Kalla Pertimbangkan Pimpin Tim Sukses Jokowi-Ma’ruf
Oleh
NINA SUSILO
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Wakil Presiden Jusuf Kalla memberikan selamat atas pencalonan Joko Widodo dan KH Ma’ruf Amin dalam Pilpres 2019. ”Saya yakin bahwa dalam beberapa hal tentu kedua beliau itu saling melengkapi,” tutur Kalla kepada wartawan, Jumat (10/8/2018), di Kantor Wapres, Jakarta.
Latar keduanya yang berbeda akan saling mengisi. Joko Widodo yang menjabat Presiden sejak 2014 adalah pengusaha furnitur yang kemudian terjun ke politik dan mengawali karier politiknya dengan menjabat Wali Kota Solo dan Gubernur DKI. Adapun Ma’ruf Amin berkiprah di bidang keagamaan. Selain menjabat Rais Aam Pengurus Besar Nahdlatul Ulama, Ma’ruf juga Ketua Majelis Ulama Indonesia.
Dengan demikian, kata Kalla, sosok Ma’ruf akan mendongkrak elektabilitas Joko Widodo. Untuk menjalankan pemerintahan, Ma’ruf Amin yang juga akademisi juga akan mampu belajar dan menguasainya kendati perlu ada penyesuaian secara bertahap.
”Kalau soal kepemimpinan, beliau di hampir semua (organisasi menjabat) ketua. Jadi soal memimpin orang pasti bisa,” katanya.
Presiden Joko Widodo pun intens berkomunikasi dengan Jusuf Kalla. Sehari menjelang pendaftaran sebagai capres dalam Pemilu 2019, Joko Widodo pun secara khusus mendatangi Kalla di kantornya.
Dalam pembicaraan empat mata di ruang kerja Wapres, disampaikan rencana untuk mendaftar serta harapan supaya Kalla memimpin tim pemenangan Joko Widodo-Ma’ruf Amin.
Ketika ditanyakan mengenai permintaan ini, Wapres Kalla mengatakan, saat ini masih mempelajari apa yang terbaik. Saat Presiden Joko Widodo mendatanginya, Kalla menyebut waktunya belum tepat sebab saat itu adalah waktu bagi para ketua partai politik untuk tampil, bukan tim sukses.
Apabila diminta menjadi pemimpin tim pemenangan, Kalla mengatakan masih akan mempertimbangkannya. ”Namun, saya tetap menjanjikan akan membantu Pak Jokowi. Jadi sedang kita pertimbangkan bagaimana cara terbaik,” katanya.
Sebelumnya, Juru Bicara Wapres Husain Abdullah menyebutkan bahwa Wapres Kalla juga mempertimbangkan untuk menjaga kesinambungan roda pemerintahan. Saat Presiden cuti kampanye, misalnya, dia akan mampu menggantikan tugas-tugas yang ditinggalkan.