JAKARTA, KOMPAS – Rapat tingkat menteri yang membahas tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan, Kamis (9/8/2018), di Jakarta, belum memutuskan apakah tiga peraturan tersebut jadi dicabut atau tidak seperti aspirasi berbagai pihak yang mengemuka belakangan ini. Keputusan terkait ini masih menunggu audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan yang akan selesai minggu depan.
Tiga Peraturan Direktur Jaminan Pelayanan Kesehatan (Perdirjampelkes) BPJS Kesehatan dimaksud adalah Perdirjampelkes Nomor 2/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Katarak dalam Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Perdirjampelkes Nomor 3/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Persalinan dengan Bayi Lahir Sehat, dan Perdirjampelkes Nomor 5/2018 tentang Penjaminan Pelayanan Rehabilitasi Medik.
Setelah diterbitkan akhir Juli 2018, tiga perdirjampelkes itu memicu reaksi dari sejumlah pihak. Kementerian Kesehatan, Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN), Persatuan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (Persi), Ikatan Dokter Indonesia (IDI), juga sejumlah organisasi profesi kedokteran lain meminta tiga peraturan itu ditunda atau malah dicabut. Meski bersifat internal peraturan tersebut memiliki dampak besar secara eksternal.
Sejumlah pihak meminta tiga peraturan itu ditunda atau malah dicabut. Meski bersifat internal peraturan tersebut memiliki dampak besar secara eksternal.
Rapat yang dipimpin oleh Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko di kantor Kementerian Koordinator Bidang Pembangunan Manusia, Kamis (9/8/2018) kemarin dihadiri oleh, antara lain, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Menteri Kesehatan Nila Moeloek, dan Direktur BPJS Kesehatan Fachmi Idris.
Seusai rapat, Direktur Utama BPJS Kesehatan Fachmi Idris menyatakan, Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) sedang melakukan audit terhadap BPJS Kesehatan. Keputusan terkait tiga Perdirjampelkes BPJS Kesehatan menunggu hasil audit tersebut. Diperkirakan minggu depan audit telah selesai dan keputusan menyangkut tiga peraturan itu baru bisa diambil.
"Kondisi seperti ini sampai minggu depan menunggu review BPKP terhadap defisit arus kas. Posisi status quo sampai minggu depan," kata Fachmi.
Anggaran berimbang
Fachmi menjelaskan, BPJS Kesehatan menerapkan prinsip anggaran berimbang. Semua kegiatan direncanakan dengan baik di tahun sebelumnya. Rencana Kerja Anggaran Tahunan disusun bersama dengan Kementerian Kesehatan, Kementerian Keuangan, juga DJSN. Jadi semua tahu berapa kekurangan dana yang bakal terjadi di tahun berikutnya.
Tugas BPJS Kesehatan dan pemerintah untuk menutupi kekurangan itu. Hal yang terpenting, pelayanan kepada masyarakat tidak terganggu.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, rapat menyepakati untuk menunggu hasil audit BPKP terhadap internal BPJS Kesehatan. Tujuannya, untuk melihat berapa dana yang telah dibayarkan pemerintah dalam program JKN hingga Juli 2018 dan apa saja komponennya. Selain itu, audit juga ingin melihat bagaimana pola pemanfaatan program JKN oleh masyarakat.
Rapat menyepakati untuk menunggu hasil audit BPKP terhadap internal BPJS Kesehatan.
Seusai rapat bersama Presiden Joko Widodo pada Senin (6/8/2018), Sri Mulyani mengatakan bahwa terkait defisit BPJS Kesehatan sebagian akan ditutupi dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Besaran dana yang disuntikkan dari APBN itu menunggu hasil audit BPKP (Kompas, 7/8/2018).
Tahun 2018 defisit BPJS Kesehatan diperkirakan Rp 800 miliar hingga Rp 1 triliun per bulan atau Ro 9,6 triliun hingga Rp 12 triliun setahun.
Asisten Sekretaris Utama Bidang Komunikasi Publik dan Humas BPJS Kesehatan Nopi Hidayat, mengatakan, Perdirjampelkes Nomor 2, 3, dan 5 merupakan upaya menata inefisiensi yang ada di fasilitas kesehatan tingkat lanjut. Pembahasan tiga peraturan itu dilakukan bersama organisasi profesi kedokteran.