LOMBOK UTARA, KOMPAS — Proses evakuasi terhadap wisatawan asing yang berada di Pulau Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno berakhir, Rabu (8/8/2018). Namun, masih ada 61 warga negara asing yang memilih bertahan karena alasan menjaga harta benda milik mereka di kawasan wisata tersebut.
Evakuasi tersebut merupakan permintaan para wisatawan yang khawatir dengan kondisi Lombok menyusul gempa berkekuatan magnitudo 7,0 pada Minggu (5/8/2018). Mereka khawatir dengan gempa susulan, potensi tsunami, dan keterbatasan logistik.
Direktur Operasi Badan SAR Nasional Bambang Suryo menjelaskan, 5.258 wisatawan telah dievakuasi sejak gempa terjadi hingga Rabu (8/8/2018). Evakuasi terakhir dilakukan terhadap 58 wisatawan dari Gili Trawangan. ”Yang terakhir ini mintanya dievakuasi ke Pelabuhan Benoa, Bali,” ujar Bambang Suryo, di Tanjung, Lombok Utara, Kamis (9/8/2018).
Kendati evakuasi telah berakhir, Bambang Suryo mengakui masih terdapat 61 warga negara asing (WNA) di tiga pulau, yakni 42 orang di Gili Trawangan, 2 orang di Gili Meno, dan 17 orang di Gili Air. ”Masih ada yang tidak mau (dievakuasi) karena mereka punya rumah, toko , atau usaha cottage di sana,” kata Bambang Suryo.
Menurut Bambang Suryo, jumlah WNA yang masih bertahan di tiga pulau wisata tersebut belum termasuk warga lokal. ”Kalau warga lokal pasti lebih banyak lagi. Mereka menyebar,” ucap Bambang Suryo.
Kepala Dinas Pariwisata Provinsi NTB Lalu Muhammad Faozal mengatakan, 42 WNA yang masih tinggal di Gili Trawangan merupakan pemilik sejumlah usaha, seperti butik, hotel, dan penyewaan hewan. Mereka enggan meninggalkan kawasan wisata itu karena ingin menjaga aset mereka dari pencurian. Namun, mereka tetap dalam pengawasan kepolisian untuk mencegah hal yang tidak diinginkan.
Untuk sementara waktu, aktivitas wisata di Gili Trawangan, Gili Air, dan Gili Meno ditutup hingga waktu yang belum ditentukan. Pemilik wahana di kawasan wisata tersebut diminta tidak beroperasi sementara waktu.
”Penyeberangan untuk wisata ke Gili juga kami tutup. Hanya warga yang berkepentingan di wilayah itu diperbolehkan menyeberang dengan syarat harus tetap melapor ke polisi,” ucapnya.
Tori, salah satu WNA yang tinggal di Gili Trawangan, mengatakan tidak meninggalkan Gili Trawangan karena urusan bisnis. Sebagai perawat kuda dan kucing di pulau itu, dia memilih bertahan dan tetap mengurusi pekerjaannya. Sebab jika ditinggal, hewan-hewan tersebut akan telantar.
Menurut dia, keadaan di Gili Trawangan pada Minggu-Senin amat mencekam karena terjadi penjarahan. Namun hal itu sudah tidak terjadi lagi sejak polisi menjaga kawasan itu. Dia berharap, polisi tetap berjaga hingga aktivitas pariwisata di pulau tersebut kembali normal.
Wakil Direktur Polisi Air (Polair) Polda NTB Ajun Komisaris Besar Sigit Hari Wibowo mengatakan, polisi menyiagakan pasukan gabungan dari kesatuan Polair, Pengamanan Obyek Vital, Sabhara, dan Brimob untuk mengamankan obyek wisata tersebut. Hal itu dilakukan lantaran beredar kabar terjadinya pencurian di kawasan itu setelah terjadi gempa Minggu lalu.
”Polisi bersiaga 24 jam untuk memberikan keamanan kepada warga yang masih tinggal di tiga gili,” katanya.
Jika ada warga berkepentingan di tempat-tempat seperti hotel atau toko, mereka harus didampingi polisi. Hal ini untuk mencegah timbulnya kecurigaan antarwarga sekaligus memastikan tempat-tempat yang didatangi warga adalah milik yang bersangkutan.