Raja Salman Yakinkan Para Mitra Arab, Riyadh Tetap Mendukung Palestina
Oleh
MUSTHAFA ABD RAHMAN DARI KAIRO, MESIR
·4 menit baca
KAIRO, KOMPAS — Arab Saudi terus berusaha meluruskan opini di dunia Arab tentang sikapnya yang dikesan abu-abu atas proyek perdamaian Israel-Palestina yang dikenal dengan sebutan ”Transaksi Abad Ini” dari pemerintahan Presiden Amerika Serikat Donald Trump.
Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud, seperti dikutip kantor berita Reuters, Minggu (29/7/2018), kepada mitranya dari sejumlah negara Arab menegaskan, Arab Saudi tidak akan mendukung proyek perdamaian Timur Tengah jika tanpa menyinggung status kota Jerusalem dan hak kembali pengungsi Palestina.
Mengutip diplomat dan sejumlah analis, kantor berita Reuters melansir bahwa Raja Salman telah menyampaikan jaminan pribadi kepada Presiden Palestina Mahmoud Abbas bahwa Riyadh akan terus membela dan mendukung posisi Arab sekaligus menepis persepsi tentang perubahan sikap Arab Saudi di bawah Putra Mahkota Pangeran Mohammad bin Salman (MBS).
”Di Arab Saudi, hanya Raja yang bisa mengambil keputusan, bukan Putra Mahkota. AS keliru saat beranggapan bahwa ada satu negara yang mampu menekan terkait isu Palestina itu. Tidak ada pemimpin Arab yang berani memberi konsesi terkait kota Jerusalem atau Palestina,” ujar seorang diplomat senior Arab, seperti dikutip Reuters.
Utusan Khusus Palestina untuk Arab Saudi, Basem Al-Agha, kepada kantor berita yang berkantor pusat di London itu juga mengungkapkan bahwa Raja Salman telah menyampaikan dukungannya kepada Palestina dalam pertemuan terakhir dengan Presiden Abbas.
”Kami tidak akan mengabaikan Anda. Kami akan menerima apa yang Anda terima dan kami menolak atas apa yang Anda tolak,” kata Raja Salman kepada Abbas.
Penegasan Raja Salman terkait isu Palestina tersebut dalam upaya menepis opini negatif di dunia Arab terkait sikap Arab Saudi terhadap proyek perdamaian Palestina-Israel rancangan pemerintahan AS di bawah Trump yang kerap disebut dengan istilah ”Transaksi Abad Ini”.
Opini negatif tersebut berkembang mulai bulan Desember 2017, menyusul mulai bocornya proyek ”Transaksi Abad Ini” antara Israel dan Palestina ke publik Arab. Saat itu, cukup santer berita bahwa ”Transaksi Abad Ini” dirancang bersama oleh Pangeran Mohammad bin Salman dan penasihat politik Presiden Trump yang juga menantunya, Jared Kuhsner, dalam pertemuan panjang mereka pada bulan Oktober 2017 di sebuah kompleks pertanian dekat kota Riyadh.
Palestina saat itu langsung menolak proyek ”Transaksi Abad Ini” tersebut karena bocoran salah satu isi proyek itu menyebutkan bahwa Desa Abu Dis, dekat kota Jerusalem Timur, disiapkan untuk dijadikan ibu kota negara Palestina kelak. Palestina sejak Desember 2017 langsung membangun opini tandingan agar dunia Arab menolak ”Transaksi Abad Ini” itu.
Upaya Palestina tersebut cukup berhasil. Para pemimpin Arab dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) Liga Arab di Arab Saudi pada akhir Maret lalu menegaskan, mendukung berdirinya negara Palestina di tanah tahun 1967 dengan ibu kota Jerusalem Timur dan hak kembali pengungsi Palestina.
Keputusan KTT Liga Arab yang dinamakan ”KTT Jerusalem” itu secara langsung menegaskan penolakan para pemimpin Arab atas ”Transaksi Abad Ini” tersebut. Sejumlah pemimpin Arab juga kembali menegaskan penolakan mereka atas proyek ”Transaksi Abad Ini” dalam lawatan Kushner dan Utusan Khusus AS untuk Timur Tengah, Jason Greenblatt, ke Timur Tengah pada pertengahan Juni lalu.
Para pemimpin Arab yang ditemui Kushner dan Greenblatt tetap bersikeras meminta berdirinya negara Palestina di atas tanah 1967 dengan ibu kota Jerusalem Timur. Pemimpin Arab tersebut adalah Presiden Mesir Abdel Fatah el-Sisi, Raja Abdullah II dari Jordania, dan Putra Mahkota Arab Saudi Pangeran Muhammad bin Salman.
Kushner dan Greenblatt kemudian mengenalkan Proyek Gaza First dalam lawatan mereka pada bulan Juni itu setelah para pemimpin Arab menolak ”Transaksi Abad Ini”. Proyek Gaza First bertumpu pada misi bantuan kemanusiaan di Jalur Gaza untuk mengakhiri blokade atas wilayah tersebut yang berlangsung sejak tahun 2007.
Proyek Gaza First saat ini sedang dirundingkan secara intensif antara AS, Israel, Mesir, Hamas, dan Otoritas Palestina. AS menghendaki Gaza First menjadi bagian dari ”Transaksi Abad Ini”. Namun, pihak Palestina bersikeras Gaza First adalah proyek terpisah dari ”Transaksi Abad Ini”.