JAKARTA, KOMPAS — Proses evakuasi korban gempa Lombok belum bisa dilakukan secara optimal. Selain karena keterbatasan alat berat, evakuasi juga terhambat kondisi infrastruktur yang rusak.
Kepala Pusat Data Informasi dan Humas Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Sutopo Purwo Nugroho, Senin (6/8/2018), menyampaikan, jumlah korban meninggal diperkirakan masih akan terus bertambah. Hingga saat ini, terdata ada 91 warga meninggal. Kerugian akibat gempa diperkirakan lebih dari Rp 1 triliun.
Sutopo mengatakan, besar kemungkinan korban jiwa akan terus bertambah. Hal itu karena masih ada korban yang tertimpa puing reruntuhan bangunan dan belum dievakuasi.
Ia menjelaskan, ada korban dari sekelompok jemaah yang saat terjadi gempa sedang shalat Isya di Desa Lading-Lading, Lombok Utara. Evakuasi terhadap mereka masih terkendala keterbatasan alat berat.
”Karena alat berat terbatas, evakuasi oleh petugas gabungan dilakukan secara manual,” ujar Sutopo.
Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat masih berupaya mendatangkan alat berat. Alat berat juga didatangkan dari Balai Bina Marga, Balai Besar Wilayah Sungai, dan perusahaan-perusahaan yang ada di Lombok. Wilayah Lombok Utara memerlukan bantuan alat berat paling banyak lantaran mengalami kerusakan paling parah.
Distribusi logistik
Sementara itu, proses distribusi logistik terhambat jalan dan infrastruktur yang rusak. Karena jumlah logistik terbatas, ketika dikirimkan petugas, masyarakat langsung berebut mengambil bantuan logistik.
Adapun pengungsi kesulitan memperoleh air bersih. Perusahaan Daerah Air Minum di Lombok Timur dan Barat belum berjalan normal lantaran mengalami kerusakan jaringan. Air menjadi keruh dan tidak layak untuk dikonsumsi.
Untuk mengatasi kendala itu, pemerintah mengerahkan mobil-mobil tangki guna menjangkau titik-titik pengungsian. Di sejumlah titik-titik pengungsian akan dibangun sumur-sumur bor dan hidran.
Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyiapkan tempat mandi cuci kakus (MCK) darurat untuk melayani kebutuhan pengungsi terhadap air bersih.
Kepala Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Dwikorita Karnawati, dalam siaran pers, menyebutkan, kondisi cuaca di Kota Mataram, Kota Bima, dan Sumbawa Besar untuk tiga hari ke depan diprakirakan cerah-berawan. Kondisi itu diharapkan dapat mendukung tim SAR gabungan untuk melakukan evakuasi dan penyisiran.
Dwikorita menambahkan, BMKG terus memantau kondisi terkini pascagempa. BMKG juga berkoordinasi dengan pihak- pihak terkait, seperti Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Nusa Tenggara Barat dan BNPB.
”Masyarakat diimbau tetap tenang dan tidak terpengaruh oleh isu yang tidak dapat dipertanggungjawabkan,” ucap Dwikorita.