Berobat Gratis dengan Botol-botol Bekas di Cianjur
Dalam senyap, Klinik Harapan Sehat di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat mengembalikan ruh pelayanan kesehatan sejati. Semua orang berhak mendapatkannya, tak peduli miskin atau kaya.
Malam baru saja hadir, tetapi Klinik Harapan Sehat di Desa Sukasari, Kecamatan Cilaku, Cianjur, masih saja ramai, Senin (16/7/2018) malam. Tepat pukul 20.00, sekitar 30 orang masih antre layanan kesehatan di sana.
Salah satunya Siti Sadiah (40). Warga Sukasari itu membawa anaknya yang mengeluh demam. Sesekali, pandangan Siti mengarah ke ruangan dokter, tempat anaknya diperiksa. Di sudut meja pemeriksaan ada keterangan info tarif yang beragam, mulai dari gratis hingga ratusan ribu rupiah.
“Di sini, kami tak perlu memikirkan biaya pengobatan. Bebas menentukan tarif sesuai kemampuan. Bahkan, bisa bayar pakai botol plastik bekas yang ditukarkan voucher kesehatan,” tutur Siti.
Klinik Harapan Sehat, yang berjarak 76 kilometer dari Kota Bandung itu, memang tak biasa. Selain kerap menggratiskan pengobatan bagi warga tidak mampu, klinik juga menyediakan pilihan pembayaran pengobatan lewat sampah. Sepuluh botol plastik bisa ditukar satu voucher berobat gratis.
Dokter Yusuf Nugraha (37) ada di balik kebijakan itu. Lulusan Fakultas Kedokteran Universitas Jenderal Ahmad Yani Cimahi itu mendirikan klinik tersebut tahun 2008. Kini, ia dibantu empat dokter umum, seorang dokter gigi dan 45 karyawan lain. Setiap hari, jam layanan dimulai pukul 07.00 dan berakhir pukul 21.00. Ratusan orang datang setiap harinya.
Metode itu telah diterapkan dua tahun terakhir. Sebelumnya, klinik juga menerapkan pembayaran dengan membaca 1 juz Al Quran dan berlaku hingga kini. Semuanya dilakukan agar masyarakat tidak ragu mengakses kesehatan.
Menurut Yusuf, sistem pembayaran itu cara unik memberikan bantuan kesehatan kepada warga tak mampu. Namun, ada juga warga yang tidak ingin menerima layanan kesehatan secara cuma-cuma.
“Awalnya, saya pernah akan membebaskan biaya pengobatan bagi seorang warga tidak mampu. Namun, tawaran itu ditolak. Dia tetap memberikan uang sebesar Rp 10.000. Katanya, ia sengaja mengumpulkan uang itu untuk berobat,” tuturnya.
Tidak enak hati, Yusuf menerima uang itu. Dari sana ia sadar, tak semua orang mau diperlakukan seperti itu. Manusia juga ingin dihargai saat berjuang memperoleh sesuatu.
Kisah itu diceritakan Yusuf pada keluarga. Istrinya, Dewi Kartikasari (32) menawarkan ide pembayaran biaya pengobatan menggunakan sepuluh botol plastik untuk satu voucher pengobatan. Selain membantu masyarakat tidak mampu, langkah itu jadi kampanye kesadaran bebas sampah plastik.
"Untuk membiayai gaji dan operasional klinik, diterapkan subsidi silang. Pasien mampu membiayai mereka yang kurang beruntung," katanya.
Ide itu disampaikan pada Nandang Abdul Muhyi (40), teman sekaligus pemilik usaha pengepul barang bekas, PD Bergunapress di Desa Sirnagalih, Cilaku. Nandang terkejut dengan ide itu. Namun, keseriusan Yusuf menghapus keraguannya. Dia menerima ajakan Yusuf menampung botol bekas dan memberikan voucher pengobatan kepada warga pengumpulnya. Semua botol dikumpulkan di gudang, satu kilometer dari klinik.
"Tidak semua orang terbiasa meminta-minta. Oleh karena itu, kita membutuhkan seni untuk memberi. Dengan cara ini, saya bisa memberi pelayanan kesehatan gratis dengan cara unik, sehingga menarik perhatian masyarakat,” ujar Yusuf.
Tak dipercaya
Tak hanya Nandang yang awalnya tak percaya. Warga desa juga penuh tanya. Mereka tidak yakin, sepuluh botol jika diuangkan akan cukup menutupi biaya pengobatan. Nilai sepuluh botol plastik bekas Rp 2.000. Jumlah itu, bak bumi dan langit bila berobat di dokter pada umumnya.
Beberapa kali warga bertanya kepada Nandang dan Yusuf untuk memastikan hal ini. Mereka menjelaskan bahwa itu bukan kabar bohong dan meminta warga tak ragu bila berobat.
“Warga masih tidak yakin. Mana mungkin menukarkan botol plastik bisa berobat. Sampai berkali-kali saya bilang, saya suruh mereka yang memiliki keluarga yang sakit berobat. Tapi, botolnya ditukarkan dulu ke Bergunapress, bukan ditaruh di klinik,” ujar Yusuf.
Inisiatif itu mendapat bantuan aparat kecamatan setempat. Sekretaris Pemberdayaan Kesejahteraan Keluarga Kecamatan Cilaku Imas Maslamah berujar, informasi metode pelayanan kesehatan unik ini disosialisasikan pada anggota PKK dan kader posyandu.
“Mereka semakin percaya dan mau mengakses pelayanan kesehatan ini,” tutur Imas, yang juga Kepala Urusan Keuangan Desa Sukasari. Ia bersyukur dengan langkah berani Klinik Harapan Sehat.
Kecamatan yakin itu membantu sekitar 2.500 warga miskin di Desa Sukasari. Total penduduk di sana 14.000 jiwa.
Diolah lagi
Perlahan, akses kesehatan ini menyebar ke kecamatan lain. Kepala Pemasaran Klinik Harapan Sehat, Deni Bintoro, menjelaskan, cakupan pasien yang dilayani klinik ini tak hanya di Cilaku. Bahkan, beberapa pasien berasal dari daerah lain, seperti Cidaun dan Gunung Padang.
Deni mengatakan, tidak semua sampah itu diambil klinik. Sebagian diolah jadi benda bernilai ekonomi lebih tinggi. Ada yang dijadikan vas bunga, dengan menambah kertas warna dan bahan-bahan unik lain.
“Jadi, tidak semua dijual. Sampah juga digunakan memberdayakan masyarakat. Kami menambah keterampilan ibu-ibu PKK dan kader Posyandu untuk mengolah botol plastik menjadi barang yang lebih berguna,” ujar Deni.
Karena botol-botol bekas itu pula, semakin banyak warga yang mengakses pengobatan, seperti Senin malam itu. Jelang pukul 21.00, keramaian di ruang tunggu Klinik Harapan Sehat mulai sepi.
Di ujung layanan hari itu, Yusuf keluar dari ruang periksa dan menyapa beberapa pasien yang masih menunggu dirawat dokter lain. "Semua orang berhak mendapatkan layanan kesehatan. Saya menjadi dokter agar bisa mewujudkan hal ini," kata dia.
Ia pun berharap semakin banyak dokter dan klinik kesehatan yang mengembalikan ruh pelayanan kesehatan yang meringankan beban masyarakat.