Mengejar ”Cuan” di Balik Status ”Unicorn”
Menyandang gelar unicorn, siapa pengusaha perusahaan rintisan teknologi yang tidak mau? Investor ventura juga berlomba-lomba menginginkan perusahaan yang telah mereka suntikkan dana mengejar status perusahaan 1 miliar dollar AS. Bahkan, Pemerintah Indonesia rela turut campur tangan ingin mencetak pemain baru melalui program Nexticorn.
Unicorn merupakan gelar yang disematkan kepada perusahaan rintisan bidang teknologi yang memiliki nilai valuasi (nilai sebuah perusahaan, bukan sekadar hasil pendanaan) lebih dari 1 miliar dollar AS.
Sebanyak 70 perusahaan rintisan bidang teknologi lokal telah masuk kategori perusahaan dengan nilai valuasi bisnis 10 juta dollar AS. Mereka adalah hasil seleksi dan penilaian dari program The Next Indonesia Unicorn (Nexticorn) yang digagas pemerintah bekerja sama dengan Asosiasi Modal Ventura Start Up Indonesia dan kantor akuntan publik Ernst & Young pada 2017.
Nexticorn menjadi sarana yang menjembatani perusahaan rintisan teknologi terpilih untuk mengakses pembiayaan ke penanam modal besar. Tujuan akhir Nexticorn adalah menghasilkan unicorn-unicorn baru.
Contoh perusahaan yang masuk daftar 70 tersebut di antaranya Investree, Modalku, Kata.ai, Ruangguru, Sociolla, dan HarukaEdu.
Ketua II Asosiasi Modal Ventura Start Up Indonesia (Amvesindo) Donald Mihardja yang ditemui 4 Mei 2018 di Jakarta mengatakan, ada gap antara perusahaan unicorn dengan mereka yang masih masuk kategori bervaluasi 10 juta dollar AS. Sejauh ini, perusahaan rintisan yang sudah masuk kategori unicorn Indonesia baru berjumlah empat, yakni Go-Jek, Tokopedia, Traveloka, dan Bukalapak.
Untuk naik ke kelas unicorn, sebuah perusahaan rintisan harus memiliki model bisnis stabil, berkelanjutan, data perolehan pendapatan, dan informasi pelanggan yang benar. Faktor yang tidak boleh dilupakan adalah ketersediaan dukungan pendanaan bernilai besar.
Untuk naik ke kelas unicorn, sebuah perusahaan rintisan harus memiliki model bisnis stabil, berkelanjutan, data perolehan pendapatan, dan informasi pelanggan yang benar.
Di sisi lain, pemerintah melalui Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara berambisi, Indonesia harus memiliki satu unicorn lagi selama kurun waktu sampai 2019.
Berangkat dari situasi itu, Nexticorn diluncurkan. Donald menceritakan, program Nexticorn memiliki tahapan-tahapan.
Pada mulanya, panitia program mengundang seluruh perusahaan rintisan bidang teknologi lokal untuk mendaftar. Kemudian, tim melakukan penilaian dan wawancara. Agar bisa digolongkan menjadi perusahaan bervaluasi 10 juta dollar AS, perusahaan rintisan sudah harus memiliki model bisnis kuat, produk atau jasa yang dijual memberikan keuntungan, dan potensi naik kelas.
”Kami menilai pula pangsa pasar dan inovasi produk,” ujar pria yang juga menjabat sebagai Chief Coordinating of Nexticorn itu.
Pada 9-10 Mei 2018, di Nusa Dua, Bali, Amvesindo bersama Ernst & Young menyelenggarakan 1st Next Indonesian Unicorns International Summit.
Lead Coordinator of Nexticorn Roadshow Calendar Ridzkisyahputera menjelaskan, acara itu bertujuan mempertemukan 70 perusahaan rintisan kategori seri B dengan investor global ataupun lokal. Dia menyebutkan, 60 perusahaan modal ventura hadir. Sebagai contoh, Sequoia Capital, SoftBank, Tencent, dan Mandiri Capital Indonesia.
”Tujuan intinya adalah investasi. Jadi, kami menyiapkan booklet dan materi profil setiap perusahaan rintisan bidang teknologi digital. Selain itu, kami siapkan acara seminar yang diisi perwakilan pemerintah dan tokoh di perusahaan teknologi internasional,” katanya.
Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Lis Sutjiati mengemukakan, 1st Next Indonesian Unicorns International Summit juga memperkenalkan perusahaan-perusahaan rintisan buatan Indonesia. Dari sisi pemerintah menginginkan agar ada akselerasi skala usaha terhadap 70 perusahaan itu.
Menurut dia, acara 1st Next Indonesian Unicorns International Summit mendapat sambutan positif dari dunia internasional. Ada beberapa di antara 70 perusahaan terpilih akhirnya bertemu dengan calon pemodal baru. Sayangnya, Lis enggan menyebut nama-nama perusahaan ataupun investor yang dia maksud.
Korporasi umum
Pertanyaan berikutnya bagaimana perjalanan selanjutnya setelah predikat unicorn melekat. ”Setelah mencapai level unicorn, tentunya perjuangan mereka belum selesai. Mereka tetap harus terus mempertahankan pangsa pasar,” kata Donald.
Untuk Go-Jek, katanya, perusahaan yang digawangi Nadiem Makarim ini tetap harus memenangkan perang pasar dengan Grab. Sementara, Tokopedia dan Bukalapak juga perlu terus tumbuh.
Apalagi, pangsa pasar e-dagang baru 0,5 persen sampai 2 persen. Sisanya masih dikuasai perdagangan luring. Dengan demikian, keduanya seharusnya mulai berpikir memberikan nilai tambah, tidak melulu memberikan diskon, dan berkutat perang harga.
Adapun Traveloka sekarang bertumbuh di luar layanan inti mereka sebagai agen penjualan tiket pesawat secara daring. Mereka mengeluarkan aneka fitur yang saling melengkapi satu sama lain, misal pemesanan hotel, bus, kereta api, pulsa seluler, dan katalog restoran.
”Setelah meraih gelar unicorn, aksi mereka yang sudah kelihatan adalah berlomba membangun aplikasi universal. Suatu aplikasi bisa melayani semua layanan mulai dari pembayaran, e-dagang, sampai daring ke luring (O2O). Mirip WeChat di China,” kata Donald.
Pendiri Kibar Kreasi–penyedia layanan pembangunan ekosistem usaha rintisan teknologi (start up ecosystem builder)–Yansen Kamto, mempunyai pandangan berbeda. Menurut dia, tidak ada perbedaan berarti antara korporasi pada umumnya dan perusahaan rintisan setelah menyandang gelar unicorn.
”Mereka (unicorn) menjalankan bisnis seperti bisnis pada umumnya. Business as usual. Mereka melakukan merger dan akuisisi terhadap perusahaan lain, baik berasal usaha rintisan teknologi maupun sektor industri tradisional. Tujuannya adalah memperkuat pangsa pasar fitur layanan mereka,” ujarnya.
Namun, Yansen menekankan bahwa strategi setelah menjadi unicorn akan selalu menggunakan pendekatan inovasi teknologi dan kebutuhan konsumen. Dua pendekatan ini jarang dan bahkan tidak pernah dimiliki korporasi tradisional.
Dia menggambarkan situasi di Airbnb. Mengutip crunchbase.com, Airbnb tercatat telah mengakuisisi 17 perusahaan. Sebagai contoh, Accoleo (penyedia platform bagi mahasiswa yang ingin menyewakan flats beserta kasur tambahan dan sofa) dan Accomable (laman pemasaran untuk properti dan layanan perjalanan yang dapat diakses orang dengan kesulitan mobilitas).
Pendiri Cowboy Ventures, Aileen Lee, dalam tulisannya, ”Welcome to the Unicorn Club: Learning from Billio-Dollar Startups di TechCrunch”, menceritakan pengalamannya membangun kumpulan data perusahaan teknologi perangkat lunak yang berbasis di AS yang dimulai sejak Januari 2003. Cowboy Ventures adalah pemodal ventura yang menyuntikkan dana khusus tahap permulaan (seed stage).
Perusahaan tersebut baru memperoleh nilai valuasi 1 miliar dollar AS atau lebih dan disebut unicorn. Penilaian diperoleh dari investor pasar publik atau swasta.
Rata-rata terdapat empat unicorn lahir per tahun dalam satu dekade terakhir.
Pada saat tulisannya diturunkan November 2013, dia berhasil mengumpulkan 39 perusahaan untuk dimasukkan ke dalam kumpulan data bernama Unicorn Club. Sambil mengumpulkan, Lee menemukan beberapa pembelajaran menarik.
Rata-rata terdapat empat unicorn lahir per tahun dalam satu dekade terakhir. Setiap satu dekade lahir satu sampai tiga super unicorn atau perusahaan teknologi perangkat lunak bernilai lebih dari 100 miliar dollar AS akan lahir. Contoh super unicorn adalah Facebook.
Lee pun menemukan ada dua kecenderungan pendekatan setelah perusahaan rintisan teknologi menjadi unicorn. Pertama, unicorn berorientasi pada konsumen. Mereka biasanya berjumlah lebih banyak dan menciptakan lebih banyak nilai secara agregat.
Kedua, unicorn berorientasi pada perusahaan. Mereka umumnya berkembang menjadi lebih bernilai rata-rata, meningkatkan modal pribadi, dan memberikan pengembalian investasi yang lebih tinggi.
Dia mengelompokkan perusahaan-perusahaan tersebut ke dalam empat model bisnis yang mampu mendorongnya meraih keuntungan nilai agregat. Keempat kategori meliputi e-dagang (11 perusahaan), pelanggan atau menyediakan layanan gratis untuk konsumen dan monetisasi melalui iklan (11 perusahaan), perangkat lunak sebagai jasa utama atau SaaS (7 perusahaan), serta perusahaan penyedia perangkat lunak berbayar berskala lebih besar (10 perusahaan).
Contoh unicorn yang masuk ke dalam Unicorn Club yaitu Waze, Evernote, Airbnb, FireEye, Uber, Square, Splunk, Groupon, dan Dropbox.
Pembelajaran
Segala temuan menarik riset Lee menjurus ke pertanyaan: mengapa wirausaha teknologi ataupun investor ventura sangat peduli terhadap gelar perusahaan bernilai miliaran dollar AS? Jawabannya sederhana, yakni keperluan mendorong pengembalian dari kepemilikan dana yang diberikan ke dalam perusahaan.
Laman berita wired.com pernah menurunkan tulisan ”Unicorns aAre Rare:This Study Suggests They Should be Even Rarer”. Tulisan ini memuat studi dari National Bureau of Economic Research yang menyimpulkan bahwa rata-rata unicorn dinilai 50 persen terlalu tinggi. Studi dilakukan oleh para peneliti dari University of British Columbia dan Stanford.
Mereka memeriksa 135 perusahaan rintisan bidang teknologi senilai 1 miliar dollar AS atau lebih. Dari jumlah itu, para peneliti memperkirakan bahwa hampir setengah―65 perusahaan―seharusnya bernilai kurang dari 1 miliar dollar AS.
Sebagai gambaran, Airbnb. Tanggal valuasi perusahaan ini tercatat September 2016. Hasil penilaian publik menyebut 30 miliar dollar AS, sedangkan penilaian studi sebesar 26,1 miliar dollar AS.
Mengapa situasi tersebut bisa terjadi? Untuk mendapatkan status unicorn, sebagian besar perusahaan menerima pendanaan dengan ikatan, seperti persyaratan yang memberi imbalan kepada investor terbaru dengan mengorbankan investor awal dan pemegang saham karyawan. Mereka harus memberikan beberapa bagian kepada pemegang saham hak lebih dari yang lain. Belum lagi, adanya hak veto yang dimiliki investor tertentu.
Gelar unicorn memang tampaknya membanggakan. Namun, di balik itu tersimpan lika-liku perjalanan panjang, yang sejatinya berujung pada perolehan pendapatan uang bernilai besar. Teknologi hanyalah sarana.