JAKARTA, KOMPAS — Mantan Sekretaris Daerah Kota Bekasi Rayendra Sukarmadji mengakui, koordinasi antara dirinya dan Penjabat Wali Kota Bekasi Ruddy Gandakusumah tidak berjalan. Namun, hal tersebut tidak serta-merta menjadi penyebab pemogokan layanan publik pada Jumat (27/7/2018).
Pemogokan layanan publik di seluruh kecamatan dan kelurahan se-Kota Bekasi terjadi selama sehari penuh. Diduga, penyebabnya adalah konflik antara Penjabat Wali Kota Bekasi Ruddy Gandakusumah dan mantan Sekretaris Daerah Kota Bekasi Rayendra Sukarmadji.
Kasus itu diinvestigasi oleh Ombudsman Republik Indonesia (ORI). Selain kepada warga, ORI juga memeriksa pejabat yang diduga mengetahui penyebab pemogokan tersebut.
Salah satunya adalah Rayendra. Ia menghadiri panggilan pemeriksaan kedua di ORI pada Senin (6/8/2018). Ia mengajak Asisten Daerah II, Asisten Daerah III, dan Kepala Bagian Hukum Pemerintah Kota Bekasi untuk mendampinginya. Namun, ORI memeriksa Rayendra seorang diri.
Seusai pemeriksaan, Rayendra mengakui, hubungan kerjanya dengan Ruddy Gandakusumah memang tidak harmonis. Dia belum pernah menerima disposisi atau perintah sejak Ruddy menjabat penjabat sementara, penjabat wali kota, hingga Rayendra pensiun pada 1 Agustus 2018. ”Saya tidak tahu apa penyebab itu semua,” ujar Rayendra seusai diperiksa selama tiga jam.
Ketidakharmonisan kian menjadi-jadi ketika Rayendra terlibat kasus netralitas aparatur sipil negara karena memihak salah satu pasangan calon wali kota pada Pilkada 2018.
Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) menyatakan, Rayendra terbukti bersalah dan perlu dijatuhi sanksi sedang. Sanksi tersebut harus diberikan oleh penjabat wali kota dalam waktu 14 hari kerja dari waktu diterimanya surat rekomendasi dari KASN.
Namun, Ruddy tak kunjung menjatuhkan sanksi karena belum menerima surat rekomendasi itu. Ruddy mengatakan justru mendengar kabar ihwal rekomendasi dari pihak lain yang juga menerima surat rekomendasi KASN, salah satunya Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Kota Bekasi. Ia lalu mendatangi kantor KASN untuk meminta pengiriman surat ulang tersebut.
”Persoalan itu semestinya diselesaikan secara internal, kenapa harus melapor ke KASN,” ujar Rayendra.
Menurut dia, laporan itu tidak wajar karena sebelumnya Ruddy telah mengirim surat permohonan petunjuk ke Kementerian Dalam Negeri dan Badan Kepegawaian Negara untuk menjatuhkan sanksi sedang kepada Rayendra.
Ini karena pangkat Ruddy sebagai ASN lebih rendah ketimbang Rayendra. ”Bukti kronologi itu juga saya serahkan kepada ORI,” ucap Rayendra.
Sejak itu pula, pemberitaan di media massa ihwal kisruh netralitas ASN di Kota Bekasi berkembang. Menurut Rayendra, para kepala kepala satuan kerja perangkat daerah (SKPD) pun kecewa dengan sikap Ruddy. Oleh karena itu, Rayendra mengirimkan pesan di grup pesan daring agar para SKPD mengusir penjabat wali kota.
”Mereka juga punya solidaritas terhadap saya karena sudah 32 tahun membangun Bekasi bersama-sama,” ujar Rayendra.
Seruan Rayendra kemudian dilaporkan oleh Ruddy ke Badan Reserse Kriminal Polri. Ia menuduh Rayendra telah mencemarkan nama baik dan menyebarkan ujaran kebencian terhadap dirinya.
Tidak ada instruksi
Kepala Inspektorat Kota Bekasi Widodo Indrijantoro mengatakan, semua camat telah membuat surat keterangan mengenai pemogokan pelayanan pada Jumat (27/7/2018). Dalam keterangan tersebut, mereka mengatakan, masalah dalam pelayanan terjadi akibat ketidaksukaan pada cara komunikasi penjabat wali kota dan solidaritas mereka untuk Rayendra.
Rayendra menyebutkan, solidaritas itu memang ada. Namun, hal tersebut ditujukan kepada penjabat wali kota, bukan untuk menghentikan pelayanan terhadap masyarakat. ”Tidak ada hubungannya masalah ketidakharmonisan antara saya dan penjabat wali kota dengan pelayanan publik,” lanjutnya.
”Saya tidak menginstruksikan kepada mereka untuk menghentikan pelayanan,” ujar Rayendra. Ia pun mengatakan tidak mengetahui kejadian tersebut karena sedang berada di Lombok, Nusa Tenggara Barat.
Meski demikian, ORI menemukan pelayanan publik berhenti pada Jumat, 27 Juli. Bahkan, beberapa kelurahan dan kecamatan memasang pemberitahuan bahwa pelayanan tutup dan warga diminta menghubungi call center pemerintah kota. Sejumlah warga pun tidak bisa mendapatkan pelayanan publik.
Kepala Perwakilan ORI Jakarta Raya Teguh Nugroho menuturkan, sejumlah pihak yang diduga mengetahui penyebab pemogokan tersebut telah diperiksa. Mulai dari 12 camat, Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil, hingga Kepala Bagian Humas Pemkot Bekasi.
Selain itu, hari ini ORI juga memeriksa Rayendra, Kepala Inspektorat, serta Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan Daerah Kota Bekasi.
”Paling lambat, Jumat (10/8/2018) kami akan menyelesaikan laporan hasil akhir pemeriksaan,” ujar Teguh.