Konsentrasi Masih di Jawa
JAKARTA, KOMPAS Pertumbuhan ekonomi Indonesia masih terpusat di Jawa dan Sumatera. Hal itu terjadi karena daerah-daerah selain Jawa dan Sumatera masih bergantung pada komoditas mentah.
Untuk itu, pusat-pusat ekonomi baru di luar kedua pulau itu perlu ditumbuhkan.
Dua sektor yang dapat menjadi sumber pertumbuhan ekonomi baru adalah pariwisata dan industri pengolahan. Industri pengolahan mesti terintegrasi dengan sumber daya alam lokal dan bukan impor.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2018 sebesar 5,27 persen. Kontribusi terbesar dari Jawa, yakni 58,61 persen.
Direktur Center of Reform on Economics (CORE) Mohammad Faisal kepada Kompas, Selasa (7/8/2018), mengatakan, kontribusi pulau Jawa tetap dominan karena industri manufaktur masih terkonsentrasi di Jawa. Sumber pertumbuhan di Jawa juga lebih terdiversifikasi dan tidak banyak terpengaruh fluktuasi harga komoditas.
Sebaliknya, Sumatera, Kalimantan, Papua, dan Sulawesi, masih sangat bergantung pada komoditas, baik tambang maupun nontambang. Akibatnya, daerah-daerah itu rentan terhadap gejolak harga komoditas dunia.
“Khusus Sumatera dan Kalimantan, sebenarnya banyak tertolong perbaikan harga migas dan batubara. Namun, kedua pulau itu semakin mengandalkan sawit. Ketika harga sawit turun, ekonominya otomatis ikut turun,” kata Faisal.
Adapun Papua, lanjut Faisal, pertumbuhannya pada triwulan II-2018 sangat tinggi. Hal itu karena terkerek kenaikan harga komoditas, baik migas, tembaga, maupun batubara. Sementara, pertumbuhan ekonomi Sulawesi bisa tetap kuat karena lebih terdiversifikasi antara komoditas tambang, nontambang (perkebunan), dan pariwisata.
Agar kontribusi daerah terhadap ekonomi nasional meningkat, daerah-daerah di luar Jawa perlu mendiversifikasikan sumber pertumbuhan ekonomi. Ketergantungan terhadap komoditas harus dikurangi dengan mengembangkan industri pengolahan dan pariwisata.
“Pembangunan infrastruktur yang sedang dilakukan mesti diintegrasikan dengan upaya memunculkan pusat-pusat pertumbuhan ekonomi baru di luar pulau Jawa,” ujarnya.
Faisal menambahkan, industri manufaktur juga perlu diarahkan ke luar Jawa dengan berbagai insentif dan pembangunan infrastruktur dasar yang dibutuhkan. Apalagi, sumber-sumber energi seperti migas dan batubara -yang dibutuhkan untuk pengembangan industri manufaktur- umumnya berasal dari luar Jawa. Hal ini semestinya dapat menekan biaya logistik.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan saat berkunjung ke Kompas, mengemukakan, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada triwulan II-2018 sangat baik. “Di dalam negeri, wilayah Indonesia bagian timur akan terus dibangun. Apabila persoalan-persoalan di wilayah itu dapat diselesaikan, ekonomi Indonesia tumbuh tinggi,” kata Luhut.
Daya beli dijaga
Sementara, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, daya beli masyarakat kelompok ekonomi 40 persen terbawah di Indonesia tetap dijaga. Pemerintah memberikan stimulus berupa bantuan sosial, tunjangan hari raya, gaji ke-13, dan tunjangan kinerja.
Selain itu, anggaran Program Keluarga Harapan (PKH) tahun depan ditambah. Anggaran PKH tahun ini Rp 17 triliun untuk 10 juta keluarga. “Masyarakat kategori 40 persen terbawah akan mendapat dukungan konsisten dari pemerintah,” ujarnya.
Menurut Sri Mulyani, tantangan ekonomi terberat pada semester II-2018 datang dari depresiasi rupiah. Transmisi kenaikan harga bisa dipicu dorongan barang-barang impor.
Untuk itu, bauran kebijakan fiskal terus dievaluasi agar inflasi di tingkat global tidak berdampak secara nasional. Di sisi lain, perang dagang Amerika Serikat-China akan mengubah perdagangan internasional. (HEN/KRN)