Alat Uji HIV Mandiri Bantu Atasi Problem Penyakit AIDS di Zimbabwe
Oleh
Elok Dyah Messwati
·4 menit baca
Ketika mengetahui bahwa ia positif mengidap HIV pada awal tahun 2018, pekerja seks Evelyn Msipa (32) sedang sendirian di apartemen sewaan di ibu kota Zimbabwe, Harare. Dia menangis ketika melihat hasil dari alat tes mandiri yang digunakan saat itu. Msipa lalu bergegas ke pusat kesehatan setempat untuk mendapatkan konseling sebelum diagnosis HIV itu terkonfirmasi.
Msipa membeli alat tes mandiri dari apotek karena takut untuk mengetahui status HIV di klinik umum. Hal ini merupakan salah satu alasan mengapa penggunaan alat tes mandiri di kalangan warga Zimbabwe meningkat.
Di bawah inisiatif yang diluncurkan pada 2016, alat tes mandiri dijual 3-5 dollar AS (Rp 40.000-Rp 67.000) di apotek. Namun, pengetesan HIV dapat dilakukan secara gratis di pusat kesehatan masyarakat sebagai bagian dari upaya agar 90 persen penduduk Zimbabwe mengetahui status HIV.
Msipa membeli alat tes mandiri dari apotek karena takut untuk mengetahui status HIV-nya di klinik umum.
Hal ini akan terus dilakukan hingga 2020. Mereka yang positif mengidap HIV akan menerima perawatan dengan cepat jika diperlukan.
”Saya tahu sekarang, positif mengidap HIV bukan hukuman mati. Tidak ada yang tahu saya positif mengidap HIV karena saya terlihat sehat,” kata Msipa. Menurut dia, keputusannya untuk menggunakan alat tes mandiri memengaruhi teman seprofesi untuk ikut mengecek status HIV mereka.
Data UNAIDS menunjukkan, sekitar 1,3 juta penduduk Zimbabwe dari 16 juta populasi hidup dengan HIV. Sekitar 740.000 orang di antara mereka adalah perempuan. Sekitar tiga perempat dari mereka yang positif mengidap HIV itu mendapatkan terapi antiretroviral agar dapat menekan virus yang mengarah ke AIDS.
Saya tahu sekarang, positif mengidap HIV bukan hukuman mati.
Meskipun tingkat infeksi melambat, Zimbabwe, menurut UNAIDS, mencatat 40.000 infeksi HIV baru dan 30.000 kematian terkait AIDS pada 2016. Infeksi HIV baru hampir separuh sejak 2010 dan kematian terkait AIDS telah menurun 45 persen.
Pemerintah berharap agar alat tes mandiri bisa memicu lebih banyak warga Zimbabwe mengetahui status HIV mereka dan memulai pengobatan dini, yang pada akhirnya menurunkan prevalensi infeksi HIV di Zimbabwe. ”Ini adalah cara yang baik untuk menjangkau lebih banyak orang,” kata Angela Mushavi, dokter di Kementerian Kesehatan dan Perawatan Anak Zimbabwe.
Gratis
Menurut pemerintah Zimbabwe, sebanyak satu juta alat tes mandiri HIV telah didistribusikan di Zimbabwe secara gratis sejak Agustus 2016. Peluncuran nasional program tersebut berfokus pada peningkatan akses ke tes mandiri di antara kelompok berisiko, seperti pekerja seks komersial.
Mushavi mengatakan sekarang diperluas agar alat tersebut juga digunakan perempuan yang sedang hamil, orang muda, dan remaja. Mushavi merupakan koordinator nasional untuk pencegahan penularan HIV ibu ke bayi mereka.
David Parirenyatwa, Menteri Kesehatan dan Perawatan Anak Zimbabwe, mengatakan, kampanye tersebut menarget warga Zimbawe yang takut atau malu mengunjungi pusat tes HIV publik.
Sekarang diperluas agar alat tersebut juga digunakan perempuan yang sedang hamil, orang muda, dan remaja.
Upaya untuk melakukan tes HIV secara mandiri ini juga menarik negara-negara Afrika Selatan lain, termasuk Malawi, Zambia, Afrika Selatan, Lesotho, dan Swaziland. Di seluruh wilayah tersebut, 4,8 juta alat tes mandiri HIV akan didistribusikan hingga 2020. Program tersebut didanai oleh inisiatif kesehatan global Unitaid.
Amon Mpofu, Direktur Pemantauan dan Evaluasi Dewan AIDS Nasional, mengatakan, tingkat pengujian di Zimbabwe telah meningkat dengan adanya perangkat, seperti tes mandiri yang bisa membantu mengatasi stigma HIV.
”Hal ini sangat nyaman karena mereka dapat menguji diri sendiri kapan saja dan mengakses layanan perawatan. Mereka juga bisa hidup lebih lama ketika mereka terinfeksi HIV dan segera mendapat perawatan,” kata Mpofu.
Talent Jumo, Direktur Katswe Sistahood, sebuah kelompok yang bekerja untuk kesehatan seksual perempuan di Harare, mengatakan, tes HIV mandiri diterima dengan baik oleh perempuan muda, sebagian karena akses yang mudah. ”Gagasan untuk mendapatkan alat tes sendiri di toko atau di pusat perawatan kesehatan telah membantu menghilangkan stigmatisasi HIV,” katanya.
Mereka juga bisa hidup lebih lama ketika mereka terinfeksi HIV dan segera mendapat perawatan.
Chester Samba, Direktur GALZ, asosiasi untuk komunitas LGBT Zimbabwe, mengatakan, jumlah pria yang berhubungan seks dengan pria yang mengakses layanan tes HIV mandiri juga meningkat melalui program peer educator.
Samba mengatakan, sistem pendukung telah diberlakukan untuk mereka yang berisiko, apakah hasil tes mereka positif atau negatif. Bagi perempuan muda seperti Keyla Mahuni (21) yang bekerja di bar, alat tes mandiri itu telah mengubah hidupnya.
”Saya bisa saja hidup dalam kegelapan dan jatuh sakit karena saya takut mengunjungi pusat pengujian publik, tetapi berkat alat tes HIV mandiri, saya sekarang tahu status HIV saya dan pergi berobat lebih awal,” Mahuni. ”Awalnya sulit menerima kondisi saya, tetapi hidup harus terus berjalan.” (THOMSON REUTERS FOUNDATION)