Penanganan Sungai yang Tercemar Perlu Dimulai dari Hulu hingga Hilir
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penanganan sungai yang tercemar di Jakarta perlu diatasi mulai dari hulu hingga hilir. Pemerintah perlu mengatasi mulai dari pengolahan sampah.
Permasalahan di Kali Sentiong atau Kali Item di Kemayoran, Jakarta Pusat, dan beberapa kali lainnya di Jakarta tidak dapat diatasi langsung dengan pembersihan di kali yang tercemar.
Menurut Direktur Eksekutif Kawal Lingkungan Hidup Indonesia (Kawali) dan Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Puput TD Putra, cara untuk mengatasi sungai di Jakarta harus dimulai dari hulu sampai ke hilir.
Menurut Puput, penggunaan jaring seperti di Kali Sentiong atau Kali Item tidak akan membuahkan hasil. Cara yang paling tepat mengatasi pencemaran sungai, yaitu dengan pengolahan limbah dan sampah yang ramah lingkungan.
”Limbah dan sampah merupakan bagian hulu dari pencemaran sungai,” kata Puput saat dihubungi di Jakarta, Senin (30/7/2018). Menurut Puput, pemerintah perlu menyediakan instalasi pengolahan air limbah (IPAL) di tempat pemukiman penduduk.
IPAL sering dipandang hanya dibutuhkan untuk pabrik, padahal limbah rumah tangga, seperti limbah sabun, juga perlu diolah sebelum masuk ke sungai. Sabun bekas cucian atau mandi perlu diolah hingga jernih terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai.
Endapan limbah rumah tangga dan pabrik dapat menyebabkan air kali menjadi hitam. Bahkan, endapan tersebut dapat mengeras apabila terlalu lama, khususnya di pintu air.
Selain limbah, pengolahan sampah di DKI Jakarta belum maksimal. ”Masyarakat Jakarta membutuhkan tempat pembuangan akhir (TPA) dan diolah dengan memanfaatkan teknologi ramah lingkungan,” kata Puput.
Menurut Puput, banyaknya masyarakat yang membuang sampah di sungai karena kurangnya TPA di setiap wilayah. Selama ini, sampah dari masyarakat DKI Jakarta hanya dibuang di tempat pembuangan sampah sementara.
Sampah tersebut dibawa ke Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat. Pengolahannya pun masih belum ramah lingkungan sehingga mengakibatkan air, udara, dan tanah menjadi tercemar.
Sampah dari hulu
Banyaknya sampah di sungai-sungai DKI Jakarta juga berasal dari wilayah luar kota. Putut menuturkan, sejumlah sampah tersebut berasal dari Bogor dan Depok, Jawa Barat.
Hal tersebut terjadi karena aliran sungai di DKI Jakarta berasal dari Jawa Barat. Oleh karena itu, kerja sama antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dan Jawa Barat dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah pencemaran sungai.
Maulana (24) menuturkan, sampah-sampah yang ada di Kali Sentiong atau Kali Item berasal dari limbah rumah tangga dan industri rumah tangga pembuatan tahu dan tempe. Selain itu, sampah tersebut merupakan kiriman dari luar wilayah Kemayoran. Sejumlah sampah berasal dari Kramat dan Senen, Jakarta Pusat.
Beberapa sampah tersebut mengendap dan ada yang menyangkut di bawah jembatan. Akibatnya, warna air menjadi hitam dan menimbulkan bau kurang sedap.
Kurang peduli
Menurut Puput, masyarakat kurang peduli pada lingkungan karena tidak adanya edukasi yang berkelanjutan. ”Selama ini, pemerintah kurang tegas dalam menerapkan aturan yang dapat menindak orang yang membuang sampah sembarangan,” kata Puput.
Adnan (18), warga Bidaracina, mengaku sering membuang sampah di Kali Ciliwung, Jakarta Timur, karena sudah terbiasa. Ia menuturkan, banyak warga yang membuang sampah di Kali Ciliwung sehingga ia pun ikut membuang sampah ke sungai.
Ia mengaku tidak pernah terpikirkan apabila sampah yang dibuang dapat mencemari lingkungan, bahkan dapat menyebabkan banjir. Bagi Adnan, membuang sampah di sungai merupakan hal yang wajar.
Mar (37), warga Setiabudi, Jakarta Selatan, yang setiap hari berjualan soto di pinggir Kali Cideng, yang berlokasi di kawasan perkantoran Kuningan, Jakarta Selatan, mengaku, setiap pagi banyak warga membuang sampah ke Kali Cideng. ”Ada juga warga yang membuang sampah di pinggir sungai,” kata Mar yang telah berjualan di kawasan tersebut selama lebih dari 15 tahun.
Akibat sampah tersebut, Kali Cideng selalu berbau kurang sedap dan airnya menjadi hitam. Ia menceritakan, selama berjualan di kawasan tersebut, Kali Cideng selalu tercemar.