Setelah bersiap sekian lama, para atlet Indonesia akan unjuk kemampuan hasil latihan panjang mereka pada Asian Games 2018. Berbagai upaya dilakukan untuk memberikan prestasi terbaik.
JAKARTA, KOMPAS Persiapan atlet Indonesia menuju Asian Games 2018 dimulai dengan tidak mulus. Tak lama setelah terpuruk di peringkat kelima SEA Games 2017, pemerintah membubarkan Satuan Pelaksana Program Indonesia Emas (Satlak Prima) yang bertanggung jawab atas pelatnas. Langkah ini, dan penyusunan aturan baru, membuat pelatnas sebagian besar cabang terhenti atau tertunda.
Pelatnas bergulir kembali awal tahun ini. Sejak itu, para atlet berlatih untuk mencapai puncak prestasi pada Asian Games, yang setelah 56 tahun kembali berlangsung di Indonesia. Kesempatan sebagai tuan rumah ini memberi keuntungan moral bagi atlet karena dapat bertanding dengan dukungan penonton.
Setelah melewati latihan panjang dan seleksi ketat, pelatnas memasuki persiapan akhir jelang pertandingan. Dibandingkan dengan cabang lain, para pebulu tangkis termasuk yang paling sibuk menjalani turnamen sejak Mei, mulai dari Piala Thomas- Uber hingga Kejuaraan Dunia.
Maka, dua pekan terakhir ini pasukan Cipayung fokus membenahi kekurangan teknis. Selain menganalisis kekuatan lawan, mereka secara khusus berlatih drilling, memukul kok dalam berbagai teknik secara berulang hingga ratusan kali.
Hal lain adalah menjaga kondisi fisik agar tak cedera atau sakit. ”Jangan makan pedas, es, dan ganti pakaian latihan kalau sudah terlalu basah. Itu hal kecil, tetapi bisa berpengaruh,” ujar Ketua Bidang Pembinaan Prestasi PP PBSI Susy Susanti.
Untuk memaksimalkan persiapan, PBSI menempatkan atlet di hotel di kawasan Senayan
agar dekat dengan arena pertandingan. Di tempat sama, PBSI menempatkan tim pendukung, terdiri dari fisioterapis, ahli pijat, dokter, ahli gizi, analis video, psikolog, bagian umum, dan sopir. ”Kalau tinggal di wisma atlet, ada pembatasan jumlah ofisial yang tinggal di sana,” kata Susy.
Mental tanding
Adapun atlet cabang lain mulai mengurangi porsi latihan dan menjaga mental bertanding. Lifter Triyatno yang akan tampil di kelas 69 kilogram mengatakan, latihan beban kini dilakukan dua hari sekali sesuai strategi angkatan. Setelah itu, atlet menjalani terapi air panas-dingin, sauna, dan pijat. Karena cukup sering bertanding, Triyatno mengaku tak terlalu gugup. ”Kalau sudah di panggung, saya hanya fokus pada diri sendiri,” ujarnya.
Upaya menjaga mental bertanding juga dilakukan tim sepak takraw. Pelatih Arry Syam mengatakan, atlet berlatih mental sesuai dengan posisinya agar semakin memahami peran mereka. ”Contohnya, striker harus gigih, tangguh, dan berani,” ujarnya.
Sementara itu, tim tenis meja mengatur sarana latihan sedekat mungkin dengan konfigurasi di arena pertandingan untuk mengurangi kendala adaptasi pada arena sesungguhnya. Pelatih Haryono Wong Tye mengatakan, atlet baru bisa berlatih di arena tiga hari sebelum pertandingan.
Adapun tim sepatu roda memasuki periodisasi akhir latihan, dengan memfokuskan latihan pada simulasi lomba, pembahasan strategi, dan penambahan kecepatan atlet. Mereka telah mengurangi durasi latihan menjadi dua kali satu jam tiap hari.
Para atlet tetap gigih berlatih meskipun kondisi latihan kurang menguntungkan, seperti yang dialami 17 atlet menembak yang selama 12 hari menginap di loker pemain di arena menembak karena belum bisa masuk wisma atlet. Pada Senin (13/8/2018), mereka akhirnya ditempatkan di Wisma Atlet Jakabaring.
Deputi IV Bidang Peningkatan Prestasi Kemenpora Mulyana mengatakan, setelah menjalani sejumlah uji coba, pihaknya yakin para atlet dapat meraih prestasi terbaik mereka dalam Asian Games ini. Target Indonesia untuk berada di 10 besar dapat dicapai dengan meraih minimal 10 emas, seperti yang diraih Qatar pada Asian Games 2014.
Kemenpora meyakini, cabang andalan tuan rumah, seperti pencak silat, paralayang, panjat tebing, jetski, bridge, dan wushu, mampu menyumbang medali emas. Sumbangan emas juga ditargetkan dari cabang Olimpiade, seperti taekwondo, bulu tangkis, kano, angkat besi, dan dayung.
(IYA/DNA/KEL/KYR/RAM/E08)