Calon haji yang dipulangkan Pemerintah Arab Saudi berjumlah 116 orang. Mereka berangkat untuk umrah saat Ramadhan, tetapi tidak kembali hingga menjelang puncak haji. Sebagian lagi berangkat ke Arab Saudi dengan visa kerja.
MEKKAH, KOMPAS - Pemerintah harus memandang serius pelanggaran imigrasi oleh 116 warga negara Indonesia di Mekkah, Arab Saudi, yang berujung pada tindakan deportasi terhadap mereka.
Selain mencerminkan karutmarut keimigrasian di dalam negeri, kasus itu juga menunjukkan tren eksploitatif dari perusahaan jasa perjalanan di tengah tingginya minat masyarakat untuk beribadah haji dan umrah.
”Penanganan kasus ini harus lintas sektor, termasuk lembaga pemerintah dan lembaga swasta. Kalau hanya ditangani secara parsial, kasus serupa pasti terulang lagi,” ujar Konsul Jenderal RI di Jeddah Mohamad Hery Saripudin saat dihubungi dari Mekkah, Jumat (3/8/2018) sore.
Hery menegaskan, kasus seperti ini selalu berulang. ”Kerap terjadi setiap menjelang musim haji. Artinya, kita tidak pernah belajar bersama untuk mengatasi persoalan ini,” ujar Hery.
Selama dua tahun menjabat konsul jenderal di Jeddah, Hery mencatat setiap tahun terjadi penggerebekan terhadap WNI di Mekkah menjelang wukuf (puncak haji) dengan jumlah sekitar 100 orang per tahun.
Seperti diberitakan Kompas, Jumat (3/8), Pemerintah Arab Saudi memulangkan 116 WNI yang hendak berhaji tanpa dokumen yang sah. Mereka yang mayoritas berasal dari Nusa Tenggara Barat ini dirazia pihak keamanan Arab Saudi di sebuah penampungan, kawasan Misfalah, Mekkah. Mereka sebagian besar memegang visa kerja. Sementara sisanya masuk Arab Saudi dengan umrah dan visa ziarah. Usia mereka 25-48 tahun.
Tertibkan biro perjalanan
Secara terpisah, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Nizar Ali menegaskan, pihaknya telah berkoordinasi dengan institusi yang menangani pemberangkatan jemaah haji dan umrah, termasuk lembaga yang memberikan bimbingan ibadah.
Belajar dari berulangnya kasus serupa, Kemenag akan menertibkan perusahaan penyelenggara ibadah haji dan umrah. ”Ada yang niatnya umrah saat Ramadhan, tetapi tidak balik ke Tanah Air. Jika kasus ini melibatkan biro perjalanan, pasti ada sanksi tegas. Bisa berujung pada pencabutan izin usaha biro perjalanan bersangkutan,” kata Nizar.
Merujuk pada norma agama, kata Nizar, berhaji itu hendaknya dilakukan oleh orang yang mampu. Batasan mampu di sini tak hanya dari segi finansial, tetapi juga mampu menaati aturan hukum di negara lain.
Sementara itu, berdasarkan data Sistem Komputerisasi Haji, hingga Jumat siang, jumlah jemaah haji asal Indonesia yang telah tiba di Arab Saudi mencapai 116.963 orang. Artinya, sudah lebih dari separuh jemaah haji reguler Indonesia sudah berada di Tanah Suci (Madinah dan Mekkah). Mereka bertolak melalui 12 bandara embarkasi di Tanah Air.