JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah berencana merubah porsi pembiayaan perumahan bagi masyarakat berpenghasilan rendah melalui fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP mulai 20 Agustus 2018. Perubahan itu diharapkan meningkatkan jumlah rumah subsidi yang bisa dibiayai pemerintah dari 60.625 unit menjadi 70.000 unit tahun ini.
Berdasarkan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Nomor 436/KTPS/M/2018 tentang Proporsi Pendanaan Kredit/Pembiayaan Pemilikan Rumah Sejahtera, porsi pemerintah pada FLPP turun dari 90 persen menjadi 75 persen mulai 20 Agustus 2018. Sementara porsi bank pelaksana naik dari 10 persen menjadi 25 persen.
Dengan perubahan itu, jumlah rumah subsidi yang bisa dibiayai bertambah jadi 70.000 unit. Penyaluran FLPP per 31 Juli 2018 oleh (PPDPP) tercatat 12.455 unit senilai Rp 1,43 triliun.
Tahun ini, Pusat Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (PPDPP) mengelola dana FLPP sebesar Rp 6,57 triliun. Dana itu berasal dari APBN 2018 sebesar Rp 2,18 triliun, sisa FLPP 2017 sebesar Rp 2,049 triliun, serta dana pengembalian pokok sebesar Rp 2,33 triliun.
Direktur Utama PPDPP Budi Hartono, Senin (6/8/2018) mengatakan, perubahan porsi itu akan ditindaklanjuti dengan perubahan perjanjian kerjasama operasional (PKO) antara PPDPP dengan bank pelaksana. Jumlah bank pelaksana FLPP saat ini 40 bank. Namun, pemerintah masih memproses 2 bank lain untuk bergabung, yakni Bank Tabungan Negara dan Bank Hana.
Dengan perubahan itu, jumlah rumah subsidi yang bisa dibiayai bertambah jadi 70.000 unit.
Menurut Budi, bank pelaksana FLPP mesti memenuhi porsi pembiayaan 25 persen akibat perubahan itu. Sumber dananya bisa dari dana perbankan sendiri atau dari sumber lain. Salah satu yang menawarkan pembiayaan sekunder itu adalah PT Sarana Multigriya Finansial atau SMF (Persero).
Pilihan
Direktur PT SMF, Heliantopo mengatakan, pihaknya menyiapkan dana sekitar Rp 2 triliun dengan bunga 4,45 persen. Dana itu bisa digunakan bank pelaksana FLPP untuk menambah porsi pembiayaannya. Namun, sifat pemanfaatan dana itu pilihan bagi bank, bukan kewajiban.
“Mekanisme pemanfaatan dana dari PT SMF, selain bank pelaksana melakukan addendum dengan PPDPP, dibuat perjanjian terpisah antara bank pelaksana dengan PT SMF,” kata Heliantopo.
Menurut Heliantopo, secara umum semua bank pelaksana berminat memanfaatkan dana yang disediakan PT SMF. Namun, hingga saat ini pihaknya belum bisa memastikan bank yang akan memanfaatkannya. Menurut rencana, perjanjian pemanfaatan dana tersebut akan dilaksanakan sebelum tanggal 20 Agustus 2018.
Sekretaris Jenderal Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi) Daniel Djumali mengatakan, perubahan porsi itu tidak berdampak ke konsumen karena bunga kredit pemilikan rumah subsidi tetap 5 persen. Pihaknya berharap pemerintah mengatasi masalah pembangunan rumah subsidi terkait ketersediaan lahan, kemudahan perizinan, serta sertifikat tanah.
"Akan lebih baik jika ada insentif kredit pemilikan lahan dan kredit konstruksi dengan bunga khusus bagi pengembang rumah subsidi," ujarnya. kata Djumali. Tahun ini Apersi berencana membangun 130.000 unit rumah subsidi.