Ketahanan ASEAN di Tengah Pertarungan Indo-Pasifik
Di tengah rivalitas perdagangan antara AS dan China yang semakin memanas, para menteri luar negeri ASEAN berkumpul di Singapura, pekan ini. Mereka mencoba merumuskan langkah-langkah guna mengokohkan ketahanan dan inovasi ASEAN di tengah tarikan dan tekanan negara-negara besar dunia.
Tidak perlu menunggu hari berganti, sejak pertemuan dimulai, Kamis (2/8/2018), para menteri luar negeri (menlu) ASEAN itu mampu mencapai kata sepakat yang dirumuskan dalam Komunike Bersama berisi 79 butir. Hanya berselang beberapa saat setelah pertemuan ASEAN-China, Menlu Singapura Vivian Balakrishnan di hadapan wartawan merilis komunike itu.
Seperti biasa, komunike tersebut berisi uraian dalam bahasa teknis diplomasi tentang hasil-hasil pertemuan menlu ASEAN (AMM) di bidang yang sangat luas. Mulai dari isu pembangunan Komunitas ASEAN—aspek politik-keamanan, ekonomi, dan sosial-budaya—hingga isu-isu terkait relasi dengan pihak luar ASEAN, termasuk masalah-masalah internasional, seperti Laut China Selatan, Semenanjung Korea, terorisme, dan isu Palestina.
Secara keseluruhan, komunike itu berisi upaya membangun ASEAN agar memiliki ketahanan dan inovasi dalam menghadapi perubahan dunia yang sangat cepat dan penuh ketidakpastian dalam semangat sentralitas dan persatuan ASEAN. Hal ini sejalan dengan tema yang dipilih Singapura, selaku Ketua ASEAN tahun ini, yakni punya daya tahan (resilient) dan inovatif.
Seperti diingatkan PM Singapura Lee Hsien Loong dalam pidatonya pada pembukaan pertemuan, dalam usianya ke-51 tahun, ASEAN saat ini tak lepas dari tarikan dan tekanan negara- negara besar. Saka guru pertumbuhan dan kemakmuran ASEAN, yakni sistem perdagangan multilateral berbasis aturan, juga terancam oleh meningkatnya nasionalisme dan proteksionisme.
Semua menlu ASEAN sepakat, persoalan itu hanya bisa diatasi jika negara-negara ASEAN berpegang pada sentralitas dan persatuan ASEAN. Menurut Menlu Retno LP Marsudi, tak satu pun negara mitra dialog ASEAN keberatan pada sentralitas ASEAN.
”Dalam sejarah perjalanan 51 tahun, ASEAN tidak konfrontatif. Kita juga justru berusaha untuk merangkul semuanya, menjadi satu mengedepankan kerja sama,” kata Retno.
Pendekatan tanpa konfrontatif itu pula, baik di internal anggota ASEAN maupun sidang ASEAN dengan mitra wicara, yang mewarnai pertemuan menlu kali ini. Hal itu diakui Penasihat Negara dan Menlu China, Wang Yi, yang mengakui betapa mudah dan mulus negosiasi negaranya dengan ASEAN.
”Tanpa gangguan dari pihak luar, kami yakin, negosiasi bakal berjalan di jalur yang cepat,” ujar Wang Yi dalam konferensi pers, Sabtu (4/8/2018), merujuk negosiasi ASEAN dan China dalam sengketa Laut China Selatan (LCS). Padahal, empat negara ASEAN—Brunei, Filipina, Malaysia, dan Vietnam—adalah negara- negara pengklaim dalam sengketa selain China dan Taiwan.
Wang Yi tidak menyebut siapa ”pihak luar” yang dia maksud. Namun, tak terlalu sulit menebak negara yang disebut ”pihak luar”. Apalagi, dalam kesempatan itu, ia menyebut AS negara luar kawasan yang mengancam keamanan dan menekan di kawasan lewat pengerahan persenjataan strategis, terutama di LCS.
Pemerintah AS berulangkali menyatakan, tindakan mereka di LCS didasarkan pada upaya menjaga kebebasan pelayaran dan navigasi di jalur internasional. Di bawah Presiden Donald Trump, AS mengeluarkan strategi Indo-Pasifik untuk memastikan tercipta kawasan yang ”bebas dan terbuka” di wilayah sepanjang dari pantai barat AS hingga pantai barat India, termasuk LCS.
Di luar LCS, AS dan China saat ini juga terlibat perang dagang yang dikhawatirkan terus bereskalasi. Jumat lalu, China mengumumkan balasan pada AS dengan menerapkan tarif pada 5.207 barang impor dari AS. Ini balasan atas penetapan tarif 25 persen atas produk impor dari China senilai 200 miliar dollar AS.
Atmosfer pertemuan
Di ruang dan meja perundingan, gedung Singapore EXPO, rivalitas negara-negara luar ASEAN itu tidak terlihat. Setiap akan memulai pertemuan, para menlu diajak foto bersama di panggung dan diminta melambaikan tangan sambil tersenyum.
Pada pertemuan Forum Regional ASEAN (ARF), Sabtu, misalnya, Menlu AS Mike Pompeo menghampiri Menlu Korea Utara Ri Yong Ho dan menyalaminya. Sehari sebelumnya, Pompeo juga bertemu dengan Menlu China Wang Yi di sela-sela sidang ASEAN.
Dari sambutan yang disampaikan hampir semua kalangan, terucap kata-kata manis plus pujian, serta penegasan komitmen pada sentralitas ASEAN. Tidak terhitung kata-kata ”perdamaian”, ”stabilitas”, ”kemakmuran”, dan ucapan manis lainnya terlontar di ruang sidang. Mendengar kata-kata itu, seolah tidak ada ketegangan dan persoalan mengancam kawasan ASEAN.
Dalam sambutan pengantar pada pertemuan ASEAN-AS, Pompeo hanya menyebut ”Laut China Selatan” satu kali. Isu itu, menurut Retno, juga tidak dibahas secara detail sepanjang sidang. Pendek kata, seperti dalam pertemuan menlu ASEAN lainnya, sidang berjalan adem dan penuh suasana kekeluargaan.
Namun, berbeda cerita saat para diplomat itu hadir di Pertemuan Puncak Asia Timur (EAS) dan Forum Regional ASEAN (ARF). Berbeda dari sidang para menlu ASEAN, termasuk sidang mereka dengan mitra wicara, EAS dan ARF menjadi ajang delegasi menyampaikan pernyataan, termasuk pernyatan yang pedas.
Kepada wartawan, Wang Yi bercerita soal betapa kontras jalannya pertemuan antara ASEAN Plus Tiga (China, Korea Selatan, Jepang) dan pertemuan EAS yang dia sebut dengan istilah ”ASEAN Plus Delapan”. ”Ketika kami pindah ke ruangan lain, ke pertemuan ASEAN Plus Delapan, pernyataan negara-negara luar kawasan mulai melemparkan tuduhan dan memanaskan situasi. Ini benar-benar disesalkan,” kata dia.
Di pertemuan ARH, Menlu Korut Ri Yong Ho terlihat kesal dengan sikap beberapa negara, seperti AS dan Australia, yang terus kenceng menyuarakan sanksi bagi Korut di hadapan menlu ASEAN saat ketegangan di Semenanjung Korea mereda. Delegasi Korut mengedarkan salinan pernyataannya di pertemuan ARH ke media center tempat wartawan membuat laporan
”AS... menaikkan suara untuk mempertahankan sanksi pada Korea Utara dan memperlihatkan sikap mundur dari pernyataan menghentikan perang, langkah sangat mendasar dan utama unttuk menciptakan perdamaian di Semenanjung Korea,” kata Ri.
Nuansa rivalitas itu belum termasuk pernyataan-pernyataan yang disampaikan para diplomat dalam konferensi pers. Pompeo, misalnya, mengatakan, tekanan sanksi pada Korut terus dilakukan hingga negata tersebut benar-benar melakukan denuklirisasi, yang disepakati Trump dan Pemimpin Korut Kim Jong Un.
Begitulah nuansa persahabatan, sekaligus juga rivalitas, di pertemuan Menlu ASEAN kali ini. Terkait hal itu, Menlu Retno tetap melihat sisi positif. ”EAS merupakan salah satu contoh yang terbaik di mana kebiasaan dialog bisa dilakukan untuk mengangkat isu sesensitif apa pun di antara pemain-pemain besar dunia,” katanya.
Indo-Pasifik
Salah satu pencapaian pada AMM, yakni tercapainya kesepakatan antara ASEAN dan China soal naskah draf tunggal untuk negosiasi Kode Tata Berperilaku (CoC) dalam sengketa LCS. Tidak ada kerangka waktu maupun pernyataan soal apakah CoC nanti memiliki kekuatan hukum mengikat atau tidak.
”Dalam kebiasaan negosiasi, kadang-kadang lebih baik menjaga cukup flesibilitas agar tak seorang pun merasa terkunci,” ujar Menlu Singapura Vivian Balakrishnan.
Isu relatif baru dan mulai ramai dibicarakan, yang juga muncul dalam komunike adalah gagasan Indo-Pasifik. Isu diajukan Indonesia agar mendapat perhatian serius di ASEAN guna meredam pertarungan negara-negara besar dunia di kawasan Asia Tenggara dengan prinsip-prinsip inklusif, kerja sama, dan dialog.
Isu itu hanya mendapat catatan dalam komunike. Meski demikian, Retno mengaku puas. ”Hampir semua negara yang bicara (di EAS) menyebut mengenai masalah Indo-Pasifik. Dari semua negara yang bicara itu, kIta tidak melihat adanya satu resistensi terhadap konsep yang ada,” ujar Retno.
”Ini modal bagus untuk melanjutkan melibatkan semua negara untuk mematangkan konsep Indo-Pasifik,” tambah Retno. Bagi Indonesia, perjuangan mengarusutamakan Indo-Pasifik di ASEAN masih panjang. Rekam jejak Indonesia sebagai pembangun jembatan dan tidak mengancam, kata Retno, menjadi modal dan kepercayaan yang dimiliki Indonesia.