JAKARTA, KOMPAS - Telepon seluler pintar kategori segmen bawah atau kisaran harga Rp 2 juta tetap memiliki porsi dominan di pasar Indonesia. Penggunanya tumbuh dari kabupaten dan kota kecil.
Associate Market Analyst International Data Corporation Indonesia (IDC) Risky Febrian, Rabu (1/8/2018), di Jakarta, mengatakan, situasi tersebut mendorong produsen bersaing ketat mengembangkan ponsel kategori segmen bawah mereka. Tren pasar yang sekarang berkembang adalah ponsel pintar dengan spesifikasi teknologi canggih dapat dibeli dengan harga terjangkau.
Dia mencontohkan, Xiaomi. Produsen asal China ini diduga memicu persaingan ketat melalui peluncuran seri Redmi 5A. Produsen lain berlomba mempertahankan pangsa pasar mereka walaupun cukup sulit.
"Dari sisi industri, produsen mengaku kesulitan bermain di segmen bawah karena margin cenderung rendah. Akibatnya, mereka susah belanja pemasaran, iklan, hingga insentif penjualan. Namun, segmen bawah di Indonesia adalah salah satu target potensial," ujarnya.
Risky mengemukakan, produsen asal China akan semakin agresif menggarap pasar ponsel pintar di Indonesia. Langkah China di Indonesia ini sejalan dengan di global.
Laporan IDC Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker, seperti dikutip Bloomberg (1 Agustus 2018), menyebutkan, Huawei Technologies Co berada di urutan kedua dalam pengiriman ponsel pintar secara global pada triwulan II-2018. Urutan kedua sebelumnya ditempati oleh Apple Inc. Peringkat pertama adalah Samsung Electronics Co. Huawei mengirim 54,2 juta unit ponsel pintar atau tumbuh 41 persen dibanding periode yang sama tahun 2017. Persentase pangsa pasar perusahaan ini di dunia mencapai 16 persen.
Produsen asal China akan semakin agresif menggarap pasar ponsel pintar di Indonesia
IDC Worldwide Quarterly Mobile Phone Tracker juga menyebutkan, produsen ponsel pintar asal China lainnya, yakni Xiaomi Corp dan Oppo, melengkapi lima besar penguasa pasar di global pada triwulan II-2018.
Risky mengemukakan, Lenovo Motorola sekarang tetap menjual stok ponsel pintar mereka yang sudah tersedia di distributor dan toko ritel. Pusat layanan perbaikan pun tetap beroperasi. Hanya saja, produsen ini melakukan pengurangan bisnis perangkat bergerak (mobile devices) di Indonesia.
Direktur Standardisasi Perangkat Pos dan Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo), Mochamad Hadiyana, yang dikonfirmasi secara terpisah, mengungkapkan, pihaknya masih banyak menerima permohonan sertifikasi ponsel Lenovo. Sementara itu, Motorola dia akui sudah tidak banyak mengajukan sertifikasi untuk jenis ponsel.
Dia mengatakan, pemerintah terus mendorong implementasi produksi dalam negeri melalui tingkat kandungan komponen dalam negeri (TKDN) perangkat, termasuk ponsel pintar. Sesuai data Kemkominfo per 1 Januari 2017 - 2018, jumlah sertifikat perangkat ponsel pintar, sabak, dan komputer jinjing mengandung TKDN 30 persen yang diterbitkan kementerian mencapai sekitar 294.
Data Kementerian Perindustrian (Kemenperin) menyebutkan, pada 2013, impor ponsel mencapai 62 juta unit, sedangkan produksi dalam negeri sekitar 105.000 unit untuk dua merek lokal. Setelah itu, pemerintah mengeluarkan arahan mengurangi impor dan mendorong produktivitas dalam negeri melalui kebijakan TKDN.
Setelah kebijakan TKDN terbit, impor turun jadi 37 juta unit tahun 2015, lalu 18,5 juta unit tahun 2016, dan 11,4 juta unit tahun 2017. Sementara produksi dalam negeri berfluktuasi, yakni 50 juta unit (2015), 68 juta unit (2016), dan 60,5 juta unit (2017).