JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah pihak mendorong penyerahan pengelolaan Blok Rokan di Riau kepada Pertamina menyusul segera habisnya masa kontrak blok tersebut pada 2021. Blok Rokan, yang saat ini dikelola PT Chevron Pasific Indonesia, adalah salah satu blok penghasil minyak mentah terbesar di Indonesia. Chevron mengelola blok tersebut sejak 1941.
Data dari Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas), sepanjang semester I-2018, produksi siap jual (lifting) minyak Blok Rokan sebanyak 207.148 barrel per hari. Angka itu setara dengan 26 persen capaian lifting minyak dari seluruh blok di Indonesia. Dalam periode yang sama, lifting minyak PT Pertamina (Persero) melalui sejumlah anak usahanya di dalam negeri sebanyak 146.896 barrel per hari atau 20 persen dari total lifting minyak di Indonesia.
Anggota Komisi VII DPR dari Partai Gerindra Kardaya Warnika mengatakan, mengacu pada Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, sumber daya migas di Indonesia penting sebagai sumber pembangunan ekonomi negara. Selain itu, semangat UU tersebut adalah menumbuhkembangkan kemampuan badan usaha milik negara untuk mengelola sumber daya alam yang ada di dalam negeri.
"Jangan sampai keputusan pemerintah (dalam hal penyerahan hak kelola Blok Rokan) tidak selaras dengan semangat yang ada dalam undang-undang migas," kata Kardaya dalam diskusi bertajuk "Menuntut Pengelolaan Blok Rokan oleh BUMN", Senin (30/7/2018), di Jakarta.
Dalam berbagai kesempatan, Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar maupun Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto menyebut keputusan nasib kelanjutan Blok Rokan akan keluar dalam waktu dekat. Chevron dan Pertamina juga sama-sama sudah menyerahkan proposal pengelolaan blok tersebut.
Vice President Corporate Communication Pertamina Adiatma Sardjito mengatakan, penyerahan Blok Rokan untuk dikelola Pertamina akan mendatangkan sejumlah manfaat. Salah satunya adalah efisiensi operasi dalam hal pengolahan minyak mentah menjadi bahan bakar minyak. Pasalnya, Pertamina telah memiliki kilang minyak di Riau, yaitu kilang Dumai dengan kapasitas 140.000 barrel per hari.
"Selain itu, penerimaan negara akan bertambah apabila Blok Rokan dikelola langsung oleh Pertamina. Kontribusi produksi migas Pertamina nanti dipastikan kian besar untuk ketahanan energi Indonesia," ucap Adiatma.
Melalui keterangan resminya, Senior Vice President Policy, Government, and Public Chevron Yanto Sianipar mengatakan, untuk meningkatkan produksi minyak, Chevron berinvestasi dalam pengembangan teknologi pencarian minyak maupun penerapan produksi minyak tingkat lanjut (enhanced oil recovery/EOR). Teknologi injeksi uap di Lapangan Duri, Blok Rokan, berhasil menaikkan produksi minyak sampai lima kali lipat dibanding dengan cara konvensional.
Chevron memulai proyek percontohan injeksi uap di Lapangan Duri sejak 1975. Dalam kurun 10 tahun, cara tersebut mampu menaikkan produksi sampai puncaknya pada 1994 sebanyak 300.000 barrel per hari. Sampai saat ini, produksi minyak mentah dari Lapangan Duri tercatat sebanyak 2,6 miliar barrel.
Direktur Eksekutif Indonesian Resources Studies (Iress) Marwan Batubara mengatakan, keputusan pemerintah dalam hal pengelolaan Blok Rokan harus bebas dari praktik pemburu rente. Ia juga meminta aparat penegak hukum aktif mengawasi proses penyelesaian status kontrak Blok Rokan tersebut. Ia yakin bahwa secara sumber daya, baik dalam hal teknologi dan finansial, Pertamina mampu mengelola Blok Rokan.
"Jangan lupa, ada hak saham partisipasi 10 persen bagi pemerintah daerah melalui badan usaha milik daerah nanti. Itu sesuai aturan yang berlaku," kata Marwan.
Sampai 2026 nanti, ada 22 blok migas di Indonesia yang bakal habis masa kontraknya, termasuk Blok Rokan. Pemerintah menjanjikan seluruh keputusan kelanjutan pengelolaan blok tersebut akan diumumkan tahun ini. Sejauh ini, Pertamina sudah mendapat penyerahan 12 blok migas hasil terminasi secara langsung dari pemerintah, termasuk Blok Mahakam di Kalimantan Timur.