JAKARTA, KOMPAS — Usaha mikro dan menengah terus didorong untuk masuk ke pasar modal. Otoritas Jasa Keuangan sebagai regulator berkomitmen untuk mempermudah aturan bagi penguasaha mikro yang berminat mencari sumber pendanaan di bursa efek.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso menjanjikan kebijakan sebagai dasar hokum yang dapat mempermudah usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) menjadi emiten di pasar modal.
”OJK sudah memulainya dengan menelurkan beleid yang mengatur fund raising melalui pasar modal untuk perusahaan UMKM,” kata Wimboh dalam peringatan 41 tahun kembali diaktifkannya pasar modal di Indonesia di Gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Jumat (10/8/2018).
Beleid tersebut tertulis dalam Peraturan OJK (POJK) Nomor 11/POJK.04/2018 tentang Penawaran Umum Efek Bersifat Utang dan/atau Sukuk kepada Pemodal Profesional. Aturan ini menyederhanakan proses ataupun dokumen pada pernyataan pendaftaran penawaran umum. Salah satunya terkait besaran dana yang dihimpun.
Menurut rencana, POJK tersebut bakal diluncurkan dalam waktu yang berdekatan dengan diberlakukannya sejumlah strategi lain, seperti memperkuat dan memperluas perusahaan efek daerah ataupun memperluas akses pasar melalui equity crowdfunding.
Lebih lanjut, Wimboh turut mendorong inklusi keuangan, terutama terkait pasar modal, para pengusaha UMKM. ”Harapannya, para pelaku UMKM ini juga paham bagaimana caranya mengeluarkan surat utang lewat pasar modal dan bagaimana memilih instrumen yang pas,” kata Wimboh.
Rencana OJK dalam membukakan pintu pasar modal bagi UMKM itu sejalan dengan upaya meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap pasar modal. Menurut Wimboh, pasar modal sudah semestinya meningkatkan instrumen yang luas dan melakukan sinergi dengan seluruh pemangku kepentingan pasar modal.
Emiten bertambah
Direktur Utama BEI Inarno Djajadi mengatakan, hingga saat ini terdapat 31 emiten baru yang melantai di bursa dengan nilai mencapai Rp 12,3 triliun. Angka tersebut lebih tinggi dari total capaian tahun lalu yang sebanyak 37 perusahaan dengan nilai Rp 9,56 triliun.
Sementara itu, penggalangan dana obligasi korporasi sejauh ini telah mencapai Rp 71,44 triliun dan surat utang negara tercatat sebesar Rp 324,93 triliun. ”Kami telah menjalankan peran menjadi fasilitator penggalangan dana dan perdagangan efek,” tuturnya.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK Hoesen memaparkan, kapitalisasi pasar modal Indonesia pada 1977 hanya Rp 2,73 miliar. Namun, per 8 Agustus 2018, nilai kapitalisasi pasar modal Indonesia telah mencapai Rp 6.870,7 triliun.
”Jumlah ini 2,57 juta kali lebih besar dibandingkan kapitalisasi pasar modal Indonesia 41 tahun lalu. IHSG juga telah tumbuh 6.119 persen sejak 1977 yang hanya 98 poin menjadi 6.094,83 poin pada 8 Agustus 2018,” ujarnya.