JAKARTA, KOMPAS Jaksa Agung HM Prasetyo melantik 38 jaksa dari sejumlah wilayah di Indonesia menjadi Satuan Tugas Khusus Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi, Kamis (8/8/2018). Jaksa-jaksa itu akan menjadi anggota satgassus angkatan kedua sejak dibentuk pada 2015.
Namun, pembentukan satgassus ini tidak menjawab keraguan sejumlah pihak atas keseriusan Kejaksaan Agung mempercepat upaya pemberantasan korupsi. Sebab, sejak dibentuk, kinerja satgassus dinilai belum terlalu memuaskan.
Oce Madril dari Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada menyampaikan, keraguannya atas kinerja satgassus ini sudah muncul sejak pembentukan tim ini. Kasus yang ditangani tak pernah ada kelanjutan.
”Ini yang sempat diunggulkan, tetapi hingga saat ini seperti apa hasilnya, publik tidak ada yang tahu. Ada evaluasi atau tidak? Ini menunjukkan seberapa serius kejaksaan dalam menangani perkara korupsi,” kata Oce.
Berdasarkan data yang dihimpun Kompas, satgassus sempat membuat gebrakan saat menangani kasus dugaan korupsi Bupati Indramayu Irianto MS Syafiuddin alias Yance meski kemudian divonis bebas di pengadilan tingkat pertama. Selanjutnya, satgassus juga menangani perkara Setya Novanto terkait dugaan pemufakatan jahat yang kemudian berhenti karena kesulitan mengumpulkan bukti. Ada juga kasus Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam yang dihentikan karena tidak ada bukti, tetapi kemudian ditangani Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan berhasil membawa Alam ke pengadilan. Yang terkini, kasus Edward Soeryadjaya yang menimbulkan polemik. Begitu pula kelanjutan kasus yang menjerat bekas Direktur Utama PT Pertamina Karen Agustiawan.
Dalam pidatonya saat melantik ke-38 jaksa kemarin, Prasetyo mengungkapkan harapannya yang besar akan satuan tugas ini. ”Satgassus P3TPK (Penanganan dan Penyelesaian Perkara Tindak Pidana Korupsi) diharapkan meningkatkan intensitas untuk tegas tanpa pandang bulu dalam melakukan penegakan hukum yang bersih dan penindakan berbagai bentuk praktik korupsi,” kata Prasetyo.
Ia menambahkan, Satgassus P3TPK juga terus berupaya menepis anggapan miring. Misalnya, adanya anggapan bahwa pembentukan tim ini sebagai bentuk pencitraan dan pemborosan anggaran dana. Menurut Prasetyo, anggapan seperti itu justru membuat pihaknya semakin giat untuk terus memberantas korupsi.
Terkait soal kinerja, Direktur Penyidikan Jampidsus Kejaksaan Agung Warih Sadono menyampaikan pencapaian satgassus yang naik hingga 110 persen pada 2017. Anggaran penyidikan untuk kasus korupsi dalam setahun hanya cukup untuk 75 perkara, tetapi angka yang dicapai sepanjang 2017 adalah 81 perkara.
”Artinya, dengan keterbatasan anggaran, kami tetap bisa melampaui target. Adanya penambahan anggota Satgassus P3TPK harapannya bisa mencapai target lebih baik,” ujar Warih.
Sepanjang tahun 2017, unit tindak pidana khusus kejaksaan telah menyelidiki 1.331 perkara, 1.364 perkara masuk tahap penyidikan, dan 1.918 perkara dalam tahap penuntutan. Penanganan kasus ini telah menyelamatkan uang negara senilai Rp 734,08 miliar.
Pencegahan
Pada saat yang sama, pemerintah kini sedang menyusun rencana aksi pencegahan korupsi untuk dua tahun ke depan sebagai tindak lanjut dari Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2018 tentang Strategi Nasional Pencegahan Korupsi. Tiga fokus utama dari rencana aksi itu adalah keuangan negara, perizinan dan tata niaga, serta penegakan hukum.
Rencana aksi itu disusun oleh empat kementerian/lembaga yang tergabung dalam tim nasional aksi pencegahan korupsi, yakni Badan Perencanaan Pembangunan Nasional, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, serta Kantor Staf Presiden. Sementara KPK hadir sebagai koordinator.
Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan mengatakan, setiap kementerian/lembaga dan kepala daerah nantinya diwajibkan melaporkan pelaksanaan aksinya kepada tim nasional setiap tiga bulan. Tim nasional akan menyampaikan laporan kepada Presiden per enam bulan sekali.
”Kalau ada gubernur atau kementerian tidak menjalankan aksi itu, ya sanksi harus ada. Berarti aksinya tidak jalan. Itu perlu dipikirkan agar semua serius menjalankan aksi itu,” ujar Pahala.