Ingin Festival Terselenggara Mandiri, Seniman Tolak Bantuan Rp 1 Miliar dari Pemerintah
Oleh
Regina Rukmorini
·3 menit baca
MAGELANG, KOMPAS — Komunitas Seniman Lima Gunung mendapat tawaran bantuan uang sebesar Rp 1 miliar dari Kementerian Pariwisata untuk dana dampingan penyelenggaraan pelaksanaan Festival Lima Gunung XVII 2018. Namun, karena ingin menyelenggarakan festival secara mandiri, para seniman tersebut dengan tegas menolaknya.
Ketua Panitia Festival Lima Gunung (FLG) XVII Ipang menuturkan, perwakilan Kementerian Pariwisata mengatakan, dana berikut pendampingan dari pemerintah tersebut penting dilakukan agar FLG dapat terlaksana dengan lancar dan dipromosikan secara lebih baik dan lebih luas. Namun, gagasan tersebut langsung ditolak oleh Ipang dan para seniman lain.
”Kami menolak karena selama bertahun-tahun, toh, kami bisa melaksanakan dan berpromosi sendiri secara mandiri, cukup dengan melibatkan warga desa sekitar,” ujarnya, Selasa (7/8/2018).
FLG XVII dijadwalkan akan dilaksanakan pada 10-12 Agustus di Dusun Wonolelo, Desa Bandongan, Kecamatan Bandongan, Kabupaten Magelang, Jawa Tengah. FLG nantinya akan melibatkan 2.000 seniman dari 84 grup kesenian yang datang dari delapan kota, bahkan juga ada yang berasal dari Singapura dan Australia.
Kami menolak karena selama bertahun-tahun, toh, kami bisa melaksanakan dan berpromosi sendiri secara mandiri, cukup dengan melibatkan warga desa sekitar.
Ipang mengatakan, perwakilan dari Kementerian Pariwisata tersebut sudah menghubunginya sejak April lalu. Melalui komunikasi yang dilakukan lewat pesan pada aplikasi Whatsapp, pegawai tersebut mengatakan, FLG dipilih menjadi salah satu acara yang akan didanai Kementerian Pariwisata.
Dari total jumlah sumbangan pemerintah tersebut, menurut rencana Rp 400 juta dialokasikan untuk pelaksanaan dan Rp 600 juta untuk biaya promosi. Karena bernilai besar, FLG akan menjadi proyek yang dilelangkan oleh Kementerian Pariwisata. Terkait dengan keperluan lelang tersebut, Ipang berkali-kali diminta untuk membuat dan mengirimkan proposal berisi rincian kegiatan. Namun, permintaan itu kembali ditolak.
Selain atas kesadaran sendiri, Ipang mengatakan, penolakan terhadap tawaran dana tersebut juga sekaligus menjadi kesepakatan dari para seniman. Dukungan uang, menurut dia, harus dijauhkan dari pelaksanaan kegiatan seni karena materi biasanya akan mengurangi kekompakan dan kepercayaan di antara satu sama lain.
”Uang hanya akan membuat kacau balau dan merusak kerukunan karena banyak orang, seniman maupun warga, yang terlibat nantinya hanya akan berpatokan pada masalah untung rugi,” ujarnya.
Tahun ini, lanjut Ipang, FLG akan tetap bertahan pada ”roh” yang semula, yakni tetap bertahan pada semangat dan kemandirian warga. Sama seperti tahun-tahun sebelumnya, sumbangan dari warga masyarakat sekitar dalam pelaksanaan FLG justru sama sekali tidak terhitung.
Segala hiasan di jalan, dan panggung, semuanya menggunakan bahan-bahan dari alam dan pertanian milik warga. Selama pelaksanaan, setiap rumah biasanya akan membuka pintu untuk setiap tamu yang datang, sembari menyiapkan aneka jajanan dan minuman.
Uang hanya akan membuat kacau balau dan merusak kerukunan karena banyak orang, seniman maupun warga, yang terlibat nantinya hanya akan berpatokan pada masalah untung rugi.
Tidak hanya itu, menurut Ipang, dalam FLG kali ini, 45 rumah di Dusun Wonoseni telah disiapkan untuk menjadi tempat menginap bagi tamu, termasuk seniman yang akan pentas.
”Semua fasilitas tempat, tidur, kebutuhan MCK, dan makan minum, semua bisa dinikmati secara gratis oleh semua tamu yang menginap,” ujarnya.
Salah seorang seniman pembuat topeng, Khoirul Mutaqin atau yang akrab disapa Irul, mengatakan, beragam bentuk seni instalasi dan panggung FLG XVII sudah disiapkan sejak sebulan lalu.
”Semua dibuat dengan kerja bakti, gotong royong seniman dengan warga setempat,” ucapnya.
Dalam pengamatan, Selasa, ruas-ruas jalan di Dusun Wonoseni sudah dihiasi beragam seni instalasi. Dua panggung untuk kesenian juga sudah tegak berdiri meski masih dilakukan pembenahan.