Guru Indonesia diharapkan tak hanya mumpuni dalam pedagogi dan penguasaan ilmu. Penguatan kompetensi kepribadian dan sosial guru pun harus diperhatikan.
JAKARTA, KOMPAS – Guru profesional Indonesia harus punya empat kompetensi yakni pedagogi, profesional, kepribadian, dan sosial. Sayangnya, hingga kini peningkatan profesionalisme para guru minim menguatkan kompetensi kepribadian dan sosial para guru.
Pendidikan dan pelatihan (diklat) guru untuk menguasai beragam metode mengajar yang kini berpusat pada siswa (pedagogi) maupun penguasaan materi sesuai bidang yang diampu guru (profesional) rutin dilakukan. Bahkan, tersedia bahan secara daring. Uji kompetensi guru pun lebih untuk mengukur kedua kompetensi tersebut, dan secara nasional nilainya masih belum memuaskan.
Praktisi pendidikan Mohamad Abduhzen mengatakan, tak banyak diklat oleh sekolah, organisasi guru, hingga pemerintah daerah, yang membantu penguatan kompetensi kepribadian dan sosial guru.
"Padahal, guru harus terus didorong agar menjadi guru yang baik dan merdeka. Mereka bekerja sebagai pendidik bukan sekadar karena profesi dan dibayar, namun juga bagian dari ibadah. Selain itu, guru pun harus menjadi guru yang dialogis, yang memberi kemerdekaan pada siswa dalam belajar," katanya dalam acara penutupan pelatihan peningkatan kompetensi teknis guru bidang sosial dan kepribadian bagi 150 guru SD dan SMP di Jakarta Barat, Jumat (10/8/2018).
Abduhzen dan tim mendesain diklat untuk peningkatan kompetensi kepribadian dan sosial guru yang dilakukan selama lima hari atau setara 40 jam. Pelatihan dilakukan dengan dinamika kelompok, mengajak guru aktif, dan dengan prinsip pembelajaran orang dewasa.
"Bukan metode ceramah yang dibutuhkan guru dan presentasi materi. Para guru diajak dalam situasi untuk menemukan sendiri makna menjadi guru yang baik dalam beragam kegiatan," ujar Abduhzen.
Para guru menjalani berbagai kegiatan dalam bentuk permainan (games) bersama kelompok. Kegiatan ini membantu guru untuk memahami bahwa sebagai pendidik mereka harus punya visi.
Di tengah riuhnya perdebatan tentang kondisi pendidikan Indonesia, para guru diminta untuk kembali pada konstitusi. Mereka diajak memvisualisasikan diri sebagai guru idola. Di tahap akhir, para guru harus membuat tindak lanjut perubahan diri yang berdampak.
Yunus Dartono, guru SMPN 111 Jakarta, mengatakan para guru membutuhkan dukungan untuk peningkatan kualitas dirinya sebagai pendidik. "Saya jadi termotivasi karena belajar lagi arti kebersamaan. Untuk siswa nanti saya mau lebih terbuka dan komunikatif,"kata Yunus.
Bernedita, guru SD Rahmani Jakarta merasa senang ada diklat yang membantu guru untuk menjadi pribadi yang berkarakter dan mampu berkomunikasi dengan baik.