Penduduk Desa Bisa Semakin Miskin
JAKARTA, KOMPAS — Bahan pangan masih berkontribusi besar terhadap inflasi Juli 2018. Desa sebagai produsen pangan justru mengalami inflasi yang tinggi akibat kenaikan harga bahan pangan.
Pemerintah perlu memperhatikan hal ini. Sebab, inflasi bahan pangan yang kian tinggi dapat menyebabkan kemiskinan.
Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) yang dirilis Rabu (1/8/2018), inflasi pada Juli 2018 sebesar 0,28 persen. Inflasi terutama akibat kenaikan harga kelompok bahan makanan dan biaya pendidikan. Inflasi kelompok bahan makanan sebesar 0,86 persen, sedangkan kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga 0,83 persen.
Inflasi kelompok bahan makanan terjadi antara lain karena kenaikan harga telur ayam ras, daging ayam ras, cabai rawit, dan kacang panjang. Adapun kenaikan inflasi kelompok pendidikan, rekreasi, dan olahraga disebabkan peningkatan kebutuhan biaya sekolah. Dari 82 kota yang jadi penghitungan Indeks Harga Konsumen, sebanyak 68 kota mengalami inflasi.
Inflasi di perdesaan pada Juni 2018 sebesar 0,82 persen. Inflasi tertinggi terjadi pada kelompok bahan makanan, yakni 1,40 persen. Kondisi ini dipicu kenaikan harga telur ayam ras, daging ayam ras, dan cabai rawit.
Ekonom Center of Reform on Economics (CORE), Akhmad Akbar Susamto, berpendapat, kendati persentase penduduk miskin di bawah garis kemiskinan turun, jumlah penduduk yang masuk kategori miskin dan hampir miskin pada Maret 2018 sangat besar, yaitu 64 juta orang. Penduduk yang termasuk kategori itu sangat rentan menjadi miskin, terutama jika terjadi lonjakan inflasi. Meskipun inflasi umum dapat ditekan di bawah 4 persen, inflasi bahan pangan yang mudah bergejolak sangat berpengaruh terhadap masyarakat golongan bawah.
”Inflasi bahan pangan yang mudah bergejolak itu meningkat sangat signifikan sepanjang paruh pertama tahun ini, yaitu 3,66 persen. Angka tersebut lebih tinggi dibandingkan dengan periode sama tahun lalu, yang mengalami deflasi 0,19 persen,” ujar Akhmad.
Peningkatan pendapatan petani di perdesaan sangat terbatas. Nilai tukar petani (NTP) hanya tumbuh 1,82 persen, dari 100,31 pada semester I-2017 menjadi 102,14 pada semester I-2018. Adapun upah riil buruh tani hanya meningkat 0,93 persen.
”Strategi pengurangan jumlah penduduk miskin tidak cukup hanya dengan menjaga inflasi dan melalui bantuan sosial. Pemberdayaan masyarakat miskin dengan menciptakan lapangan kerja, khususnya di sektor formal, sangat diperlukan. Sektor formal lebih dapat menjamin kepastian pendapatan dan perlidungan sosial,” ujar Akhmad.
Kepala BPS Suhariyanto di Jakarta, Rabu, memaparkan, inflasi merupakan salah satu penyebab kemiskinan. Pada Maret 2018, kontribusi makanan terhadap garis kemiskinan 73,48 persen.
”Untuk itu, pengendalian inflasi bahan pangan sangat diperlukan agar tidak menambah angka kemiskinan,” ujarnya.
Pada Maret 2018 ada 25,95 juta penduduk miskin di Indonesia. Dari jumlah itu, sebanyak 15,81 juta penduduk tinggal di perdesaan.
Menurut data BPS, beras berkontribusi besar terhadap garis kemiskinan. Kontribusi beras terhadap garis kemiskinan di kota sebesar 20,95 persen, sedangkan di desa 26,70 persen.
Dampak berganda
Inflasi yang relatif rendah tidak berimplikasi terhadap peningkatan produktivitas dan daya beli masyarakat. Kondisi itu dikhawatirkan membuat pertumbuhan ekonomi stagnan dan memicu dampak berganda.
Menurut Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati, terjadi anomali antara inflasi rendah dan penurunan daya beli. Pertumbuhan konsumsi rumah tangga justru turun dari 4,97 persen pada triwulan IV-2017 menjadi 4,95 persen di triwulan I-2018.
”Upaya pengendalian harga seharusnya tak berhenti pada pencapaian inflasi rendah. Stabilitas harga harus diikuti peningkatan produktivitas dan daya beli masyarakat,” kata Enny di Jakarta, Rabu.
Tahun ini, Bank Indonesia menargetkan inflasi di kisaran 2,5-4,5 persen. Adapun inflasi dalam asumsi makro APBN 2018 sebesar 3,5 persen.
Secara terpisah, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengakui, bukan perkara mudah mempertahankan pertumbuhan ekonomi di atas 5 persen dalam situasi ketidakpastian global. (HEN/KRN)