Mencoba Mengembang di Bawah Tekanan
Bisnis otomotif Indonesia saat ini berada di bawah tekanan. Peristiwa politik lima tahunan di dalam negeri serta perang dagang Amerika Serikat dan China, memberi nuansa tersendiri bagi produsen otomotif Indonesia. Walau demikian, pasar otomotif di Indonesia masih sangat menjanjikan.
Dinamika industri otomotif di Indonesia dari waktu ke waktu berkelindan dengan berbagai faktor. Mulai dari keuangan dan investasi, energi, perdagangan, teknologi, hingga politik, baik lokal maupun internasional. Wajar jika sektor otomotif menjadi rentan terimbas kebijakan ekonomi dunia.
Pelemahan nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing menjadi hal paling terlihat dampaknya, termasuk terhadap industri otomotif. Secara perlahan pelemahan ini terus terjadi dan per hari Selasa (31/7/2018), rupiah menyentuh angka Rp 14.422 per dollar AS, menurut data resmi Bank Indonesia.
Pelemahan nilai tukar rupiah ini tentu berdampak pada harga jual mobil. Kenaikan biaya produksi, khususnya bagi kendaraan-kendaraan impor atau yang kandungan lokalnya minim, tentu langsung berdampak pada kenaikan harga jual. Beberapa produsen mobil di Indonesia sudah mengambil ancang-ancang menaikkan harga jual.
Salah satunya adalah PT Mitsubishi Motor Krama Yudha Sales Indonesia (MMKSI) yang sudah ancang-ancang menaikkan harga di tengah booming produknya, Mitsubishi Xpander.
“Apa boleh buat. Kami harus menaikkan harga,” kata Direktur Sales dan Marketing PT MMKSI Irwan Kuncoro, saat peluncuran program Tons of Real Happiness di Bekasi, akhir pekan lalu.
Tekanan negatif tak hanya berasal dari pelemahan nilai tukar rupiah. Kenaikan suku bunga perbankan juga menjadi satu faktor negatif yang berdampak pada angka penjualan kendaraan bermotor, khususnya roda empat.
Executive General Manager PT T0yota Astra Motor (TAM) Franciscus Soerjopranoto mengatakan, dampak kenaikan suku bunga ini terasa di segmen menengah ke bawah, khususnya pada mobil dengan harga di bawah Rp 200 juta.
Masih menunggu
Berbeda dengan Mitsubishi yang sudah berancang-ancang menaikkan harga produk utamanya, TAM memilih menunggu waktu yang tepat dan membaca situasi dan upaya pemulihan kondisi perekonomian dalam negeri. Menurut Soerjo, meski pelemahan terus terjadi, pihaknya memiliki banyak pertimbangan sebelum memutuskan menaikkan harga jual.
Dia menjelaskan, TAM melihat pemerintah masih terus berupaya mengeluarkan berbagai kebijakan untuk memperkuat nilai tukar rupiah. Upaya-upaya ini, menurut dia, harus dibarengi usaha semaksimal mungkin dari industri otomotif, khususnya TAM, untuk menunda kenaikan.
Sebagai pemimpin pasar otomotif di Indonesia, TAM, lanjut Soerjo, melakukan perhitungan teliti terhadap dampak yang terjadi jika menaikkan harga. Efek domino akan terjadi dan meluas ke produsen lainnya.
“Kalau kami menaikkan harga, produsen lain akan mengikuti. Kondisi inilah yang tak kami inginkan. Termasuk kemungkinan jika kenaikan harga berdampak pada total angka penjualan produk otomotif yang turun menjadi di bawah satu juta unit pada akhir tahun ini,” kata dia.
Dampak lanjutan dari kebijakan itu, kata dia, bisa membuat sumbangan modal pembangunan dari industri akan menurun. TAM, imbuh Soerjo, berusaha agar kondisi industri otomotif tetap stabil dengan setidaknya jumlah produksi yang tidak berubah jauh dibanding tahun-tahun sebelumnya, yaitu di atas angka 1 juta unit per tahun.
“Jika setidaknya produksi bisa dilaksanakan dengan kapasitas minimum saja, tidak akan ada penurunan produktivitas dan akhirnya berdampak pada sumber daya manusia pendukung produksi,” kata dia.
Pemetaan ulang
Berbeda dengan segmen menengah-bawah yang menurut Soerjo terkena dampak, segmen menengah ke atas dengan harga Rp 250 juta ke atas tak begitu terkena dampak dari pelemahan ekonomi. Bahkan, untuk mobil komersial, Soerjo menilai berpeluang tumbuh cukup besar, terutama karena harga komoditas yang sedang membaik.
Untuk itulah lanjut dia, pemetaan ulang segmen pasar akan menentukan besar kecilnya volume perdagangan dan nilai transaksi di industri otomotif saat ini. Di tengah gonjang-ganjing ekonomi nasional dan dunia, pemetaan dan segmen pasar khusus menjadi salah satu peluang solusi untuk tetap mengembangkan pasar otomotif nasional.
PT KIA Mobil Indonesia (KMI), misalnya, memilih meluncurkan produk baru mereka, KIA Grand Sedona Diesel di tengah kondisi ekonomi saat ini. Menurut General Manager PEngembangan Bisnis PT KMI Harry Yanto, mobil multipurpose vehicle (MPV) ini tetap memiliki daya pikat tinggi bagi konsumen Indonesia, khususnya mereka yang memikirkan kualitas, keamanan, kenyamanan, sekaligus tingkat konsumsi bahan bakar.
Selain itu, PT KMI juga tak melupakan karakter konsumen di Indonesia yang tetap mencari kendaraan yang bisa mengangkut banyak penumpang.
Dengan semua kondisi itu, pasar otomotif di Indonesia masih menjadi magnet bagi produsen otomotif dunia. Dalam beberapa pekan terakhir saja, lebih dari lima perusahaan otomotif menyodorkan produk-produk baru yang diyakini bisa menggoda calon konsumen.
Mulai dari kelas premium, seperti Bentley yang meluncurkan Bentley Bentayga V8, BMW yang meluncurkan dua produk premiumnya, hingga DFSK, pemain baru di pasar otomotif Indonesia dengan DFSK Glory 580.
Bahkan, pada perhelatan Gaikindo Indonesia International Auto Show (GIIAS) 2018 di ICE BSD City, Tangerang, yang akan dimulai 2 Agustus 2018 besok, tercatat 40 kendaraan baru akan diperkenalkan ke masyarakat. Mulai dari sepeda motor, kendaraan penumpang, hingga kendaraan niaga.
Banyaknya produk baru membuat Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) optimistis dengan prospek pasar otomotif hingga satu tahun mendatang. “Positif walau berat,” kata Yohannes Nangoi, Ketua Umum Gaikindo, pertengahan Juli lalu.
Dia menyebut, selama setengah tahun pertama tahun 2018, penjualan kendaraan di Indonesia mencapai 555.000 unit. Dibanding periode yang sama tahun sebelumnya, menurut dia, angka itu sudah menunjukkan kenaikan lima persen. Bila hal itu terus berlangsung hingga akhir tahun nanti, dirinya optimistis angka penjualan bisa tetap sama atau naik tipis daripada tahun lalu yang mencapai sekitar 1,1 juta-1,2 juta unit kendaraan.
Soerjo pun menilai optimisme Gaikindo harus didukung. Meski ia meyakini, pasar akan tumbuh lebih baik lagi bila konsolidasi demokrasi pada pemilihan presiden dan wakil presiden serta pemilihan umum legislatif pada tahun 2019 berjalan mulus.