Konsul Jenderal RI di Jeddah, Mohamad Hery Saripudin (kanan) didampingi Kepala Biro Humas Data dan Informasi Kementerian Agama Mastuki, menjelaskan kasus deportasi 116 warga negara Indonesia dari Arab Saudi, Kamis (2/8/2018), di Mekkah.
MEKKAH, KOMPAS –Di tengah persiapan menyambut masa puncak haji pada 20 Agustus, Kota Mekkah, Arab Saudi, dikejutkan dengan penangkapan 116 warga negara Indonesia yang ingin berhaji tanpa dokumen sah.
Mereka yang digerebek di Mekkah , Arab Saudi atas dugaan pelanggaran keimigrasian itu, akhirnya dideportasi. Otoritas Atab Saudi menilai mereka menyalahi izin tinggal dan peruntukan visa.
Konsul Jenderal RI di Jeddah Mohamad Hery Saripudin kepada tim Media Center Haji (MCH) Kementerian Agama, secara bertahap, mulai Kamis (2/8/2018), mereka diterbangkan pulang ke Tanah Air dengan pesawat Saudia Arabian Airlines.
“Setelah melalui pemeriksaan intensif oleh otoritas Arab Saudi, mereka dinyatakan melanggar aturan keimigrasian di negeri ini, termasuk izin tinggal dan peruntukan visa ,” kata Saripudin kepada tim Media Center Haji (MCH) Kementerian Agama di Mekkah, Arab Saudi, Kamis ini.
Didampingi Kepala Biro Humas dan Data dan Informasi Kemenag Mastuki, Hery menerangkan, sebanyak 32 dari 116 WNI tersebut telah diterbangkan hari Kamis. Selanjutnya, yang lain akan segera menyusul hingga semuanya kembali ke Tanah Air. Mereka kini ditampung di Detensi Imigrasi perbatasan Mekkah-Jeddah.
Ke-116 WNI tersebut terjaring razia pihak keamanan Saudi Arabia di sebuah penampungan, kawasan Misfalah, Mekkah. Penggerebekan berlangsung Jumat (27/7) malam. Dari hasil pemeriksaan berita acara perkara (BAP) oleh Tim Petugas dari Konsulat Jenderal RI (KJRI) Jeddah di Tarhil (Pusat Detensi Imigrasi), mereka sebagian besar memegang visa kerja. Sisanya masuk Arab Saudi dengan umrah dan visa ziarah.
Terorganisasi
Menurut Hery, modus kasus ini mencerminkan tindakan terpola dan terorganisasi. Terpola karena kasus semacam ini selalu merebak menjelang masa puncak musim haji. Seperti kasus tahun-tahun sebelumnya, patut diduga, mereka melakukan pelanggaran visa karena ingin berdiam di Mekkah untuk menunaikan ibadah haji. Terorganisasi karena melibatkan tidak hanya hanya satu pihak, tetapi juga sejumlah pihak sejak di Tanah Air, hingga kemudian ditampung di sebuah rumah di Mekkah.
Menurut Hery, para WNI yang digerebek tersebut sebagian besar berasal dari Lombok Tengah, Nusa Tenggara Barat (NTB). “Saat diperiksa, mereka mengaku berniat ingin melaksanakan ibadah haji,” katanya.
Kepada pihak penampung, mereka membayar sewa kamar dengan biaya bervariasi, dari 150 hingga 400 riyal per kepala. Mereka menyewa beberapa syuggah(rumah) dalam satu imarah (gedung) melalui orang Bangladesh yang berperan sebagai calo. Rumah-rumah tersebut dihuni 10 sampai 23 tiga orang, campur laki-laki dan perempuan.
Salah seorang yang ditangkap mengaku berangkat dengan visa umrah dan masuk ke Arab Saudi sebelum bulan puasa. Ada juga yang datang pada saat Ramadhan. “Kalau tujuannya umrah, visanya hanya berlaku untuk 30 hari. Sekarang, sudah sekitar dua bulan Ramadhan berlalu. Mestinya mereka sudah pulang ke Tanah Air,” ungkap Hery.
Menanggapi itikad berhaji bagi para WNI tersebut secara ilegal, Mastuki menyatakan, untuk menentukan layak tidaknya seseorang untuk ibadh haji itu bukan ranah Kementerian Agama semata. Hal itu memerlukan kajian lintas instansi, termasuk aspek kesehatan dan aspek hukum.
Sementara itu, data Sistem Komputerisasi Haji menunjukkan, hingga Kamis siang jumlah jemaah haji asal Indonesia yang telah tiba Arab Saudi mencapai 111.666 orang, terbagi dalam 274 kelompok terbang. Artinya, sudah lebih dari separuh jemaah haji reguler Indonesia sudah berada di Tanah Suci (Madinah dan Mekkah). Mereka bertolak melalui 12 bandara embarkasi di Tanah Air.