Sejumlah Bangunan Tua yang Bukan Cagar Budaya Dibiarkan Terbengkalai
Oleh
ADHI KUSUMAPUTRA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah bangunan tua peninggalan Belanda di Jakarta kini terbengkalai. Hal itu karena tidak semua bangunan peninggalan Belanda terdaftar sebagai bangunan cagar budaya, salah satunya landhuis. Akibatnya, upaya restorasi dan pelestarian bangunan menjadi minim.
Landhuis adalah vila atau tempat tinggal bagi orang-orang Belanda pada masa lampau, khususnya mereka yang dianggap berada secara finansial. Lokasi landhuis tersebar di sejumlah wilayah di Jakarta dan sekitarnya, seperti Bekasi dan Depok. Beberapa landhuis masih dapat ditemukan, tetapi ada pula yang sudah tidak dalam kondisi utuh, salah satunya Landhuis Tandjoong Oost.
Landhuis Tandjoong Oost berada di Jalan TB Simatupang, Kramat Jati, Jakarta Timur, tepatnya di kawasan Asrama Polantas Tanjung Timur. Menurut pengamatan Kompas, Selasa (7/8/2018), kini hanya ada puing bangunan sisa Tandjong Oost. Lokasinya pun tersamarkan oleh kebun yang tidak terawat.
Muhammadun (43), pedagang sayur keliling di kawasan itu, mengatakan, pernah ada wacana untuk membuat Tandjoong Oost sebagai bangunan cagar budaya. Kini, belum ada tindak lanjut dari wacana tersebut.
”Sudah sejak 1997 saya berjualan di kawasan ini jadi tahu sejarahnya. Rumah itu pernah akan dijadikan bangunan cagar budaya, bahkan pemerintah pernah meninjau ke lokasi ini. Tetapi entah sekarang kelanjutannya,” kata Muhammadun.
Sebelumnya, Tandjoong Oost pernah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada tahun 1972. Hal ini diatur dalam Undang-Undang Monumen STRL 1931 Nomor 238. Namun, Tandjoong Oost terbakar hingga menyisakan puing-puing bangunan pada tahun 1985. Akibatnya, bangunan itu tidak lagi ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya pada tahun 1993.
Sejumlah landhuis kini sudah dinyatakan hilang, terutama sejak masa pendudukan Jepang sebelum Indonesia merdeka, contohnya Landhuis Rustenburg. Landhuis Villa Nova juga hancur sejak masa penjajahan Jepang. Vila Nova didirikan sejak tahun 1867 oleh pasangan bangsawan Inggris dan berada di Kampung Makasar, Jakarta Timur.
Pembicara dalam diskusi ”Sejarah Landhuis Peninggalan Belanda dan Kisah Seputar Kramat Jati”, GJ Nawi, mengatakan, ada empat landhuis di Kramat Jati dan sekitarnya. Menurut dia, landhuis pertama kali dibangun di daerah pinggiran Batavia untuk menghindari wabah .
”Pada akhir abad ke-18 ada wabah yang menyebar. Orang-orang Belanda lalu pindah ke daerah pinggiran Batavia dan membangun rumah serta tanah perkebunan. Lambat laun, muncul pasar, lalu permukimannya berkembang,” kata Nawi, Minggu (5/8/2018).
Hingga kini, belum ada data mengenai jumlah landhuis yang ada. Pendataan terkendala oleh landhuis yang sulit terlacak. Arkeolog dan anggota Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta, Candrian Attahiyat, mengatakan, ada banyak landhuis yang kini tidak terawat dan dibongkar. Masalah kepemilikan yang tidak jelas menjadi alasannya.
Menurut Candrian, pada tahun 1990-an, sejumlah landhuis menjadi tempat tinggal para warga yang mengaku memiliki izin untuk menempati rumah itu. Namun, tidak dapat dipastikan latar belakang izin tersebut diberikan kepada warga.
”Satu landhuis bisa dihuni beberapa keluarga, contohnya Vila Nova. Ada 20 keluarga yang dulu tinggal di sana. Karena banyak penghuni, urusan kepemilikan menjadi tidak jelas,” kata Candrian saat dihubungi, Rabu (8/8/2018).
Walaupun landhuis merupakan bangunan peninggalan Belanda di masa kolonial, tidak semua landhuis termasuk dalam bangunan cagar budaya. Penetapan itu dilakukan oleh Tim Ahli Cagar Budaya DKI Jakarta. Penetapan tersebut diatur dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya.
Sebuah bangunan dapat ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya bila memenuhi empat kriteria, salah satunya adalah bangunan harus berusia minimal 50 tahun. Selain itu, bangunan tersebut harus memiliki arti khusus bagi sejarah, pendidikan, agama, atau kebudayaan di Indonesia.
Menurut data yang dihimpun dari Portal Data Terpadu Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Sabtu (11/8/2018), jumlah situs dan bangunan cagar budaya di DKI Jakarta sebanyak 394. Angka itu tidak termasuk jumlah landhuis yang ada.
Menurut Candrian, tidak semua landhuis dapat dilestarikan. Landhuis yang masih dapat dilestarikan adalah landhuis yang masih utuh atau setidaknya masih terlihat bentuk bangunannya. Pelestarian dapat dilakukan melalui restorasi bangunan, yaitu dengan mempertahankan keaslian bentuk dan material bangunan.
Kantor Kepolisian Sektor Metro Palmerah, Jakarta Barat, adalah contoh landhuis yang masih dapat ditemukan dan termasuk dalam bangunan cagar budaya. Menurut pengamatan Kompas, Selasa, bentuk bangunan kantor Polsek Metro Palmerah masih utuh. Ada beberapa kerusakan pada tiang bangunan dan cat dinding yang mengelupas. Namun, bangunan yang berdiri sejak 1817 itu masih berfungsi dengan baik.
Kepala Polsek Metro Palmerah Komisaris Polisi Aryono mengatakan, belum pernah dilakukan perawatan bangunan secara struktural sebelumnya. Perawatan bangunan yang dilakukan berupa pengecatan. Menurut dia, pengecatan terakhir yang dilakukan adalah pada 2017.
”Dalam waktu dekat, saya ingin berkoordinasi dengan pihak cagar budaya untuk membahas soal perawatan dan pengawasan bangunan,” kata Aryono. (SEKAR GANDHAWANGI)