Parpol anggota koalisi pendukung Jokowi mengincar posisi pimpinan tim kampanye. Sementara pembahasan cawapres pendamping Prabowo mengerucut ke dua nama.
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah partai politik anggota koalisi pendukung Presiden Joko Widodo pada Pemilu 2019 mengincar posisi ketua tim pemenangan Jokowi. Posisi itu dianggap strategis. Pasalnya, jika Jokowi memenangi Pemilihan Presiden 2019, kontribusi di tim pemenangan bisa menaikkan posisi tawar elite atau parpol terkait saat pembagian kekuasaan atau penyusunan kabinet.
Menurut rencana, Tim Kampanye Nasional (TKN) Jokowi terdiri atas 27 personel dari perwakilan parpol serta dipimpin oleh seorang ketua, sekretaris, dan bendahara. Di luar personel dari parpol, TKN akan diisi juga oleh perwakilan relawan.
Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar Ace Hasan Syadzily, Senin (6/8/2018), di Jakarta, mengatakan, penyusunan struktur tim pemenangan, khususnya pimpinan TKN, menjadi sangat penting bagi parpol. Melalui kontribusi saat memimpin TKN, parpol bisa menunjukkan perannya yang lebih dibandingkan dengan anggota koalisi lain.
Maka, selain mengajukan tiga kader parpolnya untuk jadi anggota TKN, Golkar juga berharap dapat memimpin tim itu. Pimpinan TKN akan ditentukan Jokowi. ”Golkar ingin punya peran yang lebih besar dalam pemenangan Pak Jokowi,” kata Ace.
Hal senada disampaikan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Persatuan Pembangunan (PPP) Arsul Sani. Menurut dia, dengan menduduki jabatan pimpinan tim pemenangan, yaitu ketua, sekretaris, dan bendahara, parpol bisa mendapat keuntungan terkait pembagian kekuasaan.
Hal itu terjadi karena lewat kerja sama yang intens dengan capres-cawapres, kontribusi pimpinan TKN akan terlihat nyata. ”Capres-cawapres akan melihat mana yang bekerja keras. Tidak tertutup kemungkinan (pimpinan TKN) dapat menjadi salah satu pertimbangan saat penyusunan kabinet,” kata Arsul.
Posisi pimpinan TKN, lanjut Arsul, kemungkinan juga bisa jadi kompensasi untuk elite parpol yang tidak mendapat posisi calon wakil presiden (cawapres).
”Namun, saya kira masih terlalu awal untuk memprediksi. Semua baru ketahuan setelah pembicaraan intensif dan pertemuan kembali Pak Jokowi dengan para ketua umum parpol,” katanya.
Pertemuan tersebut dijadwalkan akan dilakukan sebelum batas akhir pendaftaran capres-cawapres, 10 Agustus 2018. Arsul mengatakan, ada dua agenda besar yang kemungkinan akan dibahas di pertemuan itu, yaitu menetapkan figur cawapres dan mengisi unsur pimpinan tim pemenangan.
Dua sosok
Sekjen Gerindra Ahmad Muzani menuturkan, pembicaraan tentang cawapres pendamping Prabowo Subianto telah mengerucut ke dua figur. Kedua figur ini terus dikomunikasikan Gerindra ke Partai Demokrat, Partai Amanat Nasional (PAN), dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Namun, Muzani menolak menyebutkan dua sosok tersebut. ”Pembicaraan harus sabar dan telaten. Sabar mendengarkan, sabar menjelaskan. Itu bagian dari seni diplomasi,” ujarnya.
Kesabaran itu juga penting untuk menjaga soliditas Partai Gerindra, Demokrat, PAN, dan PKS yang menurut Muzani telah berkomitmen bersama-sama mendukung Prabowo pada 2019.
Wakil Ketua Umum PAN Bara Hasibuan mengatakan, diskusi memang sudah intens dengan Gerindra, Demokrat, dan PKS. Namun, menurut dia, dalam diskusi itu belum membahas figur cawapres pendamping Prabowo. ”Semua kemungkinan masih terbuka,” katanya.
Sementara itu, Partai Demokrat menyerahkan keputusan kepada Prabowo terkait sosok cawapres. Namun, partai itu masih berharap Komandan Satuan Tugas Bersama Partai Demokrat Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dapat jadi cawapres. ”Kami berharap (cawapres) AHY, tetapi semua tergantung Pak Prabowo,” kata Wakil Ketua Umum Partai Demokrat Syarief Hasan.
Ia mengatakan, Demokrat tetap berkomitmen mendukung Prabowo meski cawapres yang dipilih bukan AHY.