JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tetap meyakini bahwa kualitas udara di Ibu Kota aman. Artinya, kondisi udara tersebut tidak berpengaruh negatif bagi kesehatan manusia ataupun hewan. Penilaian ini disampaikan Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta Isnawa Adji, Senin (30/7/2018), di Jakarta.
Kondisi tersebut salah satunya terpantau di kawasan Gelora Bung Karno yang menjadi lokasi utama arena pertandingan Asian Games 2018. ”Kualitas udara di tempat ini tidak memberikan efek buruk bagi kesehatan manusia atau hewan dan tidak memengaruhi tumbuhan, bangunan, ataupun nilai estetika,” kata Isnawa.
Pandangan Isnawa sejalan dengan hasil pengamatan Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta di Bundaran Hotel Indonesia, Kelapa Gading, Jagakarsa, Lubang Buaya, dan Kebon Jeruk. Hasil pengamatan di stasiun ini pada pekan lalu menunjukkan, parameter polutan PM10 (polutan dalam bentuk asap, debu dan uap) terukur sebesar 52 ug/Nm3 (mikrogram per meter kubik).
Angka ini di bawah syarat baku mutu, yaitu 150 ug/Nm3. Sementara polutan dari kendaraan bermotor, yaitu sulfur dioksida (S02), tercatat 166 ug/Nm3, yang juga masih jauh dari baku mutu 900 ug/Nm3.
Nitrogen dioksida (NO2) terukur 156 ug/Nm3 dari ambang batas 400 ug/Nm3, dan karbon monoksida (CO) terukur sebesar 1.367 ug/Nm3 yang masih sangat jauh di bawah baku mutu 30.000 ug/Nm3. Selain itu, Ozone (03) terukur 0 ug/Nm3 dari ambang batas 235 ug/Nm3 dan polutan hidrokarbon (HC) juga terukur nihil dari ambang batas 160 ug/Nm3.
Isnawa menjelaskan, standar yang dipakai pemerintah adalah baku mutu udara yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara dan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 45 Tahun 1997 tentang Indeks Pencemar Kualitas Udara. ”Ini dasar hukum yang menjadi acuan kami dalam menentukan kategori kualitas udara,” ujar Isnawa.
Kualitas udara Jakarta menjadi isu penting menjelang pelaksanaan Asian Games Ke-18. Pemprov DKI berupaya meningkatkan kualitas itu salah satunya dengan memberlakukan pembatasan kendaraan bermotor di ruas jalan yang menuju arena pertandingan.
Partisipasi warga
Secara terpisah, juru kampanye iklim dan energi Greenpeace Indonesia, Bondan Andriyanu, mengatakan, masyarakat dapat memantau kondisi udara di Jakarta melalui laman www.airvisual.com. Laman itu merupakan media yang memberi kesempatan warga bisa berkontribusi atas data pencemaran debu partikulat PM 2,5.
Dengan demikian, data yang diambil tidak bias dan dapat menggambarkan kualitas udara yang dihirup di sekitarnya di mana alat tersebut dipasang. ”Selain data pemantauan dari pemerintah, masyarakat juga bisa aktif memonitor melalui data airvisual.com tersebut,” kata Bondan.
Bondan menambahkan, buruknya kualitas udara di Jakarta salah satunya disebabkan oleh keberadaan 22 pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) dalam radius 100 kilometer dari Jakarta. Selain itu, juga pengaruh dari emisi transportasi jutaan kendaraan pribadi di Jakarta.
Meski pemerintah mengklaim bahwa kualitas udara di Jakarta membaik menjelang pelaksanaan Asian Games, data dari airvisual.com justru menunjukkan sebaliknya. Kualitas udara di Jakarta, Rabu (25/7/2018) pagi hingga pukul 13.00, menempati peringkat pertama terburuk dibandingkan dengan kota besar lain, seperti Krasnoyarsk (Rusia), Lahore (Pakistan), Vladivostok (Rusia), dan Kabul (Afghanistan).
Airvisual adalah sistem aplikasi yang menempatkan beberapa alat dan mengambil data dari Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta. Parameternya adalah melihat kadar debu partikulat (PM 2,5) harian dan setiap jam sehingga tercatat data Jakarta yang bisa dibandingkan dengan negara lain.