Menjelang Pemilu 2019, Ketua Umum PP Muhammadiyah Haedar Nashir berharap komponen bangsa memelihara keadaban, kebersamaan, kedamaian, toleransi, dan keutamaan.
MALANG, KOMPAS - Memasuki tahun politik, Pimpinan Pusat Muhammadiyah berharap komponen bangsa dapat memelihara keadaban, kebersamaan, kedamaian, toleransi, dan keutamaan. Kontestasi politik tidak perlu menjadi penyebab keretakan, konflik, apalagi permusuhan antarsesama komponen bangsa.
Untuk dapat memelihara keadaban, kebersamaan, kedamaian, toleransi, dan keutamaan, di hadapan sivitas akademika Universitas Muhammadiyah Malang (UMM), Malang, Jawa Timur, Minggu (12/8/2018), Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Haedar Nashir mengatakan, komponen bangsa dituntut komitmennya menjaga politik dari berbagai penyimpangan dan transaksi yang menyebabkan kerugian besar bangsa.
Pidato bertema ”Meneguhkan Nilai-nilai Kebangsaan yang Berkemajuan Menyongsong Indonesia Emas” yang disampaikan Haedar tidak hanya dihadiri Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy, Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah, dan Rektor UMM Fauzan, tetapi juga sejumlah tokoh serta ribuan siswa, mahasiswa, dan warga Muhammadiyah.
Haedar berharap, kontestasi politik tak semata-mata hanya ingin sukses meraih kekuasaan. ”Yang tak kalah penting juga komitmen dan sungguh-sungguh mewujudkan idealisme, nilai dasar, dan cita-cita nasional luhur sebagaimana diletakkan pendiri bangsa,” katanya.
Yang tak kalah penting juga komitmen dan sungguh-sungguh mewujudkan idealisme, nilai dasar, dan cita-cita nasional luhur sebagaimana diletakkan pendiri bangsa - - Haedar Nashir
Hegemoni politik oligarki
Lebih jauh, Haedar menyinggung keharusan negara dan pemerintah yang benar-benar berdaulat, termasuk adanya hegemoni politik oligarki. Indonesia harus jadi milik semua, bukan segelintir orang atau kelompok.
”Politik liberal yang transaksional dan semata-mata berorientasi kekuasaan menjadikan kehidupan kebangsaan kehilangan jiwa, rasa, etika, dan kehormatan. Sikap kenegarawanan yang sangat penting bagi tegaknya politik berkeadaban membangun Indonesia,” ujarnya.
Saat ini, para aktor dan elite, tambah Haedar, berpolitik apa saja tanpa bingkai etika, moral, keseimbangan, toleransi, penghargaan, keadaban, dan jiwa kesatria. Adapun nilai agama, Pancasila, dan kebudayaan Nusantara hanya menjadi narasi retorik yang diproduksi untuk membangun citra diri, minus aktualisasi.
Apalagi, lanjut Haedar, kehidupan saat ini masih diwarnai paradoks dan pengingkaran nilai-nilai keutamaan yang diakui sebagai nilai luhur budaya bangsa. Hal itu ditunjukkan perilaku elite dan warga yang korup, konsumtif, dan hedonis. Sementara proses pembodohan, pembohongan kepada publik, kecurangan, dan pengaburan nilai-nilai makin merajalela di tengah usaha mencerahkan kehidupan bangsa.
”Namun, saya percaya banyak elite dan warga yang jernih hati, pikiran, dan tindakan,” ujarnya.
Menanggapi pidato Haedar, Muhadjir mengatakan, Indonesia punya aset sangat penting dan tak ternilai. Aset yang dimaksud adalah semangat persatuan dan kesatuan, kerukunan, serta persaudaraan. Nilai-nilai itu harus dirawat dan dipertahankan.
”Kalau ketiganya dipegang teguh, Indonesia jadi bangsa besar berkemajuan,” katanya.
Tak boleh golput
Ditanya pers terkait sikap Muhammadiyah dalam pemilu, Haedar mengatakan, Muhammadiyah tetap berdiri di atas khitahnya.
”Warga Muhammadiyah wajib memilih, tak boleh golput. Tetapi, pilih dengan cerdas, kritis. Pilih mereka yang utamakan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan golongan, bahkan kroni,” ujarnya.