zakat sesuai dengan TPB,” kata Bambang.
Fikih zakat terbagi menjadi dua kategori besar, yaitu fikih ibadah dan fikih muamalah. Fikih ibadah mengatur hubungan manusia dengan Allah. Sedangkan fikih muamalah mengatur hubungan antar-manusia.
Adapun Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (TPB) adalah program yang diinisiasi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). TPB berisi 17 program yang pada intinya bertujuan untuk mensejahterakan makhluk hidup, lingkungan, dan planet hingga 2030.
Program SDGs itu dikategorikan ke dalam aspek muamalah karena masuk dalam kegiatan yang menyangkut hubungan antar-manusia. Oleh karena itu, fikih zakat dan TPB saling terkait. “Fikih zakat merupakan zakat yang paling dinamis karena bisa dikontekskan dengan kondisi Indonesia saat ini,” lanjutnya.
Dalam buku Fikih Zakat on SDGs tahun 2018, terdapat 12 tujuan TPB yang sesuai dengan ayat atau pun hadis. Kedua belas tujuan itu di antaranya menghapus kelaparan dan ketidakadilan; menyediakan pendidikan yang berkualitas, pekerjaan, air bersih, dan sanitasi; meraih kesetaraan jender; dan meraih perdamaian.
Co-Chair Badan Pengarah Filantropi Indonesia Erna Witoelar menambahkan, sebenarnya, banyak dana sosial keagamaan yang telah disalurkan untuk program pemberdayaan jangka panjang. “Misalnya dalam penyediaan sanitasi, air bersih, dan sumber energi terbarukan, pelestarian lingkungan, pemberdayaan perempuan, dan program antri korupsi,” ucapnya.
Dengan demikian, penggunaan zakat dan dana filantropi kini berevolusi dari dana sosial menjadi sumber daya alternatif untuk mencapai TPB.
Jumlah pengumpulan zakat selalu bertumbuh setiap tahun. Data Baznas menyebutkan, zakat mencapai Rp 3,6 triliun pada 2015. Kendati demikian, proporsi penyaluran zakat saat ini masih didominasi untuk dana sosial (41 persen), baru diikuti oleh pendidikan (20 persen), ekonomi (15 persen), dakwah (15 persen), dan kesehatan (9 persen).
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro yang turut hadir dalam peluncuran buku tersebut menyatakan, pemerintah membutuhkan bantuan swasta dalam mencapai TPB.
“Banyak cara untuk berkolaborasi, seperti pemerintah dapat menyediakan basis data terpadu yang dapat diakses kelompok filantropi. Data dapat berupa informasi terkait keluarga miskin di Indonesia,” kata Menteri Bambang.
Zakat dapat menjadi sumber daya alternatif untuk membantu membangun bangsa, selain Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (APBN). Baznas pada tahun 2015 menyatakan, potensi zakat di Indonesia mencapai Rp 268 triliun.
Pusat ekonomi Islam
Bambang mengatakan, dengan pengelolaan dana zakat yang baik dan tepat sasaran, nama Indonesia dapat terangkat sebagai pusat ekonomi Islam di dunia. “Praktek zakat kita dapat dijadikan acuan bagi negara lain,” katanya.
Ia menceritakan, pada April 2018, digelar pertemuan di PBB yang membahas dana sosial keagamaan, khususnya zakat bagi umat Muslim. Hadir dalam pertemuan itu Kepala Program Pembangunan Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNDP) Achim Steiner.
Kehadiran Steiner menunjukkan bahwa dunia internasional memahami pentingnya peran kelompok agama dan dana sosial agama untuk mencapai TPB. Kendati demikian, kali ini peran swasta seperti filantropi, akademisi, media, komunitas masyarakat, pakar, dan dunia usaha juga dibutuhkan.
Kendati Badan Pusat Statistik (BPS) telah mengumumkan, angka kemiskinan Indonesia turun menjadi 9,82 persen, masih ada 25,9 juta penduduk yang hidup dalam kemiskinan.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional Republik Indonesia/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Bambang Brodjonegoro“Jumlah itu setara dengan jumlah penduduk Australia. Pemerintah harus didukung dari pihak non-pemerintah,” ucapnya.
Anggota Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) periode 2015-2020 Nana Mintarti menyampaikan, aturan untuk mengatur pemberian zakat sudah ada di tataran tertinggi hingga terendah, bahkan dari pihak pemerintah dan lembaga agama.
“Yang kita perlukan adalah keinginan agar penerapan kebijakan tidak setengah hati,” kata Nana. Dengan penerapan zakat yang baik untuk mencapai tujuan TPB, hal itu secara tidak langsung menjadi sarana komunikasi internasional bahwa tujuan zakat sejalan dengan program global sehingga meningkatkan citra Islam. (Fajar Ramadhan, untuk Kompas)