Libatkan Ilmuwan Diaspora dalam Pengembangan Iptek
Ilmuwan diaspora Indonesia yang tersebar di berbagai negara mempunyai posisi strategis. Mereka dapat menjadi pengungkit bagi pengembangan iptek di dalam negeri.
JAKARTA, KOMPAS – Korea Selatan dan Vietnam mempunyai lompatan yang besar dalam pembangunan. Korea Selatan dari negara miskin cepat berkembang menjadi negara maju. Demikian pula Vietnam, yang semula negara miskin dan dijajah, kini telah melampaui Indonesia.
"Lompatan kedua negara ini cukup pesat, salah satunya karena mereka memanfaatkan para diaspora di luar negeri untuk mendukung pembangunan bangsa," kata Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Bambang Brodjonegoro dalam acara Simposium Cendekia Kelas Dunia (SCKD) 2018 di Jakarta, Senin (13/8/2018).
Menurut Bambang, para ilmuwan diaspora Indonesia dapat memberi dampak pada pembangunan ilmu pengetahuan di Indonesia dan luar negeri. "Para ilmuwan diaspora dapat dilibatkan untuk mengembangkan riset yang memberi nilai tambah, yang dapat menjadi keunggulan Indonesia. Tidak mesti riset yang terlalu advanced, namun yang mampu menjawab kebutuhan bangsa. Lalu, secara bertahap bisa terus meningkat," ujarnya.
Bambang mengatakan, pemerintah mendorong triple helix yang melibatkan pemerintah, akademia, dan industri bisa bekerja sama menghasilkan inovasi. "Para ilmuwan diaspora harus dilibatkan sesuai bidang ilmunya. Mereka juga punya pengalaman di luar negeri bagaimana triple helix dapat menjadi nyata dan menghasilkan inovasi yang mendunia," kata Bambang.
Ketua Ikatan Ilmuwan Indonesia Internasional (I-4) Deden Rukmana, yang juga assistant professor di Savannah State University, Amerika Serikat, mengatakan, kecintaan para diaspora Indonesia pada Tanah Air tidak berkurang dan tidak hilang. "Prestasi yang ditorehkan para ilmuwan diaspora ini di berbagai negara ini kami harapkan bisa menginspirasi masyarakat Indonesia. Kiprah ilmuwan diaspora di Indonesia jadi langkah monumental dan strategis untuk pengembangan SDM Indonesia," kata Deden.
Prestasi yang ditorehkan para ilmuwan diaspora ini di berbagai negara ini kami harapkan bisa menginspirasi masyarakat Indonesia.
Menjadi pengungkit
Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir yang membuka acara SKCD 2018 mengatakan, keberadaan para ilmuwan diaspora dapat menjadi pengungkit bagi pengembangan ilmu pengetahuan teknologi di Indonesia. Pasalnya, para diaspora yang diundang dalam acara ini memiliki kompetensi mumpuni di bidangnya.
Dari 47 orang diaspora yang diaundang tersebut, lima orang merupakan assistant professor, 13 orang merupakan associate professor, 12 orang merupakan full professor. Sisanya merupakan dosen senior yang berperan sebagai academic leader, seperti dekan dan kepala pusat riset.
"Kita butuh lompatan yang lebih tinggi untuk bisa bersaing dengan negara lain. Dengan kemampuan dan kompetensi para ilmuwan diaspora, Kemristekdikti mulai melibatkan mereka untuk berkontribusi bagi pembangunan sumber daya manusia Indonesia. Langkah awal yang kami lakukan adalah membangun jembatan melalui kegiatan ini supaya mereka dapat berkolaborasi dengan perguruan tinggi dalam negeri," ujar Nasir.
Selama sepekan di Tanah Air, para ilmuwan diaspora tersebut akan dipertemukan dengan akademisi dalam negeri dari berbagai perguruan tinggi. Mereka diwajibkan menghasilkan output, baik berupa publikasi ilmiah, kerja sama riset, lokakarya dan coaching, serta kolaborasi lainnya yang bermanfaat bagi pembangunan bangsa.
Nasir mengatakan, pemerintah menyiapkan kebijakan untuk mengakomodasi para ilmuwan diaspora. Salah satunya, berkoordinasi dengan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi agar status ilmuwan diaspora tetap diakui setara jika mereka kembali ke Indonesia.
Pemerintah menyiapkan kebijakan untuk mengakomodasi para ilmuwan diaspora.
"Saya sudah bicara dengan Menpan-RB terkait wacana menarik kembali ilmuwan diaspora yang berpotensi dan memiliki kemampuan kelas dunia. Untuk itu, perlu ada kebijakan yang berpihak kepada para ilmuwan diaspora. Misalnya, jika mereka sudah profesor di sana, jangan sampai kembali harus mulai dari awal, itu semua perlu dihitung," kata Nasir.
Direktur Jenderal Sumber Daya Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi, Ali Ghufron Mukti, mengatakan, kegiatan SCKD di tahun sebelumnya telah menimbulkan impak positif bagi peningkatan publikasi internasional. Tercatat, sudah ada 28 publikasi internasional yang terbit di jurnal bereputasi. Sedangkan yang masih berupa manuskrip dan proses review berjumlah 15 publikasi.
Sementara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, para ilmuwan diaspora dan dalam negeri dapat berkolaborasi untuk memperkuat komunitas cendekia Indonesia. "Para insan cendekia dapat menjadi pemikir, mencari solusi bagi indonesia. Saat ini kita dihadapkan pada dunia yang terus bergerak secara cepat," ujar Sri.
Para ilmuwan diaspora dan dalam negeri dapat berkolaborasi untuk memperkuat komunitas cendekia Indonesia.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Bisar Panjaitan memberikan masukan kepada para ilmuwan diaspora dan akademisi yang hadir untuk bersama berupaya meningkatkan daya saing Indonesia. Para ilmuwan diaspora ditantang untuk mengembangkan inovasi yang berguna bagi nusa dan bangsa.