JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa tenaga ahli Fraksi Partai Amanat Nasional DPR, Suherlan, Senin (6/8/2018). Keduanya diperiksa sebagai saksi dalam pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi terkait usulan Dana Perimbangan Keuangan Daerah pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan Tahun 2018. Pemeriksaan terhadap Suherlan terkait temuan KPK saat menggeledah rumah dinas anggota Komisi XI dari Fraksi PAN, Sukiman, di Kalibata dan Apartemen Kalibata City.
Suherlan adalah tenaga ahli untuk Sukiman. Dalam penyidikan kasus ini, KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap tiga orang dari kalangan pegawai negeri sipil dan swasta. Sedianya KPK juga menjadwalkan pemeriksaan terhadap Wakil Bendahara Umum Partai Persatuan Pembangunan Puji Suhartono, tetapi yang bersangkutan tak bisa hadir dengan alasan ada kerabatnya yang sakit.
Juru Bicara KPK Febri Diansyah mengatakan, tim penyidik KPK akan memeriksa Suherlan sebagai tindak lanjut dari penyitaan mobil Toyota Camry dari Apartemen Kalibata City yang ditempatinya. ”Selain itu, dicermati pula pengetahuan saksi (Suherlan) dalam dugaan penerimaan proposal-proposal anggaran perimbangan keuangan daerah,” ujar Febri.
Pada 26 Juli lalu, KPK menggeledah rumah dinas Sukiman di Kalibata dan Apartemen Kalibata City yang dihuni Suherlan. Dari kedua tempat tersebut, KPK menyita proposal dana perimbangan keuangan beberapa daerah dan mobil Toyota Camry.
KPK juga menggeledah rumah Puji di Graha Raya Bintaro, Tangerang Selatan, dan menyita uang Rp 1,4 miliar. Beberapa dokumen permohonan anggaran daerah juga disita dari rumah Puji.
Tiga orang lain yang diperiksa KPK adalah pegawai negeri sipil Hantor Matuan dan Repinus Telenggen serta seorang karyawan swasta bernama Aditia Utama.
Kasus suap Dana Perimbangan Keuangan Daerah pada RAPBN-P Tahun 2018 ini bermula dari penangkapan KPK terhadap anggota Komisi XI Fraksi Partai Demokrat, Amin Santono, 4 Mei silam. Ia ditangkap bersama dua orang dari pihak swasta, yakni Eka Kamaluddin dan Ahmad Ghaist.
Amin dan Eka diduga menerima masing-masing Rp 400 juta dan Rp 100 juta dari Ahmad Ghaist sebagai bagian dari 7 persen biaya komitmen dua proyek di Kabupaten Sumedang, Jawa Barat. Dua proyek tersebut adalah proyek dinas perumahan, kawasan permukiman, dan pertahanan senilai Rp 4 miliar dan proyek dinas pekerjaan umum dan perumahan rakyat sebesar Rp 21 miliar.
KPK juga menangkap Kepala Seksi Pengembangan Pendanaan Kawasan Perumahan dan Permukiman Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan Yaya Purnomo. Keempatnya ditetapkan sebagai tersangka. Yaya diduga menerima gratifikasi sebagai imbalan dari janji pemberian dana proyek perumahan dan permukiman pada RAPBN-P 2018.
Menurut jabatannya, tugas dan fungsi Yaya adalah menyiapkan rumusan konsep kebijakan, standardisasi, koordinasi, bimbingan teknis, pemantauan, dan evaluasi mengenai pengembangan pendanaan kawasan perkotaan dan permukiman. Kepada Kompas, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, Yaya tidak memiliki kewenangan mengalokasikan anggaran transfer kepada daerah atau menilai usulan anggaran dari daerah (Kompas.id, 7 Mei 2018). (KRISTIAN OKA PRASETYADI)