”Konflik” Tak Terelakkan antara Manusia dan Gajah
Hari itu nasib sial menimpa Yogesh. Ia menjadi satu dari puluhan warga India yang mati diinjak gajah setiap tahun. Para pekerja perkebunan kopi biasanya tahu jika ada keributan di dekatnya, itu berarti bahaya sudah dekat.
”Semuanya terjadi begitu cepat. Gajah tiba-tiba muncul dari balik semak-semak, menginjak Yogesh dan menghilang,” kata adik lelaki Yogesh yang bernama Girish. Yogesh yang berusia 48 tahun meninggalkan seorang istri dan dua anak.
Ia adalah warga Negara Bagian Karnataka, India selatan. Karnataka memiliki populasi gajah terbesar di India, dengan lebih dari 6.000 gajah besar yang jumlahnya 20 persen dari total gajah di negara tersebut. Di Karnataka, total terdapat lebih dari 10.000 gajah dengan berat hingga lima ton.
Gajah tiba-tiba muncul dari balik semak-semak, menginjak Yogesh dan menghilang.
Ketika populasi India bertumbuh menjadi 1,3 miliar, warga India merambah ke habitat gajah. Akibatnya, gajah kini makin terdesak. Efeknya menyakitkan bagi kedua belah pihak. Habitat gajah yang terdesak berusaha bertahan, manusia pun merasa terganggu oleh gajah. ”Perang” antara gajah dan manusia tak terelakkan.
Pemerintah India mengatakan kepada Parlemen tahun lalu bahwa sebanyak 1.100 warga India telah tewas dalam tiga tahun sebelumnya. Gajah-gajah bernasib sama. Sekitar 700 gajah tewas dalam delapan tahun terakhir di seluruh India.
Ketika populasi India bertumbuh menjadi 1,3 miliar, warga India merambah ke habitat gajah. Akibatnya, gajah kini makin terdesak.
Sebagian besar gajah tewas karena tesengat pagar listrik, diracun, atau ditembak oleh penduduk setempat yang marah karena anggota keluarga tewas diinjak atau tanaman rusak dihancurkan oleh hewan itu. ”Saat ini ada kematian tahunan 30-40 orang di Negara Bagian Karnataka itu,” kata C Jayaram, Kepala Penjaga Margasatwa Karnataka.
Ragu-ragu
Pemerintah India, seperti banyak pemangku kepentingan lainnya dalam situasi yang kompleks dan tragis, tampak ragu-ragu mengenai apa yang sebaiknya dilakukan. ”Sangat sulit untuk menghindari populasi gajah atau tekanan pembangunan kami,” kata seorang pejabat senior pemerintah India tanpa menyebut namanya. ”Kecuali itu diatasi, kita semua hanya harus belajar untuk hidup dengan realitas seperti ini.”
Di Karnataka, penjaga hutan yang menunggangi gajah jinak menangkap gajah-gajah bermasalah yang jumlahnya semakin banyak, kemudian membawa mereka ke kamp Dubare. JC Bhaskar, seorang karyawan di kamp gajah Dubare, menggambarkan tempat itu ”seperti penjara”. Namun, sebenarnya kamp lebih merupakan pusat rehabilitasi dan pelatihan gajah.
”Kami menyiapkan tempat itu sebelum mereka ditangkap. Kami menyebarkan jerami dan daun-daun. Setelah periode istirahat, kami mulai menjinakkan dan melatih gajah,” kata Bhaskar.
Kita semua hanya harus belajar untuk hidup dengan realitas seperti ini.
Salah satu gajah di kamp itu bernama Surya yang menewaskan Yogesh dan pria lainnya. Surya yang bergerak lamban itu dirantai longgar di satu pergelangan kaki guna mencegahnya kabur dari kamp.
Sebanyak 28 gajah besar yang berada di kamp juga menarik wisatawan. Ribuan orang mengunjungi kamp gajah di tepi sungai setiap tahun. Mereka datang untuk membelai gajah dan menikmati semprotan air dari belalainya.
Solusi sementara
Relokasi gajah dinilai dapat meredakan kemarahan warga lokal, tetapi para pejabat dan aktivis menyebut hal itu hanya solusi sementara. Satu-satunya metode yang efektif, menurut Vinod Krishnan, aktivis LSM Yayasan Konservasi Alam (NCF) yang bekerja dengan komunitas lokal, adalah berbagi informasi yang lebih baik.
”Segala cara telah dicoba, tapi tidak berhasil. Upaya ini termasuk membuat parit yang dalam, pagar, dan membuat tanda bahaya. Seperti yang Anda lihat, tidak ada penghalang fisik yang dapat menghentikan mereka,” kata Krishnan sambil menunjuk apa yang tersisa dari bagian pagar di perkebunan kopi.
Seperti yang Anda lihat, tidak ada penghalang fisik yang dapat menghentikan mereka.
Kelompoknya telah mengembangkan sistem yang sederhana tetapi efektif di sekitar desa-desa setempat yang memungkinkan kemunculan gajah bisa segera diverifikasi dan disampaikan kepada warga setempat. ”Kami memasang papan di sekitar rute gajah dan mengatur layanan SMS untuk peringatan dini tentang keberadaan gajah. Cara ini secara signifikan telah mengurangi peperangan gajah dan warga,” kata Krishnan.
Cara ini terbantu oleh lonjakan penggunaan telepon seluler di India selama beberapa tahun terakhir, termasuk di daerah-daerah terpencil. Namun, Girish yang telah setengah tahun kehilangan saudaranya, Yogesh, justru mengkhawatirkan hidupnya sendiri. Ia masih sering melihat kawanan gajah di sekitar perkebunan kopi tempat dia bekerja.
”Tidak ada yang berubah. Penduduk lokal hanya bisa mengusir mereka, sampai gajah-gajah kembali lagi. Mereka seperti kita, tidak punya tempat lain untuk pergi,” kata Girish. (AFP)