MALANG, KOMPAS- Peranan Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah dibutuhkan untuk menghadapi globalisasi dan perubahan lanskap kehidupan di banyak sisi. IMM harus bisa mengawal Negara Kesatuan Republik Indonesia dan Pancasila yang merupakan ideologi dan hasil kesepakatan para pendiri bangsa.
Hal itu mengemuka dalam pembukaan Muktamar IMM ke-18 di Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Malang, Jawa Timur, Rabu (1/8/2018). Muktamar yang berlangsung 1-6 Agustus 2018 itu bertema “Meneguhkan Pancasila Sebagai Sukma Bangsa untuk Kesejahteraan Indonesia” diikuti sekitar 4.000 peserta dari seluruh Indonesia.
“Orang boleh beri penafsiran macam-macam yang penting Indonesia dengan Pancasilanya adalah sebuah pilihan terbaik,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy. Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir dan Rektor UMM Fauzan juga hadir.
Menurut Muhadjir sebagaimana diputuskan dalam muktamar Muhammadiyah di Makassar, Sulawesi Selatan, 2015, Indonesia dipandang sebagai negara kesepakatan, negara yang dipersaksikan (disahadatkan). Tidak ada negara di wilayah ini kecuali NKRI.
Muhadjir menambahkan dalam perjalanannya, IMM harus punya komitmen yang kuat di bawah payung dan sayap Muhammadiyah. IMM harus bergerak terus mengawal NKRI. Muhammadiyah dan IMM telah memahami di mana posisi mereka dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.
Haedar mengatakan, kader IMM boleh belajar tentang sistem negara apapun tetapi mereka harus ingat kesepakatan pendiri bangsa bahwa Indonesia adalah negara Pancasila dan Pancasila sejalan dengan Islam. Jika di antara kader IMM ada yang punya pandangan lain, mereka perlu belajar lagi tentang kebangsaan dan kenegaraan.
Pada kesempatan ini Haedar juga mengingatkan bahwa sosok kader IMM harus menjadi ulil albab, yakni orang yang selalu mengolah setiap pikiran, pendapat, pandangan, perspektif, dan paradigma, untuk kemudian diambil yang terbaik. Dengan begitu, maka mereka akan menjadi kader unggul dalam berbagai bidang dan lingkungan.
“Artinya kader IMM harus selalu haus ilmu. Pelajari pikiran dari manapun datangnya. bahkan dari seorang atheis sekalipun untuk tahu cara berpikirnya. Jangan takut berdialog dengan berbagai macam persepaktif dan paradigma. Tapi jangan jadi pengikut. Ambil yang terbaik, di situlah kecerdasan ulil albab,” katanya.
Kualitas intelektual
Jika hal ini menjadi paradigma kader IMM, menurut Haedar mereka akan selalu menjadi kader unggul dalam berbagai bidang dan lingkungan. Tetapi itu saja tidak cukup, kualitas intelektual mahasiswa juga dilandasi moral yang kokoh, yakni ahlak mulia. Menurut Haedar dimensi moral dan intelektual jangan sampai hilang. Jika bisa, kedua dimensi ini harus dibawa agar menjadi karakter akademik.
Sementara itu Ketua Umum IMM Ali Muthohirin mengatakan, Pancasila menjadi sukma atau jiwa dari bangsa Indonesia. “Mari jadikan semangat (Pancasila) itu sebagai pijar bahwa mahasiswa muhammadiyah adalah pencerah,” katanya.